Lagi, Presiden Iran Ajukan Syarat Duduk Satu Meja dengan AS
Rabu, 26 Agustus 2020 - 09:32 WIB
TEHERAN - Presiden Iran Hassan Rouhani kembali mengajukan syarat untuk duduk satu meja dengan Amerika Serikat (AS) . Syarat yang diajukan pun sama yaitu AS harus kembali ke perjanjian nuklir 2015 yang ditanggalkan dua tahun lalu.
"Kebijakan tekanan maksimum Washington terhadap Iran telah gagal 100%. Jika Washington menginginkan kesepakatan dengan kami, maka mereka harus meminta maaf karena keluar dari kesepakatan dan kembali ke sana," kata Rouhani dalam konferensi pers yang disiarkan televisi seperti dikutip dari Asharq Al-Awsat, Rabu (26/8/2020). (Baca: Duduk Satu Meja dengan AS, Presiden Iran Ajukan Syarat )
Ketegangan yang panjang di antara dua negara musuh bebuyutan ini hampir meledak sejak 2018 ketika Presiden AS Donald Trump membatalkan kesepakatan yang dicapai oleh pendahulunya Barack Obama dan menerapkan kembali sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Menanggapi apa yang Washington sebut kampanye "tekanan maksimum" untuk memaksa Iran merundingkan kesepakatan baru, Teheran telah melanggar batasan utama pada aktivitas nuklir yang diberlakukan oleh perjanjian 2015. Sebelumnya Teheran menerima pembatasan terhadap program pengayaan uraniumnya dengan imbalan bantuan atas sanksi yang diterimanya.
Trump telah berjanji untuk mencapai kesepakatan baru - di mana dia akan mengupayakan batasan yang lebih ketat pada pengayaan, diakhirinya program rudal balistik Teheran dan perilaku jahat dalam berbagai konflik Timur Tengah - dalam beberapa minggu jika dia memenangkan pemilu pada bulan November.
"Trump telah banyak bicara. Presiden berikutnya, apakah itu Trump atau orang lain, harus mengadopsi pendekatan yang berbeda terhadap Iran," tegas Rouhani.
Pekan lalu AS mulai menerapkan kembali sanksi global PBB terhadap Iran, termasuk embargo senjata, dengan alasan Teheran melanggar kesepakatan nuklir 2015 meskipun Washington sendiri meninggalkan perjanjian itu dua tahun lalu. (Baca: Resmi, AS Aktifkan Klausul 'Snapback' Perjanjian Nuklir 2015 )
Anggota Dewan Keamanan PBB yaitu Prancis, Inggris dan Jerman (E3), yang bersama dengan Rusia dan China tetap dalam perjanjian, telah menolak langkah tersebut karena tidak berlaku mengingat kepergian Washington dari kesepakatan itu dan mengatakan itu merusak upaya untuk menahan aktivitas nuklir Iran. (Baca: Trio Eropa Tolak Pengaktifkan Klausul 'Snapback' Oleh AS )
Tetapi Menteri Luar Negeri Prancis, menggemakan sikap Inggris dan Jerman, mengatakan kepada mitranya dari Iran bahwa Paris khawatir tentang dampak embargo senjata yang berakhir pada bulan Oktober.
"Menteri menegaskan kembali keprihatinan kami tentang aktivitas destabilisasi Iran dan konsekuensi dari berakhirnya embargo senjata konvensional, dan mengatakan kepadanya tentang tekad E3 untuk mencari solusi yang menjaga keamanan dan stabilitas regional," kata wakil juru bicara kementerian Francois Delmas.(Baca: PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran )
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dari Israel mendesak Inggris untuk bergabung dalam upaya AS untuk memberlakukan kembali sanksi PBB selama kunjungan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab ke Yerusalem.
“Lihatlah agresi Iran hari ini, tanpa senjata nuklir. Betapa bahaya besar Iran bagi seluruh dunia jika mereka mendapatkan senjata nuklir," kata Netanyahu kepada Raab, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor perdana menteri.
Namun Iran berulang kali membantah berusaha mendapatkan senjata nuklir.
"Kebijakan tekanan maksimum Washington terhadap Iran telah gagal 100%. Jika Washington menginginkan kesepakatan dengan kami, maka mereka harus meminta maaf karena keluar dari kesepakatan dan kembali ke sana," kata Rouhani dalam konferensi pers yang disiarkan televisi seperti dikutip dari Asharq Al-Awsat, Rabu (26/8/2020). (Baca: Duduk Satu Meja dengan AS, Presiden Iran Ajukan Syarat )
Ketegangan yang panjang di antara dua negara musuh bebuyutan ini hampir meledak sejak 2018 ketika Presiden AS Donald Trump membatalkan kesepakatan yang dicapai oleh pendahulunya Barack Obama dan menerapkan kembali sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Menanggapi apa yang Washington sebut kampanye "tekanan maksimum" untuk memaksa Iran merundingkan kesepakatan baru, Teheran telah melanggar batasan utama pada aktivitas nuklir yang diberlakukan oleh perjanjian 2015. Sebelumnya Teheran menerima pembatasan terhadap program pengayaan uraniumnya dengan imbalan bantuan atas sanksi yang diterimanya.
Trump telah berjanji untuk mencapai kesepakatan baru - di mana dia akan mengupayakan batasan yang lebih ketat pada pengayaan, diakhirinya program rudal balistik Teheran dan perilaku jahat dalam berbagai konflik Timur Tengah - dalam beberapa minggu jika dia memenangkan pemilu pada bulan November.
"Trump telah banyak bicara. Presiden berikutnya, apakah itu Trump atau orang lain, harus mengadopsi pendekatan yang berbeda terhadap Iran," tegas Rouhani.
Pekan lalu AS mulai menerapkan kembali sanksi global PBB terhadap Iran, termasuk embargo senjata, dengan alasan Teheran melanggar kesepakatan nuklir 2015 meskipun Washington sendiri meninggalkan perjanjian itu dua tahun lalu. (Baca: Resmi, AS Aktifkan Klausul 'Snapback' Perjanjian Nuklir 2015 )
Anggota Dewan Keamanan PBB yaitu Prancis, Inggris dan Jerman (E3), yang bersama dengan Rusia dan China tetap dalam perjanjian, telah menolak langkah tersebut karena tidak berlaku mengingat kepergian Washington dari kesepakatan itu dan mengatakan itu merusak upaya untuk menahan aktivitas nuklir Iran. (Baca: Trio Eropa Tolak Pengaktifkan Klausul 'Snapback' Oleh AS )
Tetapi Menteri Luar Negeri Prancis, menggemakan sikap Inggris dan Jerman, mengatakan kepada mitranya dari Iran bahwa Paris khawatir tentang dampak embargo senjata yang berakhir pada bulan Oktober.
"Menteri menegaskan kembali keprihatinan kami tentang aktivitas destabilisasi Iran dan konsekuensi dari berakhirnya embargo senjata konvensional, dan mengatakan kepadanya tentang tekad E3 untuk mencari solusi yang menjaga keamanan dan stabilitas regional," kata wakil juru bicara kementerian Francois Delmas.(Baca: PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran )
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dari Israel mendesak Inggris untuk bergabung dalam upaya AS untuk memberlakukan kembali sanksi PBB selama kunjungan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab ke Yerusalem.
“Lihatlah agresi Iran hari ini, tanpa senjata nuklir. Betapa bahaya besar Iran bagi seluruh dunia jika mereka mendapatkan senjata nuklir," kata Netanyahu kepada Raab, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor perdana menteri.
Namun Iran berulang kali membantah berusaha mendapatkan senjata nuklir.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda