4 Dampak Pembantaian Warga Palestina yang Sedang Salat Subuh oleh Israel

Sabtu, 10 Agustus 2024 - 20:20 WIB
Pembantai warga Palestina yang sedang salat Subuh oleh Israel berdampak luas. Foto/EPA
GAZA - Serangan udara Israel di kompleks sekolah Gaza di mana warga sedang melaksanakan Salat Subuh menewaskan sekitar 100 orang.

Video dari lokasi kejadian menunjukkan potongan-potongan tubuh berserakan di tanah dan lebih banyak lagi tubuh yang dibawa pergi dan ditutupi selimut di lantai. Kaleng-kaleng makanan kosong tergeletak di genangan darah dan kasur yang terbakar serta boneka anak-anak di antara puing-puing.

Kantor media yang dipimpin Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa serangan itu terjadi ketika orang-orang yang berlindung di sekolah tersebut sedang melakukan salat subuh, yang menyebabkan banyak korban.



"Sejauh ini, ada lebih dari 93 martir, termasuk 11 anak-anak dan enam wanita. Ada jenazah yang tidak teridentifikasi," kata juru bicara Pertahanan Sipil Palestina, Mahmoud Bassal, dalam konferensi pers yang disiarkan televisi. Sekitar 6.000 orang telah berlindung di kompleks tersebut, katanya. Kementerian kesehatan Gaza sejauh ini belum memberikan rincian korban.

Dalam sebuah pernyataan dalam bahasa Ibrani, militer Israel mengatakan jumlah korban tewas dilebih-lebihkan. Dikatakan sekitar 20 pejuang Hamas dan Jihad Islam beroperasi di lokasi tersebut. "Kompleks tersebut, dan masjid yang diserang di dalamnya, berfungsi sebagai fasilitas militer Hamas dan Jihad Islam yang aktif," kata Letnan Kolonel Nadav Shoshani di X.

4 Dampak Pembantaian Warga Palestina yang Sedang Salat Subuh oleh Israel

1. Gencatan Senjata Akan Pupus

Hassan Barari, profesor hubungan internasional di Universitas Qatar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serangan yang mengakibatkan banyak korban oleh tentara Israel, seperti pembunuhan lebih dari 100 orang di Sekolah al-Tabin di Kota Gaza pagi ini, harus dilihat dalam konteks politik dalam negeri Israel dan perundingan gencatan senjata.

“Baru kemarin, [Menteri Keuangan Israel Bezalel] Smotrich mengatakan bahwa pergi ke Doha atau Kairo adalah semacam kapitulasi dan bahwa Israel tidak boleh pergi dan melakukan perundingan mengenai gencatan senjata”, kata Barari. “Jadi PM Netayhahu mencoba menenangkan orang-orang sayap kanan di pemerintahannya sendiri.”

Minggu ini, mediator Qatar, Mesir, dan AS merilis pernyataan bersama yang mendesak keras dimulainya kembali perundingan gencatan senjata, yang membuat Israel dan Netanyahu berada di bawah tekanan.

Namun, Barari melanjutkan, Netanyahu sendiri tidak menginginkan gencatan senjata, dan mengambil setiap kesempatan yang ada untuk merusak perundingan.

Dengan membunuh begitu banyak warga Palestina dalam insiden seperti serangan al-Tabin, Netanyahu mencoba mendorong Hamas agar lebih keras kepala untuk membenarkan pernyataannya bahwa kelompok Palestina tidak mau berunding, jelas Barari.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More