Biden Menyesal Gagal Bujuk Israel Ubah Kebijakan
Sabtu, 13 Juli 2024 - 14:01 WIB
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengakui penyesalannya atas ketidakmampuannya membujuk Israel untuk mengubah arahnya selama serangan gencar ke Gaza yang sedang berlangsung, meskipun telah berbulan-bulan melakukan upaya diplomatik.
Berbicara pada konferensi pers KTT NATO, Biden dengan jujur mengakui, "Ada banyak hal yang ingin saya yakinkan kepada Israel untuk dilakukan."
Pemimpin Amerika itu menyoroti beberapa contoh di mana dia yakin lebih banyak yang bisa dilakukan, termasuk meningkatkan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza, membatasi penggunaan persenjataan berat di daerah berpenduduk, mendorong gencatan senjata yang lebih cepat, dan memastikan keberhasilan pelabuhan darurat dari Siprus.
Biden secara khusus menyebutkan kekecewaannya mengenai pelabuhan darurat, yang kini telah dinonaktifkan setelah menghadapi berbagai tantangan.
"Saya kecewa karena hal-hal yang saya ajukan tidak berhasil juga. Seperti pelabuhan yang kami lekatkan dari Siprus, saya berharap itu akan lebih berhasil," ujar dia.
Biden juga mengkritik pemerintahan Israel saat ini, menggambarkan kabinet perang sebagai "salah satu yang paling konservatif dalam sejarah Israel".
Dia menekankan visinya untuk Gaza pascaperang, menekankan pentingnya solusi dua negara dan perlunya menghindari penjajahan Israel di Jalur Gaza.
Meskipun Biden menyatakan penyesalan, para kritikus berpendapat kebijakan AS secara konsisten memberikan dukungan yang tak tergoyahkan kepada Israel, bahkan dalam situasi di mana garis merah yang dikeluarkan Amerika telah dilanggar.
Pengakuan Biden tersebut muncul di tengah meningkatnya tekanan untuk mengambil sikap yang lebih tegas terhadap serangan Israel di Gaza yang telah merenggut nyawa lebih dari 40.000 warga Palestina, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
Menurut jurnal medis Inggris, The Lancet, jumlah korban tewas sebenarnya di Gaza dapat mencapai lebih dari 186.000, yang merupakan 8% dari populasi Gaza.
Biden menegaskan kembali komitmennya mengamankan gencatan senjata dan mengakhiri agresi militer Israel, dengan menyatakan, "Sudah waktunya untuk mengakhiri perang ini."
Namun, dia menghadapi perjuangan berat dalam menyeimbangkan upaya diplomatik dengan hubungan AS-Israel yang telah berlangsung lama, sembari mengatasi meningkatnya kekhawatiran atas penanganannya terhadap krisis tersebut.
Bagi banyak kritikus, ketidakmampuan Washington dalam mengendalikan Israel dan meminta pertanggungjawaban negara apartheid tersebut merupakan bukti lebih lanjut tentang pengaruh lobi pro-Israel di Amerika.
AS masih menjadi pemasok utama persenjataan yang digunakan Israel untuk membantai warga Palestina di Gaza.
Berbicara pada konferensi pers KTT NATO, Biden dengan jujur mengakui, "Ada banyak hal yang ingin saya yakinkan kepada Israel untuk dilakukan."
Pemimpin Amerika itu menyoroti beberapa contoh di mana dia yakin lebih banyak yang bisa dilakukan, termasuk meningkatkan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza, membatasi penggunaan persenjataan berat di daerah berpenduduk, mendorong gencatan senjata yang lebih cepat, dan memastikan keberhasilan pelabuhan darurat dari Siprus.
Biden secara khusus menyebutkan kekecewaannya mengenai pelabuhan darurat, yang kini telah dinonaktifkan setelah menghadapi berbagai tantangan.
"Saya kecewa karena hal-hal yang saya ajukan tidak berhasil juga. Seperti pelabuhan yang kami lekatkan dari Siprus, saya berharap itu akan lebih berhasil," ujar dia.
Biden juga mengkritik pemerintahan Israel saat ini, menggambarkan kabinet perang sebagai "salah satu yang paling konservatif dalam sejarah Israel".
Dia menekankan visinya untuk Gaza pascaperang, menekankan pentingnya solusi dua negara dan perlunya menghindari penjajahan Israel di Jalur Gaza.
Meskipun Biden menyatakan penyesalan, para kritikus berpendapat kebijakan AS secara konsisten memberikan dukungan yang tak tergoyahkan kepada Israel, bahkan dalam situasi di mana garis merah yang dikeluarkan Amerika telah dilanggar.
Pengakuan Biden tersebut muncul di tengah meningkatnya tekanan untuk mengambil sikap yang lebih tegas terhadap serangan Israel di Gaza yang telah merenggut nyawa lebih dari 40.000 warga Palestina, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
Menurut jurnal medis Inggris, The Lancet, jumlah korban tewas sebenarnya di Gaza dapat mencapai lebih dari 186.000, yang merupakan 8% dari populasi Gaza.
Biden menegaskan kembali komitmennya mengamankan gencatan senjata dan mengakhiri agresi militer Israel, dengan menyatakan, "Sudah waktunya untuk mengakhiri perang ini."
Namun, dia menghadapi perjuangan berat dalam menyeimbangkan upaya diplomatik dengan hubungan AS-Israel yang telah berlangsung lama, sembari mengatasi meningkatnya kekhawatiran atas penanganannya terhadap krisis tersebut.
Bagi banyak kritikus, ketidakmampuan Washington dalam mengendalikan Israel dan meminta pertanggungjawaban negara apartheid tersebut merupakan bukti lebih lanjut tentang pengaruh lobi pro-Israel di Amerika.
AS masih menjadi pemasok utama persenjataan yang digunakan Israel untuk membantai warga Palestina di Gaza.
(sya)
tulis komentar anda