Iran Pertimbangan Bikin Bom Nuklir, Bisa Picu Perang dengan Israel
Jum'at, 28 Juni 2024 - 09:28 WIB
TEHERAN - Kepemimpinan Iran sedang melakukan “perdebatan strategis” mengenai apakah sudah waktunya bagi negara itu untuk mulai membuat senjata nuklir.
Hal itu dilaporkan The New York Times pada Kamis (27/6/2024), mengutip empat pejabat Iran, termasuk diplomat dan anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran yang kuat.
Laporan itu menyataka tiga pejabat senior yang dekat dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah secara terbuka menyatakan dalam beberapa minggu terakhir bahwa doktrin tanpa senjata nuklir Iran dapat dibatalkan jika negara tersebut menganggap dirinya menghadapi ancaman nyata.
"Lingkaran kekuasaan Iran sedang mendiskusikan apakah ini waktunya untuk mempersenjatai program nuklir dan membuat bom," tulis media Amerika Serikat tersebut dalam laporannya.
Disebutkan bahwa Iran telah memperkaya uranium hingga kemurnian 60 persen untuk setidaknya tiga bom.
Mereka juga telah memasang 1.400 sentrifugal generasi berikutnya di fasilitas pengayaan Fordow dalam beberapa minggu terakhir, dan dengan demikian akan mampu melipatgandakan persediaan tersebut dalam beberapa minggu atau bulan jika diinginkan.
Menurut laporan tersebut, uranium yang diperkaya hingga 60% dapat diubah menjadi bahan bakar setingkat bom dalam hitungan hari atau minggu.
Mengutip para pejabat militer, laporan itu mengatakan fasilitas Fordow terkubur begitu dalam di bawah tanah, sehingga diperlukan serangan yang berulang-ulang dan tepat oleh penghancur bunker terbesar di Amerika Serikat untuk mencapai kedalaman tersebut.
Mengutip wawancara dengan belasan pejabat Amerika, Eropa, Iran dan Israel, dan dengan para pakar dari luar, The New York Times menilai bahwa Iran kini telah memperkuat perannya sebagai negara nuklir, berjalan sampai ke garis pembuatan senjata tanpa melangkahinya.
“Para pejabat Amerika terpecah mengenai pertanyaan apakah Iran bersiap mengambil langkah terakhir itu,” lanjut laporan itu.
Meskipun para pejabat AS mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa tidak ada bukti adanya upaya Iran untuk mempersenjatai uranium, Israel berpendapat bahwa upaya tersebut memang sedang dilakukan, dengan kedok penelitian universitas.
The New York Times mengaitkan “ekspansi nuklir” Iran baru-baru ini dengan serangan rudal dan pesawat tanpa awak yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada bulan April, dan mengatakan beberapa pemimpin Iran percaya bahwa serangan tersebut, yang hampir seluruhnya digagalkan oleh Israel dan sekutu pimpinan AS, menggarisbawahi “perlunya sebuah pencegah yang jauh lebih kuat".
“Meskipun masih memerlukan waktu lebih dari satu tahun untuk benar-benar memproduksi senjata tersebut,” imbuh laporan The New York Times.
"Pertanyaannya adalah apakah agen mata-mata Amerika atau Israel akan mendeteksi tindakan tersebut dan mampu menghentikannya.”
Jika Iran melakukan pengayaan uranium pada tingkat saat ini beberapa tahun yang lalu, ketika wilayah tersebut tidak seketat sekarang, Israel hampir pasti akan mempertimbangkan opsi militer untuk menyerang fasilitas nuklir Iran, papar surat kabar itu lebih lanjut, mengutip diplomat Eropa yang terlibat dalam diskusi dengan Iran.
Pada hari Selasa, pada pertemuan di Pentagon dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, mengatakan bahwa “waktu hampir habis” dalam perjuangan untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir, dan menekankan bahwa Israel dan AS harus bekerja sama untuk mencegah ancaman tersebut menjadi nyata.
“Ancaman terbesar terhadap masa depan dunia dan masa depan kawasan kita adalah Iran,” kata Gallant.
“Sekarang adalah waktunya untuk mewujudkan komitmen pemerintah Amerika selama bertahun-tahun yang berjanji mencegah Iran memiliki senjata nuklir.”
Menurut laporan Axios, mengutip tiga pejabat Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membentuk kembali serangkaian kelompok kerja dua minggu lalu untuk menangani program nuklir Iran, di tengah kekhawatiran bahwa Republik Islam tersebut akan berupaya membuat bom nuklir pada awal Januari.
Perhatian baru terhadap program nuklir Iran muncul setelah intelijen baru mengindikasikan bahwa Iran mungkin sedang mengawasinya untuk “mempersingkat jadwal” penggunaan nuklir, menurut Yaakov Nagel, mantan penasihat keamanan nasional Israel yang masih dekat dengan perdana menteri.
"Penelitian Iran dilakukan di bawah payung akademis,” kata Nagel. "Dan diyakini tanpa persetujuan resmi dari Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei. Para pejabat intelijen di AS dan Israel percaya bahwa Khamenei mengetahui aktivitas tersebut tetapi berusaha untuk mempertahankan penyangkalan."
Hal itu dilaporkan The New York Times pada Kamis (27/6/2024), mengutip empat pejabat Iran, termasuk diplomat dan anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran yang kuat.
Laporan itu menyataka tiga pejabat senior yang dekat dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah secara terbuka menyatakan dalam beberapa minggu terakhir bahwa doktrin tanpa senjata nuklir Iran dapat dibatalkan jika negara tersebut menganggap dirinya menghadapi ancaman nyata.
"Lingkaran kekuasaan Iran sedang mendiskusikan apakah ini waktunya untuk mempersenjatai program nuklir dan membuat bom," tulis media Amerika Serikat tersebut dalam laporannya.
Disebutkan bahwa Iran telah memperkaya uranium hingga kemurnian 60 persen untuk setidaknya tiga bom.
Mereka juga telah memasang 1.400 sentrifugal generasi berikutnya di fasilitas pengayaan Fordow dalam beberapa minggu terakhir, dan dengan demikian akan mampu melipatgandakan persediaan tersebut dalam beberapa minggu atau bulan jika diinginkan.
Menurut laporan tersebut, uranium yang diperkaya hingga 60% dapat diubah menjadi bahan bakar setingkat bom dalam hitungan hari atau minggu.
Mengutip para pejabat militer, laporan itu mengatakan fasilitas Fordow terkubur begitu dalam di bawah tanah, sehingga diperlukan serangan yang berulang-ulang dan tepat oleh penghancur bunker terbesar di Amerika Serikat untuk mencapai kedalaman tersebut.
Mengutip wawancara dengan belasan pejabat Amerika, Eropa, Iran dan Israel, dan dengan para pakar dari luar, The New York Times menilai bahwa Iran kini telah memperkuat perannya sebagai negara nuklir, berjalan sampai ke garis pembuatan senjata tanpa melangkahinya.
“Para pejabat Amerika terpecah mengenai pertanyaan apakah Iran bersiap mengambil langkah terakhir itu,” lanjut laporan itu.
Meskipun para pejabat AS mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa tidak ada bukti adanya upaya Iran untuk mempersenjatai uranium, Israel berpendapat bahwa upaya tersebut memang sedang dilakukan, dengan kedok penelitian universitas.
The New York Times mengaitkan “ekspansi nuklir” Iran baru-baru ini dengan serangan rudal dan pesawat tanpa awak yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada bulan April, dan mengatakan beberapa pemimpin Iran percaya bahwa serangan tersebut, yang hampir seluruhnya digagalkan oleh Israel dan sekutu pimpinan AS, menggarisbawahi “perlunya sebuah pencegah yang jauh lebih kuat".
“Meskipun masih memerlukan waktu lebih dari satu tahun untuk benar-benar memproduksi senjata tersebut,” imbuh laporan The New York Times.
"Pertanyaannya adalah apakah agen mata-mata Amerika atau Israel akan mendeteksi tindakan tersebut dan mampu menghentikannya.”
Jika Iran melakukan pengayaan uranium pada tingkat saat ini beberapa tahun yang lalu, ketika wilayah tersebut tidak seketat sekarang, Israel hampir pasti akan mempertimbangkan opsi militer untuk menyerang fasilitas nuklir Iran, papar surat kabar itu lebih lanjut, mengutip diplomat Eropa yang terlibat dalam diskusi dengan Iran.
Pada hari Selasa, pada pertemuan di Pentagon dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, mengatakan bahwa “waktu hampir habis” dalam perjuangan untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir, dan menekankan bahwa Israel dan AS harus bekerja sama untuk mencegah ancaman tersebut menjadi nyata.
“Ancaman terbesar terhadap masa depan dunia dan masa depan kawasan kita adalah Iran,” kata Gallant.
“Sekarang adalah waktunya untuk mewujudkan komitmen pemerintah Amerika selama bertahun-tahun yang berjanji mencegah Iran memiliki senjata nuklir.”
Menurut laporan Axios, mengutip tiga pejabat Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membentuk kembali serangkaian kelompok kerja dua minggu lalu untuk menangani program nuklir Iran, di tengah kekhawatiran bahwa Republik Islam tersebut akan berupaya membuat bom nuklir pada awal Januari.
Perhatian baru terhadap program nuklir Iran muncul setelah intelijen baru mengindikasikan bahwa Iran mungkin sedang mengawasinya untuk “mempersingkat jadwal” penggunaan nuklir, menurut Yaakov Nagel, mantan penasihat keamanan nasional Israel yang masih dekat dengan perdana menteri.
"Penelitian Iran dilakukan di bawah payung akademis,” kata Nagel. "Dan diyakini tanpa persetujuan resmi dari Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei. Para pejabat intelijen di AS dan Israel percaya bahwa Khamenei mengetahui aktivitas tersebut tetapi berusaha untuk mempertahankan penyangkalan."
(mas)
tulis komentar anda