Serangan Israel Menggila, Rumah Sakit Rafah Bersiap Terima Gelombang Besar Korban
Sabtu, 18 Mei 2024 - 14:05 WIB
RAFAH - Rumah Sakit Khusus Kuwait adalah salah satu dari sedikit tempat di Rafah yang dapat dijadikan tempat perawatan oleh orang-orang yang terluka atau sekarat.
Meski demikian, peran tersebut akan mendapat tekanan yang tak tertahankan jika Israel melancarkan serangan besar-besaran ke kota Gaza selatan, menurut para dokter di sana pada Reuters.
Pasukan Israel akan menyerang Rafah secara besar-besaran hingga dapat mengakibatkan korban jiwa dalam jumlah besar di daerah yang menjadi tempat perlindungan terakhir pengungsi.
Staf di Rumah Sakit Khusus tersebut khawatir serangan semacam itu akan mengakibatkan banyaknya pasien baru yang akan membebani dokter yang kelelahan, yang sudah mengeluhkan kekurangan obat-obatan dan peralatan yang memadai.
“Kami telah berada di sini sejak awal perang hingga sekarang, dan saya berharap mereka tidak menargetkan kami, mereka tidak mengancam kami,” ujar dokter Jamal Al-Hams.
“Saya berharap seluruh tim medis akan terus memberikan layanannya kepada mereka yang terluka, kepada pasien yang sakit kritis, kepada orang-orang yang memiliki penyakit kronis,” papar dia.
Saat ambulans berada di gerbang rumah sakit, gumpalan asap membubung ke udara di dekatnya.
Sistem medis di Gaza hampir runtuh akibat pemboman Israel setelah serangan pimpinan Hamas terhadap negara tersebut pada tanggal 7 Oktober ketika orang-orang bersenjata menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang.
Israel telah membunuh lebih dari 35.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 75.000 orang, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Dokter mengeluh bahwa mereka harus melakukan operasi, termasuk amputasi, tanpa anestesi atau obat penghilang rasa sakit.
Warga Palestina, Abdelilah Farhat, pasien di rumah sakit tersebut, mengatakan dia selamat dari kematian saat dia keluar mencari toko kelontong yang buka.
“Alhamdulillah, Allah sudah menakdirkan bahwa saya akan terluka, dan Dia menyelamatkan saya. Roket itu jatuh hanya satu meter dari seorang pria,” papar dia.
“Mereka (Israel) menjatuhkan roket ke warga sipil yang sedang berjalan, mereka hanya mencari makanan untuk dimakan,” ungkap dia.
Para saksi dan profesional medis mengatakan pasukan Israel telah menyerang rumah sakit, memblokade rumah sakit tersebut dan membunuh dokter serta warga sipil lainnya di sana.
Penutupan Penyeberangan Rafah antara Gaza selatan dan Mesir telah memperdalam kecemasan dan trauma bagi pasien yang sangat membutuhkan pertolongan medis di luar negeri.
Rafah telah menjadi saluran utama bagi bantuan kemanusiaan untuk memasuki daerah kantong tersebut, jalur pasokan medis dan titik keluar bagi para pengungsi medis yang mencari perawatan di luar wilayah yang terkepung.
Israel mengatakan, pada 7 Mei, mereka telah mengambil kendali operasional atas Penyeberangan tersebut, dan bersumpah mereka tidak akan berkompromi dalam mencegah Hamas mempunyai peran di masa depan di sana.
“Persediaan medis terakhir yang kami dapatkan di Gaza adalah sebelum 6 Mei,” ujar juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tarik Jasarevic pada konferensi pers PBB pada hari Jumat.
“Kami tidak punya bahan bakar; kami memiliki rumah sakit yang berada di bawah perintah evakuasi; kami menghadapi situasi di mana kami tidak dapat bergerak secara fisik,” ungkap dia.
Meski demikian, peran tersebut akan mendapat tekanan yang tak tertahankan jika Israel melancarkan serangan besar-besaran ke kota Gaza selatan, menurut para dokter di sana pada Reuters.
Pasukan Israel akan menyerang Rafah secara besar-besaran hingga dapat mengakibatkan korban jiwa dalam jumlah besar di daerah yang menjadi tempat perlindungan terakhir pengungsi.
Staf di Rumah Sakit Khusus tersebut khawatir serangan semacam itu akan mengakibatkan banyaknya pasien baru yang akan membebani dokter yang kelelahan, yang sudah mengeluhkan kekurangan obat-obatan dan peralatan yang memadai.
“Kami telah berada di sini sejak awal perang hingga sekarang, dan saya berharap mereka tidak menargetkan kami, mereka tidak mengancam kami,” ujar dokter Jamal Al-Hams.
“Saya berharap seluruh tim medis akan terus memberikan layanannya kepada mereka yang terluka, kepada pasien yang sakit kritis, kepada orang-orang yang memiliki penyakit kronis,” papar dia.
Saat ambulans berada di gerbang rumah sakit, gumpalan asap membubung ke udara di dekatnya.
Sistem medis di Gaza hampir runtuh akibat pemboman Israel setelah serangan pimpinan Hamas terhadap negara tersebut pada tanggal 7 Oktober ketika orang-orang bersenjata menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang.
Israel telah membunuh lebih dari 35.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 75.000 orang, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Dokter mengeluh bahwa mereka harus melakukan operasi, termasuk amputasi, tanpa anestesi atau obat penghilang rasa sakit.
Kecemasan dan Trauma
Warga Palestina, Abdelilah Farhat, pasien di rumah sakit tersebut, mengatakan dia selamat dari kematian saat dia keluar mencari toko kelontong yang buka.
“Alhamdulillah, Allah sudah menakdirkan bahwa saya akan terluka, dan Dia menyelamatkan saya. Roket itu jatuh hanya satu meter dari seorang pria,” papar dia.
“Mereka (Israel) menjatuhkan roket ke warga sipil yang sedang berjalan, mereka hanya mencari makanan untuk dimakan,” ungkap dia.
Para saksi dan profesional medis mengatakan pasukan Israel telah menyerang rumah sakit, memblokade rumah sakit tersebut dan membunuh dokter serta warga sipil lainnya di sana.
Penutupan Penyeberangan Rafah antara Gaza selatan dan Mesir telah memperdalam kecemasan dan trauma bagi pasien yang sangat membutuhkan pertolongan medis di luar negeri.
Rafah telah menjadi saluran utama bagi bantuan kemanusiaan untuk memasuki daerah kantong tersebut, jalur pasokan medis dan titik keluar bagi para pengungsi medis yang mencari perawatan di luar wilayah yang terkepung.
Israel mengatakan, pada 7 Mei, mereka telah mengambil kendali operasional atas Penyeberangan tersebut, dan bersumpah mereka tidak akan berkompromi dalam mencegah Hamas mempunyai peran di masa depan di sana.
“Persediaan medis terakhir yang kami dapatkan di Gaza adalah sebelum 6 Mei,” ujar juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tarik Jasarevic pada konferensi pers PBB pada hari Jumat.
“Kami tidak punya bahan bakar; kami memiliki rumah sakit yang berada di bawah perintah evakuasi; kami menghadapi situasi di mana kami tidak dapat bergerak secara fisik,” ungkap dia.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda