Biden Akui Bom AS Digunakan Israel untuk Bantai Rakyat Palestina
Kamis, 09 Mei 2024 - 11:33 WIB
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengakui bahwa Israel telah menggunakan bom yang dipasok Amerika untuk membantai rakyat Palestina dalam perang tujuh bulan terakhir di Gaza.
Pengakuan itu munul saat Biden mengonfirmasi bahwa AS menghentikan pasokan bom ke Israel setelah militer Zionis nekat meluncurkan invasi darat ke Rafah, Gaza selatan.
“Saya tegaskan bahwa jika mereka masuk ke Rafah…saya tidak akan memasok senjata yang pernah digunakan dalam sejarah untuk menghadapi Rafah, untuk menangani kota-kota [Palestina] tersebut,” kata Biden dalam sebuah wawancara dengan CNN.
Komentar Biden mewakili bahasa publiknya yang paling kuat hingga saat ini dalam upayanya untuk mencegah serangan Israel di Rafah, sekaligus menggarisbawahi keretakan yang semakin besar antara AS dan sekutu terkuatnya di Timur Tengah tersebut.
Biden mengakui senjata AS telah digunakan oleh Israel untuk membantai rakyat Palestina di Gaza, tempat Israel melancarkan invasi brutal selama tujuh bulan yang bertujuan untuk mengalahkan Hamas. Kampanye militer Israel sejauh ini telah menewaskan 34.789 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, kata Kementerian Kesehatan Gaza.
“Warga sipil telah terbunuh di Gaza sebagai akibat dari bom-bom tersebut dan cara-cara lain yang mereka lakukan untuk menyerang pusat-pusat pemukiman,” kata Biden ketika ditanya tentang bom seberat 2.000 pon yang dikirim ke Israel, sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (9/5/2024).
Seorang pejabat senior AS, yang berbicara tanpa bersedia disebutkan namanya, mengatakan bahwa Washington telah meninjau dengan cermat pengiriman senjata yang mungkin digunakan di Rafah dan sebagai hasilnya menghentikan pengiriman yang terdiri dari 1.800 bom seberat 2.000 pon dan 1.700 bom seberat 500 pon.
Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, tidak yakin AS akan berhenti memasok senjata ke Israel.
Israel pada minggu ini menyerang Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mengungsi, namun Biden mengatakan dia tidak menganggap serangan Israel sebagai invasi skala penuh karena serangan tersebut tidak menyerang “pusat populasi”.
Wawancara Biden dirilis beberapa jam setelah Menteri Pertahanan Lloyd J Austin III secara terbuka mengakui keputusan Biden untuk menghentikan pengiriman ribuan bom berat karena kekhawatirannya terhadap Rafah, di mana Washington menentang invasi besar-besaran Israel tanpa perlindungan sipil.
Amerika Serikat sejauh ini merupakan pemasok senjata terbesar ke Israel, dan mereka mempercepat pengirimannya setelah serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023.
Pada 2016, pemerintah AS dan Israel menandatangani Nota Kesepahaman 10 tahun ketiga yang memberikan bantuan militer sebesar USD38 miliar selama 10 tahun, hibah sebesar USD33 miliar untuk membeli peralatan militer, dan USD5 miliar untuk sistem pertahanan rudal. Bulan lalu, Kongres AS menyetujui pendanaan tambahan sebesar USD26 miliar untuk Israel.
Biden sebelumnya mengatakan AS akan terus memberikan senjata pertahanan kepada Israel, termasuk sistem pertahanan udara Iron Dome.
“Kami akan terus memastikan Israel aman dalam hal Iron Dome dan kemampuan mereka menanggapi serangan yang terjadi di Timur Tengah baru-baru ini,” katanya. “Tapi itu salah. Kami tidak akan melakukannya—kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri.”
Biden juga mengatakan kepada CNN bahwa dia bekerja sama dengan negara-negara Arab yang siap membangun kembali Gaza dan membantu transisi menuju solusi dua negara, menyusul perang antara Hamas dan Israel.
Pengakuan itu munul saat Biden mengonfirmasi bahwa AS menghentikan pasokan bom ke Israel setelah militer Zionis nekat meluncurkan invasi darat ke Rafah, Gaza selatan.
“Saya tegaskan bahwa jika mereka masuk ke Rafah…saya tidak akan memasok senjata yang pernah digunakan dalam sejarah untuk menghadapi Rafah, untuk menangani kota-kota [Palestina] tersebut,” kata Biden dalam sebuah wawancara dengan CNN.
Komentar Biden mewakili bahasa publiknya yang paling kuat hingga saat ini dalam upayanya untuk mencegah serangan Israel di Rafah, sekaligus menggarisbawahi keretakan yang semakin besar antara AS dan sekutu terkuatnya di Timur Tengah tersebut.
Biden mengakui senjata AS telah digunakan oleh Israel untuk membantai rakyat Palestina di Gaza, tempat Israel melancarkan invasi brutal selama tujuh bulan yang bertujuan untuk mengalahkan Hamas. Kampanye militer Israel sejauh ini telah menewaskan 34.789 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, kata Kementerian Kesehatan Gaza.
“Warga sipil telah terbunuh di Gaza sebagai akibat dari bom-bom tersebut dan cara-cara lain yang mereka lakukan untuk menyerang pusat-pusat pemukiman,” kata Biden ketika ditanya tentang bom seberat 2.000 pon yang dikirim ke Israel, sebagaimana dikutip Reuters, Kamis (9/5/2024).
Seorang pejabat senior AS, yang berbicara tanpa bersedia disebutkan namanya, mengatakan bahwa Washington telah meninjau dengan cermat pengiriman senjata yang mungkin digunakan di Rafah dan sebagai hasilnya menghentikan pengiriman yang terdiri dari 1.800 bom seberat 2.000 pon dan 1.700 bom seberat 500 pon.
Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, tidak yakin AS akan berhenti memasok senjata ke Israel.
Israel pada minggu ini menyerang Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mengungsi, namun Biden mengatakan dia tidak menganggap serangan Israel sebagai invasi skala penuh karena serangan tersebut tidak menyerang “pusat populasi”.
Wawancara Biden dirilis beberapa jam setelah Menteri Pertahanan Lloyd J Austin III secara terbuka mengakui keputusan Biden untuk menghentikan pengiriman ribuan bom berat karena kekhawatirannya terhadap Rafah, di mana Washington menentang invasi besar-besaran Israel tanpa perlindungan sipil.
Amerika Serikat sejauh ini merupakan pemasok senjata terbesar ke Israel, dan mereka mempercepat pengirimannya setelah serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023.
Pada 2016, pemerintah AS dan Israel menandatangani Nota Kesepahaman 10 tahun ketiga yang memberikan bantuan militer sebesar USD38 miliar selama 10 tahun, hibah sebesar USD33 miliar untuk membeli peralatan militer, dan USD5 miliar untuk sistem pertahanan rudal. Bulan lalu, Kongres AS menyetujui pendanaan tambahan sebesar USD26 miliar untuk Israel.
Biden sebelumnya mengatakan AS akan terus memberikan senjata pertahanan kepada Israel, termasuk sistem pertahanan udara Iron Dome.
“Kami akan terus memastikan Israel aman dalam hal Iron Dome dan kemampuan mereka menanggapi serangan yang terjadi di Timur Tengah baru-baru ini,” katanya. “Tapi itu salah. Kami tidak akan melakukannya—kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri.”
Biden juga mengatakan kepada CNN bahwa dia bekerja sama dengan negara-negara Arab yang siap membangun kembali Gaza dan membantu transisi menuju solusi dua negara, menyusul perang antara Hamas dan Israel.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda