Pakar Cibir Niat Prancis Kirim Tentara ke Ukraina: Seperti Anjing Kencing di Odesa
Kamis, 21 Maret 2024 - 12:10 WIB
MOSKOW - Seorang pakar keamanan dan geopolitik mencibir Prancis yang tidak mengesampingkan opsi mengirim tentara ke Ukraina untuk membantu Kyiv melawan pasukan Rusia.
Mark Sleboda, pakar yang berbasis di Moskow, mengatakan pengerahan tentara Prancis ke Odesa, Ukraina, jika benar-benar dilakukan, akan sia-sia.
Kepala Intelijen Luar Negeri Rusia Sergey Naryshkin mengatakan pada hari Selasa bahwa sekitar 2.000 tentara Prancis sedang dipersiapkan untuk ditempatkan di wilayah Odesa.
Sleboda percaya Presiden Emmanuel Macron berpikir bahwa jika pasukan Prancis dibunuh oleh pasukan Rusia di Odesa, maka hal itu akan menciptakan lebih banyak dukungan di dalam negeri dan membantu memobilisasi secara politik negara-negara Eropa lainnya untuk ikut berperang di Ukraina.
“Saya pikir jika Macron mengirim pasukannya ke Odessa, jelas bukan kekuatan yang mampu melawan Rusia dalam pertarungan sengit di medan perang, tetapi sebagai semacam kekuatan manusia. Ini sama saja dengan NATO, seperti seekor anjing, yang kencing di Odessa, menandainya sebagai wilayah NATO,” kata Sleboda kepada program The Critical Hour dari Sputnik, yang dilansir Kamis (21/3/2024).
“Tentu saja, dengan kematian pasukan NATO yang resmi berseragam di Ukraina, hal itu akan membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi,” paparnya.
Sleboda meramalkan bahwa akan ada “permainan perang informasi" yang sangat besar, yang sasarannya adalah rakyat Perancis dan negara-negara anggota NATO lainnya.
Dia mencatat bahwa Finlandia, Republik Ceko, negara-negara Baltik dan Kanada semuanya telah menyatakan bahwa mereka akan melakukan hal yang sama, yakni bergabung dengan Prancis.
Pada hari Selasa, Kepala Staf Angkatan Darat Prancis Jenderal Pierre Schill mengatakan dalam sebuah opini di Le Monde bahwa pasukannya siap untuk menanggapi pertempuran terberat dan menegaskan bahwa negaranya dapat melibatkan divisi 20.000 tentara dalam waktu 30 hari.
“Dia salah. Tentara Prancis pastinya tidak siap menghadapi hal ini,” kata Sleboda, mengomentari pernyataan sang jenderal.
“Jika mereka terlibat dalam konflik berintensitas tinggi seperti yang dilakukan rezim Kyiv, yang menembakkan lebih sedikit peluru artileri dibandingkan Rusia, maka Prancis akan memiliki cukup peluru artileri untuk empat hari konflik dengan Rusia. Empat hari,” terang Sleboda.
Sebagai perbandingan, Rusia memiliki lebih dari 600.000 tentara yang dikerahkan di zona perang Ukraina, menurut analisis Rusia dan Barat.
“Ada kemungkinan Prancis percaya bahwa Rusia tidak akan menembaki pasukan Prancis ini, [karena] mereka mengenakan seragam, karena takut menyerang anggota NATO, meskipun tentu saja Pasal Lima NATO tidak berlaku,” papar Sleboda.
Pasal Lima NATO adalah klausul yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota NATO akan berarti serangan terhadap seluruh anggota aliansi, sehingga akan memicu respons kolektif.
Pembawa acara The Critical Hour, Wilmer Leon, bertanya apakah Macron benar-benar percaya bahwa kekalahan besar belum akan terjadi, Sleboda menjawab dengan menggambarkan “taktik pemotongan salami” yang bersifat inkrementalisme.
“Saat ini para pemimpin NATO secara terbuka mengakui, ‘ya, kami punya pasukan di seluruh Ukraina. Mereka sangat terlibat dalam semua operasi pertempuran',” katanya, mengutip laporan sebuah surat kabar berbahasa Spanyol.
“Rusia masih belum mengambil tindakan pembalasan apa pun terhadap NATO di luar Ukraina, di luar parameter perang proksi. Jadi, saya pikir ini adalah satu lagi eskalasi yang mereka yakini dapat mereka lalui [menggunakan] inkrementalisme," terangnya.
Mark Sleboda, pakar yang berbasis di Moskow, mengatakan pengerahan tentara Prancis ke Odesa, Ukraina, jika benar-benar dilakukan, akan sia-sia.
Kepala Intelijen Luar Negeri Rusia Sergey Naryshkin mengatakan pada hari Selasa bahwa sekitar 2.000 tentara Prancis sedang dipersiapkan untuk ditempatkan di wilayah Odesa.
Sleboda percaya Presiden Emmanuel Macron berpikir bahwa jika pasukan Prancis dibunuh oleh pasukan Rusia di Odesa, maka hal itu akan menciptakan lebih banyak dukungan di dalam negeri dan membantu memobilisasi secara politik negara-negara Eropa lainnya untuk ikut berperang di Ukraina.
“Saya pikir jika Macron mengirim pasukannya ke Odessa, jelas bukan kekuatan yang mampu melawan Rusia dalam pertarungan sengit di medan perang, tetapi sebagai semacam kekuatan manusia. Ini sama saja dengan NATO, seperti seekor anjing, yang kencing di Odessa, menandainya sebagai wilayah NATO,” kata Sleboda kepada program The Critical Hour dari Sputnik, yang dilansir Kamis (21/3/2024).
“Tentu saja, dengan kematian pasukan NATO yang resmi berseragam di Ukraina, hal itu akan membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi,” paparnya.
Sleboda meramalkan bahwa akan ada “permainan perang informasi" yang sangat besar, yang sasarannya adalah rakyat Perancis dan negara-negara anggota NATO lainnya.
Dia mencatat bahwa Finlandia, Republik Ceko, negara-negara Baltik dan Kanada semuanya telah menyatakan bahwa mereka akan melakukan hal yang sama, yakni bergabung dengan Prancis.
Pada hari Selasa, Kepala Staf Angkatan Darat Prancis Jenderal Pierre Schill mengatakan dalam sebuah opini di Le Monde bahwa pasukannya siap untuk menanggapi pertempuran terberat dan menegaskan bahwa negaranya dapat melibatkan divisi 20.000 tentara dalam waktu 30 hari.
“Dia salah. Tentara Prancis pastinya tidak siap menghadapi hal ini,” kata Sleboda, mengomentari pernyataan sang jenderal.
“Jika mereka terlibat dalam konflik berintensitas tinggi seperti yang dilakukan rezim Kyiv, yang menembakkan lebih sedikit peluru artileri dibandingkan Rusia, maka Prancis akan memiliki cukup peluru artileri untuk empat hari konflik dengan Rusia. Empat hari,” terang Sleboda.
Sebagai perbandingan, Rusia memiliki lebih dari 600.000 tentara yang dikerahkan di zona perang Ukraina, menurut analisis Rusia dan Barat.
“Ada kemungkinan Prancis percaya bahwa Rusia tidak akan menembaki pasukan Prancis ini, [karena] mereka mengenakan seragam, karena takut menyerang anggota NATO, meskipun tentu saja Pasal Lima NATO tidak berlaku,” papar Sleboda.
Pasal Lima NATO adalah klausul yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota NATO akan berarti serangan terhadap seluruh anggota aliansi, sehingga akan memicu respons kolektif.
Pembawa acara The Critical Hour, Wilmer Leon, bertanya apakah Macron benar-benar percaya bahwa kekalahan besar belum akan terjadi, Sleboda menjawab dengan menggambarkan “taktik pemotongan salami” yang bersifat inkrementalisme.
“Saat ini para pemimpin NATO secara terbuka mengakui, ‘ya, kami punya pasukan di seluruh Ukraina. Mereka sangat terlibat dalam semua operasi pertempuran',” katanya, mengutip laporan sebuah surat kabar berbahasa Spanyol.
“Rusia masih belum mengambil tindakan pembalasan apa pun terhadap NATO di luar Ukraina, di luar parameter perang proksi. Jadi, saya pikir ini adalah satu lagi eskalasi yang mereka yakini dapat mereka lalui [menggunakan] inkrementalisme," terangnya.
(mas)
tulis komentar anda