3 Sandera di Gaza yang Dibunuh Tentara Israel Sudah Teriak Tolong dan Kibarkan Bendera Putih

Minggu, 17 Desember 2023 - 09:37 WIB
Tiga sandera asal Israel yang dibunuh tentara Zionis Israel di Gaza karena dikira sebagai musuh sebenarnya sudah teriak tolong dan mengibarkan bendera putih. Foto/IDF Spokespersons Unit
TEL AVIV - Tiga sandera asal Israel yang ditembak mati para tentara Zionis di Gaza karena dikira sebagai musuh sebenarnya sudah berteriak "tolong" dan mengibarkan bendera putih.

Panglima Militer atau Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Herzi Halevi mengatakan insiden tragis pada hari Jumat itu merupakan pelanggaran aturan oleh para tentara IDF.

Mengutip laporan Jerusalem Post, Minggu (17/12/2023), para prajurit Zionis Israel menembaki para sandera meskipun mereka berteriak “tolong!” dalam bahasa Ibrani, telanjang dari pinggang ke atas, dan mengibarkan bendera putih.





Halevi mengatakan bahwa pada tahap ini IDF menganggapnya sebagai kesalahan dan pelanggaran tragis dalam keadaan yang sangat sulit tanpa hukuman.

Namun, lanjut dia, secara teori masih ada proses pidana di kemudian hari yang dipimpin oleh divisi hukum IDF.

Biasanya, dalam kasus seperti ini, divisi tersebut menunggu untuk menyelidiki masalah tersebut hingga menerima perintah investigasi yang lengkap dan final.

Namun ada beberapa kasus di mana bukti awal cukup kuat untuk memulai penyelidikan kriminal dan tentara yang terlibat langsung ditangkap dan diinterogasi dengan hati-hati, hal yang belum dilakukan hingga saat ini.

Insiden tersebut terjadi di lingkungan Shujaiya di Kota Gaza, sebuah wilayah pertempuran sengit di mana Hamas beroperasi dan menggunakan taktik penyamaran yang rumit.



Beberapa dari taktik Hamas tersebut termasuk mencoba menggunakan bendera putih, boneka binatang, atau wanita yang tampaknya tidak berbahaya untuk membuat tentara IDF mendekati suatu daerah, di mana beberapa milisi kemudian melepaskan tembakan atau meledakkan alat peledak jarak jauh.

Ketiga sandera yang ditembak mati—Yotam Haim, Samer Talalka, dan Alon Shamriz,—sebelumnya ditawan selama serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap komunitas Israel selatan.

Menurut penyelidikan awal, para sandera berdiri di dekat sebuah gedung dengan tulisan “help” dan “SOS” yang dilukis dengan cat semprot di dinding luarnya.

Selain itu, IDF juga menemukan pesan bertuliskan “three hostages—help,” di gedung-gedung tersebut dua hari sebelum bentrokan mematikan pecah.

Awalnya, militer menghindari gedung-gedung tersebut dengan pesan-pesan yang diyakini sebagai jebakan Hamas.

Akhirnya, salah satu tentara IDF melakukan kontak mata langsung dengan ketiga sandera tersebut pada jarak puluhan meter.

Para sandera mengibarkan bendera putih, berteriak minta tolong, dan membiarkan tubuh bagian atas mereka telanjang agar tidak ada yang curiga mereka menyembunyikan bom di balik baju mereka.

Namun, seorang tentara IDF menembaki tiga sandera.

Selanjutnya, tentara menyimpulkan bahwa tembakan awal ini menewaskan dua sandera, dan hanya melukai sandera ketiga, yang berlari kembali ke gedung tempat dia keluar bersama dua sandera lainnya.

Pada tahap tersebut, komandan batalion meminta semua pasukan IDF untuk melakukan gencatan senjata sebagai tindakan operasional agar pasukan lain di gedung-gedung terdekat dapat keluar tanpa terkena tembakan teman.

Beberapa menit kemudian, sandera ketiga yang terluka keluar lagi dari gedung, memohon untuk kedua kalinya agar diselamatkan. Dua kelompok tentara berbeda selain prajurit asli yang membunuh dua lainnya menembaknya hingga tewas.

IDF masih mengklarifikasi apakah ketiga sandera tersebut lolos dari penawanan Hamas, apakah penculiknya terbunuh, atau skenario lainnya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Israel berduka atas kematian tiga sandera yang dibunuh tentara IDF karena keliru mengidentifikasi pada hari Jumat.

“Ketika saya diberitahu tentang tragedi mengerikan itu, saya terkejut,” kata Netanyahu.

"Ketiga pria tersebut bertahan selama 70 hari dan hanya selangkah lagi dari kebebasan dan saat itulah bencana terjadi. Itu menghancurkan hati saya; itu menghancurkan hati seluruh bangsa. Hati kami tertuju kepada keluarga di saat mereka berduka,” katanya.

“Saya dihantui oleh satu pemikiran—'Apa yang akan terjadi jika ada sesuatu yang berbeda?' Saya yakin pemikiran ini juga dimiliki oleh Anda semua. Kami hampir saja memeluk mereka. Namun sayangnya, waktu tidak dapat diputar kembali. Siapapun yang pernah bertempur di medan perang tahu bahwa hanya ada jarak tipis antara kemenangan dan bencana,” kata Netanyahu.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More