Mampukah AS dan Israel Menghentikan Aksi Pembajakan Kapal oleh Houthi?
Selasa, 21 November 2023 - 14:04 WIB
Banyak di antaranya yang berstatus hukum seperti Galaxy Leader, yang mengibarkan bendera Bahama, dioperasikan oleh perusahaan Jepang, dan memiliki nakhoda Bulgaria serta awak dari setidaknya lima negara lain, tidak satupun dari mereka adalah Israel. Dalam dunia pelayaran yang kompleks, kepemilikan kapal tidak sepenting bendera kapal, yang menandakan negara pendaftarannya, dan perusahaan pengoperasiannya.
Bahama menawarkan apa yang dikenal sebagai “bendera kenyamanan”. Ini adalah negara dengan pajak yang rendah dan kebijakan ketenagakerjaan yang tidak terlalu ketat, sehingga menarik para operator untuk mendaftarkan kapal mereka di sana. Perusahaan yang mengoperasikannya adalah Nippon Yusen Kabushiki Kaisha Jepang, yang dikenal sebagai NYK Line, yang mengoperasikan 818 kapal.
"Di antara hampir 1.500 kapal yang transit di selat tersebut setiap bulannya, mungkin ada banyak kapal yang dapat dikaitkan dengan Israel sehingga rentan terhadap pembajakan lebih lanjut oleh Houthi," ujar Zoran Kusovac, analis geopolitik dan TImur Tengah, dilansir Al Jazeera.
Pengiriman harus tetap dilakukan, apa pun yang terjadi, jadi apakah semua kapal yang “berhubungan dengan Israel” akan dibiarkan begitu saja di bawah kekuasaan Houthi?
Mungkin tidak, namun pilihan untuk mencegah pembajakan lebih lanjut terbatas pada tiga hal: mengirim kapal bersenjata untuk menemani lalu lintas komersial, menghancurkan atau membatasi kapasitas ofensif Houthi di laut, dan membujuk mereka untuk menahan diri melakukan serangan.
Untuk opsi pertama, pertanyaannya adalah siapa yang dapat melakukan patroli angkatan laut bersenjata di Laut Merah?
Arab Saudi dan Mesir, negara yang berbatasan dengan Laut Merah, memiliki angkatan laut yang kuat dan canggih. Namun Arab Saudi sedang berada dalam gencatan senjata yang tidak mudah dengan Houthi, dan mereka enggan mengganggunya. Mesir berusaha untuk tetap netral dan juga tidak ingin terlibat dalam ketegangan dengan Houthi. Israel tidak dapat menyisihkan satu pun kapal untuk melakukan tugas tersebut.
Satu-satunya kekuatan yang tersisa untuk menghadapi ancaman Houthi adalah angkatan laut Amerika Serikat.
Sejak 7 Oktober, AS telah mengerahkan banyak aset ke Timur Tengah, yang berpusat pada dua kelompok penyerang kapal induk (CSG). Kelompok yang berada di Mediterania, CSG 12, dipimpin oleh kapal induk bertenaga nuklir terbaru dan termodern, the USS Gerald R Ford. CSG 2 yang saat ini berada di Teluk Oman digawangi oleh USS Dwight D Eisenhower.
"Setiap kapal induk dilengkapi dengan kapal penjelajah berpeluru kendali, dua atau tiga kapal perusak, dan armada pendukung, seperti kapal tanker, kapal pembekalan, dan pangkalan perbaikan bergerak," ungkap Kusovac.
Bahama menawarkan apa yang dikenal sebagai “bendera kenyamanan”. Ini adalah negara dengan pajak yang rendah dan kebijakan ketenagakerjaan yang tidak terlalu ketat, sehingga menarik para operator untuk mendaftarkan kapal mereka di sana. Perusahaan yang mengoperasikannya adalah Nippon Yusen Kabushiki Kaisha Jepang, yang dikenal sebagai NYK Line, yang mengoperasikan 818 kapal.
"Di antara hampir 1.500 kapal yang transit di selat tersebut setiap bulannya, mungkin ada banyak kapal yang dapat dikaitkan dengan Israel sehingga rentan terhadap pembajakan lebih lanjut oleh Houthi," ujar Zoran Kusovac, analis geopolitik dan TImur Tengah, dilansir Al Jazeera.
Pengiriman harus tetap dilakukan, apa pun yang terjadi, jadi apakah semua kapal yang “berhubungan dengan Israel” akan dibiarkan begitu saja di bawah kekuasaan Houthi?
Mungkin tidak, namun pilihan untuk mencegah pembajakan lebih lanjut terbatas pada tiga hal: mengirim kapal bersenjata untuk menemani lalu lintas komersial, menghancurkan atau membatasi kapasitas ofensif Houthi di laut, dan membujuk mereka untuk menahan diri melakukan serangan.
Untuk opsi pertama, pertanyaannya adalah siapa yang dapat melakukan patroli angkatan laut bersenjata di Laut Merah?
Arab Saudi dan Mesir, negara yang berbatasan dengan Laut Merah, memiliki angkatan laut yang kuat dan canggih. Namun Arab Saudi sedang berada dalam gencatan senjata yang tidak mudah dengan Houthi, dan mereka enggan mengganggunya. Mesir berusaha untuk tetap netral dan juga tidak ingin terlibat dalam ketegangan dengan Houthi. Israel tidak dapat menyisihkan satu pun kapal untuk melakukan tugas tersebut.
Satu-satunya kekuatan yang tersisa untuk menghadapi ancaman Houthi adalah angkatan laut Amerika Serikat.
Sejak 7 Oktober, AS telah mengerahkan banyak aset ke Timur Tengah, yang berpusat pada dua kelompok penyerang kapal induk (CSG). Kelompok yang berada di Mediterania, CSG 12, dipimpin oleh kapal induk bertenaga nuklir terbaru dan termodern, the USS Gerald R Ford. CSG 2 yang saat ini berada di Teluk Oman digawangi oleh USS Dwight D Eisenhower.
"Setiap kapal induk dilengkapi dengan kapal penjelajah berpeluru kendali, dua atau tiga kapal perusak, dan armada pendukung, seperti kapal tanker, kapal pembekalan, dan pangkalan perbaikan bergerak," ungkap Kusovac.
tulis komentar anda