Profil Sheikh Ahmed Yassin yang Ramal Negara Israel Lenyap 2027

Rabu, 15 November 2023 - 13:13 WIB
Almarhum Sheikh Ahmed Yassin, salah satu pendiri Hamas yang memprediksi Negara Israel akan lenyap pada 2027. Foto/REUTERS
JAKARTA - Sosok Sheikh Ahmed Ismail Hassan Yassin, salah satu tokoh pendiri Hamas yang telah lama meninggal, kembali viral di tengah perang Israel-Hamas. Kali ini terkait prediksinya tentang Negara Israel yang akan lenyap pada 2027 mendatang.

Prediksi itu sebenarnya disampaikan Yassin saat wawancaranya dengan jurnalis Al Jazeera, Ahmed Mansour pada 8 Mei 1999. Namun, penggalan wawancara itu kini beredar di media sosial. Yassin meninggal pada 2 Maret 2004.

"Israel berdiri di atas kezaliman dan penindasan, sehingga segala sesuatu yang lahir dari penindasan akan berakhir pada kehancuran," kata Yassin dalam wawacara tersebut.

Menurut Yassin, Israel memang didukung oleh kekuatan yang besar. namun kekuatan itu tidak ada yang kekal.



Dia mengibaratkan kekuatan itu sama halnya seperti manusia yang lahir, tumbuh, besar, tua dan kemudian meninggal. Sama halnya dengan sebuah negara.

Negara akan tumbuh, berkembang sedikit demi sedikit, berada pada puncak kejayaannya kemudian akan hancur.

Yassin menyampaikan prediksi tentang lenyapnya Negara Israel ketika negara itu berusia 50 tahun.

"Saya katakan, Insya Allah Israel akan hancur di awal abad mendatang, tepatnya pada 2027, Israel tidak akan ada lagi," katanya.

Menurutnya, analisa tersebut dia yakini dari Al-Qur'an. Dia mengatakan ada fase generasi setiap 40 tahun akan berubah.

"Karena saya beriman kepada Al-Qur'an yang mulia, Al-Qur'an mengatakan generasi akan berubah setiap 40 tahun," katanya dalam wawancara tersebut.

"Dalam 40 tahun pertama kami menghadapi Nakba (pada 1948), 40 tahun kedua kami memulai Intifada (pada 1987) yang mana kami melakukan penentangan peperangan pengeboman terhadap Israel, 40 tahun ketiga akan berakhirnya entitas Israel, Insya Allah," kata Yassin.

"Rujukan Al-Qur'an, apabila Allah SWT menghukum bani Israil tidak keluar dari padang pasir selama 40 tahun supaya apa? Supaya menukarkan dari generasi yang sakit sudah berputus asa dengan generasi pejuang."

"Gerakan Nakba yang pertama telah pergi, diganti dengan generasi pelempar batu dan pelempar bom, generasi seterusnya adalah generasi pembebas, Insya Allah," katanya.

Pada wawancara itu, Yassin mengatakan dirinya melihat masa depan Palestina sulit.

"Saya katakan, jalan kita sukar dan memerlukan pengorbanan dan kesabaran, tetap masa depan adalah milik kita, tidak mustahil, Allah SWT tidak mungkin akan mengingkari janji-Nya," katanya.

Profil Sheikh Ahmed Yassin



Sheikh Ahmed Yassin lahir di al-Jura, sebuah desa kecil dekat kota Ashkelon, di British Mandate of Palestine. Menurut paspor Palestina, dia lahir 1 Januari 1929, namun dia pernah mengaku sebenarnya lahir pada musim panas 1936.

Ayahnya; Abdullah Yassin, meninggal saat dia berusia tiga tahun.

Setelah itu, dia dikenal di lingkungannya sebagai Ahmad Sa'ada merujuk pada nama ibunya; Sa'ada al-Habeel. Hal ini untuk membedakannya dengan anak dari ketiga istri ayahnya yang lain.

Yassin memiliki empat saudara laki-laki dan dua saudara perempuan.

Dia dan seluruh keluarganya melarikan diri ke Gaza, menetap di Kamp al-Shati setelah desanya dibersihkan secara etnis oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) selama Perang Arab-Israel tahun 1948.

Yassin muda pernah mendaftar dan sempat kuliah di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir.

Namun dia tidak dapat melanjutkan kuliah karena kondisi kesehatannya memburuk. Dia akhirnya dididik di rumah dengan berbagai disiplin ilmu, seperti filsafat, agama, politik, sosiologi, dan ekonomi.

Sosoknya yang pintar dan memiliki pengetahuan duniawi yang luas, membuat banyak orang tertarik menjadi pengikutnya. Saat itu, dia aktif ceramah setelah salat Jumat dan pengikutnya semakin banyak.

Untuk menopang hidup, Yassin muda bekerja sebagai guru bahasa Arab di sebuah sekolah dasar di Rimal, Gaza—tentu dengan kondisinya yang menggunakan kursi roda. Dari waktu ke waktu, Yassin semakin populer.

Pengikutnya semakin bertambah. Dia menikah dengan salah satu kerabat dekat; Halima Yassin, pada 1960 di usia 22 tahun. Pasangan ini mempunyai 11 anak.

Dirikan Hamas dan Melawan Israel



Yassin muda aktif terlibat dalam mendirikan cabang Ikhwanul Muslimin di Palestina. Pada 1973, dia mendirikan badan amal Islam Mujama al-Islamiya di Gaza dan diakui oleh Israel pada 1979.

Pada 1984, dia dan beberapa orang lainnya dipenjara karena diam-diam menimbun senjata.

Pada 1985, dia dibebaskan sebagai bagian dari Perjanjian Jibril.

Pada tahun 1987, selama Intifada Pertama, Yassin mendirikan Hamas bersama Abdel Aziz al-Rantisi.

Hamas awalnya dimaksudkan sebagai sayap paramiliter Ikhwanul Muslimin Palestina. Pada 1989, Yassin ditangkap oleh Israel dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena memerintahkan pembunuhan terhadap orang-orang Palestina yang berkomplot dengan Israel.

Pada 1997, Yassin dibebaskan sebagai bagian dari perjanjian dengan Yordania menyusul upaya pembunuhan yang gagal terhadap pemimpin Hamas Khaled Mashal oleh Mossad di Yordania.

Yassin dibebaskan sebagai ganti dua agen Mossad yang telah ditangkap oleh otoritas Yordania, dengan syarat dia menahan diri untuk tidak terus menyerukan bom bunuh diri terhadap Israel.

Setelah dibebaskan, Yassin melanjutkan kepemimpinannya di Hamas. Dia kembali membuat seruan untuk menyerang Israel, menggunakan taktik termasuk bom bunuh diri, sehingga melanggar syarat pembebasannya.

Yassin berusaha menjaga hubungan dengan Otoritas Palestina.

Menurutnya, bentrokan kedua pihak hanya akan merugikan kepentingan rakyat Palestina. Mulai 2003, Yassin semakin gencar menggerakkan Hamas melawan Israel termasuk dengan taktik bom bunuh diri di bus.

Dia pun jadi target pembunuhan oleh intelijen dan militer Israel, membuatnya terpaksa menyembunyikan lokasi diri.

Yassin pernah blakblakan serangan bom bunuh diri anggota Hamas memang menargetkan warga sipil Israel, yang menurutnya sebagai pembalasan atas kematian warga sipil Palestina oleh pasukan Israel.

“Israel menargetkan warga sipil Palestina, jadi warga sipil Israel harus menjadi sasaran. Mulai sekarang, seluruh rakyat Israel menjadi sasaran,” katanya kepada wartawan pada 2003.

"Kita telah menerima pesan dari Israel. Mereka kini harus mengharapkan jawabannya."
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More