270 Orang Tewas dalam Konflik Militer di Sudan
Kamis, 20 April 2023 - 00:47 WIB
KHARTOUM - Pertempuran antara Angkatan Darat Sudan dan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) di Sudan terus berlangsung. Sekitar 270 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 2.600 orang terluka akibat konflik tersebut, dengan tembakan dan ledakan masih terdengar di seluruh penjuru kota.
Menurut laporan media, bentrokan kekerasan berlanjut pada Selasa pagi di dekat komando tentara Sudan, istana kepresidenan, Bandara Internasional Khartoum, dan di sekitar beberapa pangkalan RSF di selatan ibu kota.
RSF mengumumkan bahwa mereka menerima inisiatif internasional untuk gencatan senjata dengan tentara Sudan selama 24 jam karena alasan kemanusiaan
Sementara tentara Sudan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak mengetahui adanya koordinasi dengan mediator dan komunitas internasional tentang gencatan senjata, dan pengumuman gencatan senjata 24 jam oleh pemberontak cenderung menutupi kekalahan telak yang akan diterimanya dalam beberapa jam.
Dalam situasi yang memburuk, badan kemanusiaan PBB mengatakan, pertempuran di seluruh Sudan sangat membatasi operasi kemanusiaan.
"Kemampuan untuk memindahkan personel dan perbekalan terbatas," kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB.
"Penargetan dan penjarahan tempat kemanusiaan harus dihentikan. Serangan terhadap aset dan fasilitas kemanusiaan akan sangat berdampak pada kemampuan kami untuk melanjutkan operasi penyelamatan nyawa," kantor PBB itu menambahkan.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan ada laporan bahwa beberapa fasilitas medis di Sudan dijarah atau digunakan untuk keperluan militer.
Ia menambahkan bahwa rumah sakit di negara tersebut mengalami kekurangan tenaga dan persediaan medis, serta pemadaman listrik, kekurangan bahan bakar untuk generator listrik, pemadaman air, dan faktor lain yang menimbulkan tantangan bagi petugas kesehatan dan ambulans serta membahayakan lebih banyak nyawa.
“WHO mengimbau semua pihak untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional. Fasilitas dan pekerja kesehatan tidak boleh menjadi sasaran, terutama dalam situasi seperti ini di mana ada ribuan warga sipil yang membutuhkan akses ke perawatan darurat,” kata Ghebreyesus.
"Semua pihak harus memastikan akses yang tidak terbatas dan aman ke fasilitas kesehatan bagi mereka yang terluka dan semua orang yang membutuhkan perawatan medis," imbuhnya seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (20/4/2023).
Kementerian Luar Negeri Sudan menuduh RSF menyerang markas misi diplomatik di ibu kota.
"Langkah putus asa oleh pemberontak Pasukan Pendukung Cepat dengan kendaraan lapis baja dan senjata berat di antara lingkungan perumahan dan tempat-tempat sipil telah menempatkan markas besar dan staf misi diplomatik dan organisasi internasional dan regional dalam bahaya," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Pertempuran antara Tentara Sudan dan RSF meletus pada Sabtu pagi. Kedua belah pihak telah menggunakan tank, artileri, jet tempur, dan senjata berat lainnya dalam baku tembak mereka.
Lihat Juga: Sheikh Hasina: Kudeta Bangladesh Adalah Balas Dendam AS karena Penolakan Pangkalan Militer
Menurut laporan media, bentrokan kekerasan berlanjut pada Selasa pagi di dekat komando tentara Sudan, istana kepresidenan, Bandara Internasional Khartoum, dan di sekitar beberapa pangkalan RSF di selatan ibu kota.
RSF mengumumkan bahwa mereka menerima inisiatif internasional untuk gencatan senjata dengan tentara Sudan selama 24 jam karena alasan kemanusiaan
Sementara tentara Sudan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak mengetahui adanya koordinasi dengan mediator dan komunitas internasional tentang gencatan senjata, dan pengumuman gencatan senjata 24 jam oleh pemberontak cenderung menutupi kekalahan telak yang akan diterimanya dalam beberapa jam.
Dalam situasi yang memburuk, badan kemanusiaan PBB mengatakan, pertempuran di seluruh Sudan sangat membatasi operasi kemanusiaan.
"Kemampuan untuk memindahkan personel dan perbekalan terbatas," kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB.
"Penargetan dan penjarahan tempat kemanusiaan harus dihentikan. Serangan terhadap aset dan fasilitas kemanusiaan akan sangat berdampak pada kemampuan kami untuk melanjutkan operasi penyelamatan nyawa," kantor PBB itu menambahkan.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan ada laporan bahwa beberapa fasilitas medis di Sudan dijarah atau digunakan untuk keperluan militer.
Ia menambahkan bahwa rumah sakit di negara tersebut mengalami kekurangan tenaga dan persediaan medis, serta pemadaman listrik, kekurangan bahan bakar untuk generator listrik, pemadaman air, dan faktor lain yang menimbulkan tantangan bagi petugas kesehatan dan ambulans serta membahayakan lebih banyak nyawa.
“WHO mengimbau semua pihak untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional. Fasilitas dan pekerja kesehatan tidak boleh menjadi sasaran, terutama dalam situasi seperti ini di mana ada ribuan warga sipil yang membutuhkan akses ke perawatan darurat,” kata Ghebreyesus.
"Semua pihak harus memastikan akses yang tidak terbatas dan aman ke fasilitas kesehatan bagi mereka yang terluka dan semua orang yang membutuhkan perawatan medis," imbuhnya seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (20/4/2023).
Kementerian Luar Negeri Sudan menuduh RSF menyerang markas misi diplomatik di ibu kota.
"Langkah putus asa oleh pemberontak Pasukan Pendukung Cepat dengan kendaraan lapis baja dan senjata berat di antara lingkungan perumahan dan tempat-tempat sipil telah menempatkan markas besar dan staf misi diplomatik dan organisasi internasional dan regional dalam bahaya," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Pertempuran antara Tentara Sudan dan RSF meletus pada Sabtu pagi. Kedua belah pihak telah menggunakan tank, artileri, jet tempur, dan senjata berat lainnya dalam baku tembak mereka.
Lihat Juga: Sheikh Hasina: Kudeta Bangladesh Adalah Balas Dendam AS karena Penolakan Pangkalan Militer
(ian)
tulis komentar anda