Raksasa Barang Konsumen Unilever Ancam Hengkang dari Rusia
Jum'at, 10 Februari 2023 - 15:33 WIB
LONDON - Raksasa barang konsumen multinasional Inggris, Unilever, mungkin harus berhenti melakukan bisnis di Rusia.
Ancaman itu diungkapkan perusahaan itu dalam laporan laba rugi pada Kamis (9/2/2023).
Menurut pembuat produk seperti sup Knorr, sabun Dove, dan cairan pembersih Fairy, langkah tersebut dapat menyebabkan hilangnya omset, keuntungan, dan penurunan aset perusahaan Rusia.
“Kami akan terus meninjau dan mengungkapkan implikasi finansial dari konflik (Rusia-Ukraina)… Sementara potensi dampaknya tetap tidak pasti, ada risiko operasi di Rusia tidak dapat dilanjutkan,” papar pernyataan itu.
Menurut CEO Unilever Alan Jope, perusahaan belum memulai penghapusan bisnisnya di Rusia, tetapi ingin memperingatkan pemegang saham dan regulator tentang kemungkinan tersebut.
“Saya harap kami dapat melindungi orang-orang yang kami miliki di lapangan untuk beberapa waktu. Perang telah memicu inflasi di Rusia, yang menjadi momok ekonomi. Dan volume bisnis Rusia kami turun secara signifikan, dua digit,” ujar Jope dalam pernyataan untuk media, seperti dikutip Reuters.
Dia mencatat bahwa "keluar tidak mudah," dan perusahaan tidak ingin meninggalkan sekitar 3.000 staf yang saat ini dipekerjakan di Rusia.
Unilever menghentikan ekspor ke Rusia dan impor dari negara itu pada Maret tahun lalu, tak lama setelah dimulainya operasi militer Moskow di Ukraina.
Perusahaan juga menghentikan investasi, periklanan, dan proyek lebih lanjut di negara ini. Namun, perusahaan terus memasok "produk makanan dan kebersihan vital" yang diproduksi secara lokal kepada warga Rusia, tetapi menetapkan setiap keuntungan dari penjualan tersebut akan tetap berada di Rusia.
Per 31 Desember, aset Rusia Unilever berjumlah sekitar USD968,6 juta, termasuk empat pabrik. Bisnis di Rusia menyumbang 1,4% dari total omset Unilever dan 2% dari laba bersihnya pada tahun 2022.
Ancaman itu diungkapkan perusahaan itu dalam laporan laba rugi pada Kamis (9/2/2023).
Menurut pembuat produk seperti sup Knorr, sabun Dove, dan cairan pembersih Fairy, langkah tersebut dapat menyebabkan hilangnya omset, keuntungan, dan penurunan aset perusahaan Rusia.
“Kami akan terus meninjau dan mengungkapkan implikasi finansial dari konflik (Rusia-Ukraina)… Sementara potensi dampaknya tetap tidak pasti, ada risiko operasi di Rusia tidak dapat dilanjutkan,” papar pernyataan itu.
Menurut CEO Unilever Alan Jope, perusahaan belum memulai penghapusan bisnisnya di Rusia, tetapi ingin memperingatkan pemegang saham dan regulator tentang kemungkinan tersebut.
“Saya harap kami dapat melindungi orang-orang yang kami miliki di lapangan untuk beberapa waktu. Perang telah memicu inflasi di Rusia, yang menjadi momok ekonomi. Dan volume bisnis Rusia kami turun secara signifikan, dua digit,” ujar Jope dalam pernyataan untuk media, seperti dikutip Reuters.
Dia mencatat bahwa "keluar tidak mudah," dan perusahaan tidak ingin meninggalkan sekitar 3.000 staf yang saat ini dipekerjakan di Rusia.
Unilever menghentikan ekspor ke Rusia dan impor dari negara itu pada Maret tahun lalu, tak lama setelah dimulainya operasi militer Moskow di Ukraina.
Perusahaan juga menghentikan investasi, periklanan, dan proyek lebih lanjut di negara ini. Namun, perusahaan terus memasok "produk makanan dan kebersihan vital" yang diproduksi secara lokal kepada warga Rusia, tetapi menetapkan setiap keuntungan dari penjualan tersebut akan tetap berada di Rusia.
Per 31 Desember, aset Rusia Unilever berjumlah sekitar USD968,6 juta, termasuk empat pabrik. Bisnis di Rusia menyumbang 1,4% dari total omset Unilever dan 2% dari laba bersihnya pada tahun 2022.
(sya)
tulis komentar anda