Catatan mahasiswa pengungsi Korut
A
A
A
Sindonews.com – Tak ada yang berbeda bila melihat Kim Eunju (27) secara sekilas, dia nampak layanya seperti gadis-gadis Korea pada umumnya. Dia terlihat riang, aktif dan penuh semangat. Namun, di balik itu masa kecilnya dipenuhi dengan penderitaan dan rasa sakit.
Kim Eunju adalah seorang pengungsi dari Korea Utara (Korut), dia bukanlah tahanan politik seperti Kim Hye-sook yang menghabiskan 28 tahun masa hidupnya di kamp tahanan politik. Eunju hanyalah seorang warga Korut biasa.
“Mulai dari TK dan SD, saya dididik keras untuk mendewakan keluarga kim,” ungkap Eunju. Saat ditanya apakah dia membenci pemerintah Korut saat ini, dia menyatakan pada saat tinggal di Korut dirinya sama sekali tidak membenci pemerintah.
Namun, saat meninggalkan Korut, dia baru merasakan kebencian terhadap pemerintahan di negara asalnya tersebut.
“Di Korut tidak ada namanya pemakanan, saat saya masih tinggal di Korut hampir setiap hari sayang melihat orang meninggal karena kelaparan. Bukan satu atau dua orang, korban tewas bisa mencapai belasan hingga puluhan setiap harinya,” papar Eunju, saat ditemui di acara pembukaan pekan HAM Korut, Senin (28/4/2014) malam di Jakarta.
“Saya sendiri saat umur 11 tahun sempat menulis sebuah surat wasiat, karena pada saat itu saya belum makan selama enam hari. Saya merasa mungkin sudah saatnya saya meninggal pada saat itu, namun tidak ada yang mengetahui seberapa kuat ketahanan tubuh seseorang,” Eunju melanjutkan.
Dia juga menceritakan, ketika dia dan ibunya berhasil melarikan diri dari Korut melalui China, dia ditipu oleh orang sekitar dan dijual sebagai buruh paksa di negara tirai bambu tersebut. Eunju dan ibunya berhasil kabur menuju Korea Selatan pada tahun 2006. dimana dia akhirnya mendapatkan kehidupan yang sebenarnya.
Kim Eunju adalah seorang pengungsi dari Korea Utara (Korut), dia bukanlah tahanan politik seperti Kim Hye-sook yang menghabiskan 28 tahun masa hidupnya di kamp tahanan politik. Eunju hanyalah seorang warga Korut biasa.
“Mulai dari TK dan SD, saya dididik keras untuk mendewakan keluarga kim,” ungkap Eunju. Saat ditanya apakah dia membenci pemerintah Korut saat ini, dia menyatakan pada saat tinggal di Korut dirinya sama sekali tidak membenci pemerintah.
Namun, saat meninggalkan Korut, dia baru merasakan kebencian terhadap pemerintahan di negara asalnya tersebut.
“Di Korut tidak ada namanya pemakanan, saat saya masih tinggal di Korut hampir setiap hari sayang melihat orang meninggal karena kelaparan. Bukan satu atau dua orang, korban tewas bisa mencapai belasan hingga puluhan setiap harinya,” papar Eunju, saat ditemui di acara pembukaan pekan HAM Korut, Senin (28/4/2014) malam di Jakarta.
“Saya sendiri saat umur 11 tahun sempat menulis sebuah surat wasiat, karena pada saat itu saya belum makan selama enam hari. Saya merasa mungkin sudah saatnya saya meninggal pada saat itu, namun tidak ada yang mengetahui seberapa kuat ketahanan tubuh seseorang,” Eunju melanjutkan.
Dia juga menceritakan, ketika dia dan ibunya berhasil melarikan diri dari Korut melalui China, dia ditipu oleh orang sekitar dan dijual sebagai buruh paksa di negara tirai bambu tersebut. Eunju dan ibunya berhasil kabur menuju Korea Selatan pada tahun 2006. dimana dia akhirnya mendapatkan kehidupan yang sebenarnya.
(esn)