AS bom Guam dengan tikus mati beracun
A
A
A
Sindonews.com - Ilmuwan Amerika Serikat (AS) di Hawai, Guam dan Kepulauan Pasifik memutuskan untuk mengebom pangkalan udara Andersen, wilayah Guam, dengan tikus mati yang telah disuntik obat penghilang rasa sakit. Upaya tersebut dilakukan untuk membunuh ular pohon coklat, yang telah mengambil alih pulau tersebut.
Para ilmuwan memperkirakan kemungkinan ada 2 juta reptil di Guam. Mereka telah membunuh satwa liar, masuk ke rumah penduduk dan menggit warga, bahkan memutuskan aliran listrik dengan menggigit kabel kabel tiang listrik. Lonjakan populasi reptil ini telah membuat spesies asli di pulau ini punah.
"Kami telah mengambil sebuah tahap baru. Tidak ada tempat lain dimuka bumi ini yang menghadapi masalah seperti ini," ungkap Daniel Vice asisten direktur Departemen Pertanian AS seperti dilansir Skynews.
"Tindakan ini dilakukan bukan untuk membasmi populasi mereka, tapi mengendalikan dan menahan laju pertumbuhan mereka," pungkas Vice.
Para ilmuwan mengatakan, sejak satu dekade lalu mereka telah bekerjasama dengan Departemen Pertahanan dan Departemen Dalam Negeri AS untuk mengatasi masalah tersebut. Dan, baru pertengahan tahun lalu, menemukan cara yang tepat untuk membunuh ular coklat tersebut. Sebab, saat dijatuhkan dari atas pesawat tikus beracun tersebut tidak boleh jatuh dan dimakan oleh serangga atau makhluk hidup lain. Akhirnya, para ilmuwan telah mengembangkan sebuah perangkat flotasi yang membuat tikus umpan tersebut tersangkut di dedaunan, habitat para ular coklat hidup.
Reptil yang mampu tumbuh hingga lebih dari 3 meter ini telah menimbulkan penderitaan sejak 60 tahun yang lalu, saat militer AS sengaja membawa ular ini ke atas kapal setelah perang dunia ke II. Racun yang dimiliki ular coklat tidak berhaya bagi manusia namun berbahaya bagi para mangsa
Para ilmuwan memperkirakan kemungkinan ada 2 juta reptil di Guam. Mereka telah membunuh satwa liar, masuk ke rumah penduduk dan menggit warga, bahkan memutuskan aliran listrik dengan menggigit kabel kabel tiang listrik. Lonjakan populasi reptil ini telah membuat spesies asli di pulau ini punah.
"Kami telah mengambil sebuah tahap baru. Tidak ada tempat lain dimuka bumi ini yang menghadapi masalah seperti ini," ungkap Daniel Vice asisten direktur Departemen Pertanian AS seperti dilansir Skynews.
"Tindakan ini dilakukan bukan untuk membasmi populasi mereka, tapi mengendalikan dan menahan laju pertumbuhan mereka," pungkas Vice.
Para ilmuwan mengatakan, sejak satu dekade lalu mereka telah bekerjasama dengan Departemen Pertahanan dan Departemen Dalam Negeri AS untuk mengatasi masalah tersebut. Dan, baru pertengahan tahun lalu, menemukan cara yang tepat untuk membunuh ular coklat tersebut. Sebab, saat dijatuhkan dari atas pesawat tikus beracun tersebut tidak boleh jatuh dan dimakan oleh serangga atau makhluk hidup lain. Akhirnya, para ilmuwan telah mengembangkan sebuah perangkat flotasi yang membuat tikus umpan tersebut tersangkut di dedaunan, habitat para ular coklat hidup.
Reptil yang mampu tumbuh hingga lebih dari 3 meter ini telah menimbulkan penderitaan sejak 60 tahun yang lalu, saat militer AS sengaja membawa ular ini ke atas kapal setelah perang dunia ke II. Racun yang dimiliki ular coklat tidak berhaya bagi manusia namun berbahaya bagi para mangsa
(esn)