OKI bahas terorisme dan bentuk Badan HAM
A
A
A
Sindonews.com - Dinilai memiliki peran aktif mendorong pentingnya Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dalam meningkatkan pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Pertemuan Pertama Komisi Permanen dan Independen HAM (OIC - Independent Permanent Human Rights Commission/IPHRC).
Acara dikuti 18 anggota (Komisioner) Komisi HAM OKI dan dihadiri Sekretaris Jenderal OKI, Y.M. Ekmeleddin Ihsanoglu, serta wakil-wakil dari negara-negara anggota OKI digelar mulai 20 hingga 24 Februari di Hotel Aryaduta Jakarta.
Melalui rilisnya kepada Sindonews Depatemen Luar Negeri menyebutkan, Pertemuan Pertama IPHRC OKI di Jakarta ini juga merupakan wujud komitmen Indonesia untuk mempercepat berfungsinya IPHRC OKI dan menunjukkan kepemimpinan Indonesia di bidang HAM pada dunia Islam.
Dalam pertemuan itu nanti, IPHRC OKI akan menyelenggarakan pemilihan Ketua dan Biro IPHRC OKI, serta memfokuskan pembahasan pada rules of procedures dan isu prioritas IPHRC OKI, selain juga membahas isu-isu hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di negara-negara OKI serta situasi di Palestina dan wilayah pendudukan lainnya.
Anggota IPHRC merupakan individu independen dan ahli di bidang hak asasi manusia, demokrasi dan Islam. Para Komisioner dipilih berdasarkan keahlian yang dimiliki dan mempertimbangkan keseimbangan wakil dari tiga kawasan (Asia, Afrika dan Arab) dan dipilih untuk masa kerja tiga tahun.
Indonesia sendiri akan diwakili Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin (staf pengajar pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Dia terpilih menjadi anggota periode 2011-2014.
Pada tataran eksternal, hal ini menunjukkan komitmen negara-negara Islam bagi pemajuan nilai-nilai demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Pada tataran internal, IPHRC OKI akan membantu upaya OKI sendiri untuk terus meningkatkan kepedulian akan pemajuan dan perlindungan HAM di antara negara-negara anggotanya.
Statuta Pembentukan IPHRC OKI disahkan pada Konferensi Tingkat Menteri ke-38 di Astana, Kazakhstan, bulan Juni 2011 lalu. Konferensi di Astana juga telah menyepakati pemilihan 18 anggota IPHRC.
Pembentukan IPHRC OKI merupakan tindak lanjut dari Ten-Years Programme of Actions / Program Aksi 10 tahun OKI yang disahkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa OKI di Makkah tahun 2005 dan Piagam OKI baru yang disahkan di KTT OKI ke-11 di Dakar pada 14 Maret 2008.
Program Aksi 10 tahun OKI merupakan cetak biru yang diluncurkan untuk menjawab berbagai tantangan baru yang dihadapi oleh dunia Islam melalui reformasi dan revitalisasi kelembagaan serta reorientasi misi organisasi.
Program aksi ini merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya memfokuskan pada masalah politik tetapi juga ekonomi dan perdagangan.
Program Aksi mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan umat.
Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya membangun nilai-nilai moderasi dan toleransi, membasmi ekstrimisme, kekerasan dan terorisme, menentang Islamophobia, dan meningkatkan solidaritas dan kerja sama antarnegara anggota.
Piagam OKI baru menggarisbawahi beberapa hal penting, antara lain pentingnya mendorong dan menghidupkan nilai-nilai luhur dalam Islam yang berhubungan dengan perdamaian, kasih sayang, toleransi, persamaan, keadilan, dan kehormatan manusia, serta mendorong pembentukan Badan HAM OKI. (lin)
Acara dikuti 18 anggota (Komisioner) Komisi HAM OKI dan dihadiri Sekretaris Jenderal OKI, Y.M. Ekmeleddin Ihsanoglu, serta wakil-wakil dari negara-negara anggota OKI digelar mulai 20 hingga 24 Februari di Hotel Aryaduta Jakarta.
Melalui rilisnya kepada Sindonews Depatemen Luar Negeri menyebutkan, Pertemuan Pertama IPHRC OKI di Jakarta ini juga merupakan wujud komitmen Indonesia untuk mempercepat berfungsinya IPHRC OKI dan menunjukkan kepemimpinan Indonesia di bidang HAM pada dunia Islam.
Dalam pertemuan itu nanti, IPHRC OKI akan menyelenggarakan pemilihan Ketua dan Biro IPHRC OKI, serta memfokuskan pembahasan pada rules of procedures dan isu prioritas IPHRC OKI, selain juga membahas isu-isu hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di negara-negara OKI serta situasi di Palestina dan wilayah pendudukan lainnya.
Anggota IPHRC merupakan individu independen dan ahli di bidang hak asasi manusia, demokrasi dan Islam. Para Komisioner dipilih berdasarkan keahlian yang dimiliki dan mempertimbangkan keseimbangan wakil dari tiga kawasan (Asia, Afrika dan Arab) dan dipilih untuk masa kerja tiga tahun.
Indonesia sendiri akan diwakili Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin (staf pengajar pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Dia terpilih menjadi anggota periode 2011-2014.
Pada tataran eksternal, hal ini menunjukkan komitmen negara-negara Islam bagi pemajuan nilai-nilai demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Pada tataran internal, IPHRC OKI akan membantu upaya OKI sendiri untuk terus meningkatkan kepedulian akan pemajuan dan perlindungan HAM di antara negara-negara anggotanya.
Statuta Pembentukan IPHRC OKI disahkan pada Konferensi Tingkat Menteri ke-38 di Astana, Kazakhstan, bulan Juni 2011 lalu. Konferensi di Astana juga telah menyepakati pemilihan 18 anggota IPHRC.
Pembentukan IPHRC OKI merupakan tindak lanjut dari Ten-Years Programme of Actions / Program Aksi 10 tahun OKI yang disahkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa OKI di Makkah tahun 2005 dan Piagam OKI baru yang disahkan di KTT OKI ke-11 di Dakar pada 14 Maret 2008.
Program Aksi 10 tahun OKI merupakan cetak biru yang diluncurkan untuk menjawab berbagai tantangan baru yang dihadapi oleh dunia Islam melalui reformasi dan revitalisasi kelembagaan serta reorientasi misi organisasi.
Program aksi ini merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya memfokuskan pada masalah politik tetapi juga ekonomi dan perdagangan.
Program Aksi mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan umat.
Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya membangun nilai-nilai moderasi dan toleransi, membasmi ekstrimisme, kekerasan dan terorisme, menentang Islamophobia, dan meningkatkan solidaritas dan kerja sama antarnegara anggota.
Piagam OKI baru menggarisbawahi beberapa hal penting, antara lain pentingnya mendorong dan menghidupkan nilai-nilai luhur dalam Islam yang berhubungan dengan perdamaian, kasih sayang, toleransi, persamaan, keadilan, dan kehormatan manusia, serta mendorong pembentukan Badan HAM OKI. (lin)
()