Dampak Krisis Lingkungan, Masa Depan Anak-anak Semakin Suram
A
A
A
LONDON - Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tidak ada negara yang mampu memberikan kehidupan dan kesehatan lebih baik bagi anak-anak di masa depan. Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kalau masa depan anak-anak di dunia semakin tidak jelas.
Itu terungkap dalam laporan yang disusun WHO, Badan PBB untuk Anak-Anak (Unicef) dan Lancet Commision menilai 180 negara dalam hal kemampuan anak-anak untuk “berkembang”, kesehatan, serta faktor kebahagiaan, seperti pendidikan, nutrisi dan kematian anak-anak. Selain itu, negara tersebut juga dinilai dari segi tingkat emisi karbonnya.
Dalam survei global tersebut menunjukkan anak-anak di Norwegia, Korea Selatan, dan Belanda memiliki kesempatan terbaik karena mendapatkan akses terbaik untuk kesehatan, pendidikan, dan nutrisi. Tetapi, anak-anak di Amerika Serikat (AS) dan Australia tetap memiliki ancaman kesehatan karena faktor perubahan iklim.
Bagaimana dengan masa depan anak-anak di Indonesia? Dalam laporan The Lancet Commisions menunjukkan peringkat keberlanjutan anak-anak Indonesia menduduki peringkat ke-78 dan peringkat perkembangan serta kemajuan 117. Untuk tingkat emisi per kapita 1.89 dan dampak emisi hingga 2030, yakni -32 dengan klasifikasi Bank Dunia sebagai negara berpendapatan tinggi-menengah. Tingkat kemajuan anak-anak Indonesia hanya 0,54; tingkat kebertahanan 0,48; dan tingkat perkembangan 0,63.
Memang sungguh dramatis kemajuan kehidupan anak-anak dalam lima dekade terakhir. Sebanyak 40 pakar kesehatan anak juga mengatakan perubahan iklim yang menyebabkan bumi semakin panas dan kerusakan lingkungan yang dilakukan manusia. Ancaman paling nyata bagi anak-anak adalah eksploitasi praktik marketing dan iklan mendorong konsumsi makanan cepat saji, rokok, alkohol, dan minuman manis, menyebabkan anak-anak dalam kondisi yang berisiko. Apalagi diperparah ketidakadilan ekonomi di mana keuntungan tidak bisa dibagi rata oleh semua orang.
“Setiap anak di dunia kini menghadapi ancaman eksistensial dari perubahan iklim dan tekanan iklan,” kata mantan Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Helen Clark yang memimpin komisi internasional yang menghasilkan laporan tersebut.
Apa solusinya? “Negara-negara perlu memeriksa kembali pendekatan mereka tentang kesehatan anak-anak dan dewasa, untuk menjamin tidak hanya anak-anak kita saat ini, tetapi melindungi dunia di mana mereka akan tinggal di masa depan,” kata Clark dilansir Reuters.
Anggota komisi lainnya, Sunita Narain, Direktur Jenderal Centre for Science and Environtment berbasis di New Delhi, menyatakan kawasan Asia Selatan merupakan teritorial yang paling terancam karena kekurangan air. “Kesehatan anak-anak semakin terdegradasi karena faktor lingkungan yang memburuk,” katanya.
Dia menambahkan, anak-anak merupakan korban dari permasalahan, bukan sebagai penyebab. Costello mengungkapkan, perlunya semua orang untuk menyerukan dunia yang lebih aman dan bersih yang dipimpin oleh politikus.
Menariknya, permainan online yang dijual perusahaan teknologi raksasa, menurut Anthony Costello, profesor kesehatan global dari Universitas College London, juga menjadi ancaman. Data anak-anak dipanen melalui permainan online untuk menjadi target iklan. “Itu semua tidak teratur,” ujarnya. Dia mengungkapkan perlunya perhatian besar untuk melindungi anak-anak di seluruh dunia. (Andika H Mustaqim)
Itu terungkap dalam laporan yang disusun WHO, Badan PBB untuk Anak-Anak (Unicef) dan Lancet Commision menilai 180 negara dalam hal kemampuan anak-anak untuk “berkembang”, kesehatan, serta faktor kebahagiaan, seperti pendidikan, nutrisi dan kematian anak-anak. Selain itu, negara tersebut juga dinilai dari segi tingkat emisi karbonnya.
Dalam survei global tersebut menunjukkan anak-anak di Norwegia, Korea Selatan, dan Belanda memiliki kesempatan terbaik karena mendapatkan akses terbaik untuk kesehatan, pendidikan, dan nutrisi. Tetapi, anak-anak di Amerika Serikat (AS) dan Australia tetap memiliki ancaman kesehatan karena faktor perubahan iklim.
Bagaimana dengan masa depan anak-anak di Indonesia? Dalam laporan The Lancet Commisions menunjukkan peringkat keberlanjutan anak-anak Indonesia menduduki peringkat ke-78 dan peringkat perkembangan serta kemajuan 117. Untuk tingkat emisi per kapita 1.89 dan dampak emisi hingga 2030, yakni -32 dengan klasifikasi Bank Dunia sebagai negara berpendapatan tinggi-menengah. Tingkat kemajuan anak-anak Indonesia hanya 0,54; tingkat kebertahanan 0,48; dan tingkat perkembangan 0,63.
Memang sungguh dramatis kemajuan kehidupan anak-anak dalam lima dekade terakhir. Sebanyak 40 pakar kesehatan anak juga mengatakan perubahan iklim yang menyebabkan bumi semakin panas dan kerusakan lingkungan yang dilakukan manusia. Ancaman paling nyata bagi anak-anak adalah eksploitasi praktik marketing dan iklan mendorong konsumsi makanan cepat saji, rokok, alkohol, dan minuman manis, menyebabkan anak-anak dalam kondisi yang berisiko. Apalagi diperparah ketidakadilan ekonomi di mana keuntungan tidak bisa dibagi rata oleh semua orang.
“Setiap anak di dunia kini menghadapi ancaman eksistensial dari perubahan iklim dan tekanan iklan,” kata mantan Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Helen Clark yang memimpin komisi internasional yang menghasilkan laporan tersebut.
Apa solusinya? “Negara-negara perlu memeriksa kembali pendekatan mereka tentang kesehatan anak-anak dan dewasa, untuk menjamin tidak hanya anak-anak kita saat ini, tetapi melindungi dunia di mana mereka akan tinggal di masa depan,” kata Clark dilansir Reuters.
Anggota komisi lainnya, Sunita Narain, Direktur Jenderal Centre for Science and Environtment berbasis di New Delhi, menyatakan kawasan Asia Selatan merupakan teritorial yang paling terancam karena kekurangan air. “Kesehatan anak-anak semakin terdegradasi karena faktor lingkungan yang memburuk,” katanya.
Dia menambahkan, anak-anak merupakan korban dari permasalahan, bukan sebagai penyebab. Costello mengungkapkan, perlunya semua orang untuk menyerukan dunia yang lebih aman dan bersih yang dipimpin oleh politikus.
Menariknya, permainan online yang dijual perusahaan teknologi raksasa, menurut Anthony Costello, profesor kesehatan global dari Universitas College London, juga menjadi ancaman. Data anak-anak dipanen melalui permainan online untuk menjadi target iklan. “Itu semua tidak teratur,” ujarnya. Dia mengungkapkan perlunya perhatian besar untuk melindungi anak-anak di seluruh dunia. (Andika H Mustaqim)
(ysw)