Diplomasi Film Jaga Hubungan AS-China
A
A
A
BEIJING - Di tengah renggangnya hubungan politik maupun bisnis Amerika Serikat dan China, masih ada simpul yang masih merekatkan secara erat kedua negara adidaya tersebut. Apa itu? Diplomasi film.
Kerja sama pembuatan film yang mencerminkan hubungan people to people dan business to business itu menjadi katalis penyeimbang yang tak ternilai dalam kondisi hubungan AS-China yang berada di titik nadir saat ini.
Kondisi ini mengingatkan diplomasi ping-pong sekitar 48 tahun lalu. Kala itu, awal 1970-an, pertandingan persahabatan yang mereka gelar berujung pada kunjungan Presiden AS saat itu, Richard Nixon, ke Tiongkok pada 1972. Kunjungan ini ditindaklanjuti dengan terbentuknya ikatan diplomatik antara kedua negara mulai 1979, sekaligus mengakhiri isolasi Tiongkok dari dunia luar.
Secercah harapan tetap terjalinnya hubungan AS-China lewat diplomasi film diungkapkan Penasihat Senior IDW Media Holdings, Chris Fenton. Fenton, yang telah berada di China 12 hari lantaran ditugasi Kongres AS untuk memahami dan meningkatkan hubungan kedua negara, menemukan fakta diplomasi film membuat AS-China tetap berkomunikasi–sekalipun sedang dilanda krisis.
“Kami tentu harus melanjutkan pertukaran budaya ini karena ini merupakan cara untuk menjaga hubungan,” ujar Fenton, dikutip China Daily.
“Tingkat diskusi AS dan China sangat terbatas. Namun, diplomasi film mampu membawa kedua negara ke titik di mana kami biasanya bertentangan satu sama lain.”
Sebagian besar masyarakat China memang menyukai budaya AS dan sebagian besar masyarakat AS menyukai budaya China. Hubungan kemanusiaan dan emosional di antara rakyat kedua negara tidak dapat dipisahkan oleh sengketa politik. Bahkan, masyarakat kedua negara selalu memisahkan urusan politik dan bisnis.
Menurut Fenton, salah satu film tersukses hasil karya kolaborasi kedua negara ialah Iron Man 3. Produk diplomasi budaya yang berkualitas kini mendapatkan penawaran tinggi di AS dan China. Faktanya, jumlah orang kelas menengah China terus bertambah dan berhasil mencapai 400 juta sejak 20 tahun terakhir.
China juga menjadi pasar film dengan pertumbuhan tercepat di dunia dan diramalkan akan mengalahkan Amerika Utara sebagai pasar dan jumlah penonton box office terbesar didunia pada 2020. Saat ini China memiliki 70.000 bioskop, naik dari 5.000 pada 2009, sedangkan AS hanya 40.000 bioskop.
Kelak AS dan China diharapkan dapat menjalin kerja sama yang lebih luas dan besar dalam membuat film untuk meraih kesuksesan global. “Jika rencana ini berhasil, sistemnya kemungkinan juga akan berhasil di tempat lain. Jadi saat ini kami semua sedang fokus menyukseskan rencana ini,” ujar Fenton.
Film lain yang menjadi bukti kedekatan AS dan China ialah Detective Chinatown 2 yang di -bintangi Liu Haoran. Meski budaya dan ciri khas China sangat kuat, sebagian besar pengambilan gambar film itu dilakukan di New York, tak terkecuali lokasi seperti Times Square, Fifth Avenue, dan Brooklyn Bridge.
Para ahli menilai film tersebut menarik dan dapat dikonsumsi masyarakat lokal kedua negara, juga internasional. Detective Chinatown 2 juga film berbahasa China pertama yang diambil di AS. Selain itu, film ini menarik banyak penonton saat ditayangkan di 115 bioskop di Amerika pada awal 2018.
Detective Chinatown 2 menghasilkan USD1,98 juta di Amerika Utara dan USD531,9 juta di seluruh dunia sampai 5 April2018. Atas capaian tersebut, film itu menjadi film keempat dengan pendapatan kotor tertinggi di China. Masyarakat AS juga mengakui Detective China town 2 merupakan film yang bagus. “Film itu sungguh lucu,” kata warga AS, David Li, dilansir Xinhua.net. “Saya kira para pembuat film di China telah mengambil banyak pelajaran dari industri film Hollywood danmulai membuat film bagus tanpa menghapus karakter dan identitas. Film ini juga menarik karena menggabungkan elemen AS dan China.”
Pada kuartal pertama 2018, film box office China untuk pertama kali menyalip AS sebagai film terlaris di dunia menyusul kesuksesan Detective Chinatown 2 dan Operation Red Sea .Total pendapatan China darifilm laris mereka dilaporkan mencapai USD3,1 miliar, bandingkan dengan AS yang senilai USD2,89 miliar. (Muh Shamil)
Kerja sama pembuatan film yang mencerminkan hubungan people to people dan business to business itu menjadi katalis penyeimbang yang tak ternilai dalam kondisi hubungan AS-China yang berada di titik nadir saat ini.
Kondisi ini mengingatkan diplomasi ping-pong sekitar 48 tahun lalu. Kala itu, awal 1970-an, pertandingan persahabatan yang mereka gelar berujung pada kunjungan Presiden AS saat itu, Richard Nixon, ke Tiongkok pada 1972. Kunjungan ini ditindaklanjuti dengan terbentuknya ikatan diplomatik antara kedua negara mulai 1979, sekaligus mengakhiri isolasi Tiongkok dari dunia luar.
Secercah harapan tetap terjalinnya hubungan AS-China lewat diplomasi film diungkapkan Penasihat Senior IDW Media Holdings, Chris Fenton. Fenton, yang telah berada di China 12 hari lantaran ditugasi Kongres AS untuk memahami dan meningkatkan hubungan kedua negara, menemukan fakta diplomasi film membuat AS-China tetap berkomunikasi–sekalipun sedang dilanda krisis.
“Kami tentu harus melanjutkan pertukaran budaya ini karena ini merupakan cara untuk menjaga hubungan,” ujar Fenton, dikutip China Daily.
“Tingkat diskusi AS dan China sangat terbatas. Namun, diplomasi film mampu membawa kedua negara ke titik di mana kami biasanya bertentangan satu sama lain.”
Sebagian besar masyarakat China memang menyukai budaya AS dan sebagian besar masyarakat AS menyukai budaya China. Hubungan kemanusiaan dan emosional di antara rakyat kedua negara tidak dapat dipisahkan oleh sengketa politik. Bahkan, masyarakat kedua negara selalu memisahkan urusan politik dan bisnis.
Menurut Fenton, salah satu film tersukses hasil karya kolaborasi kedua negara ialah Iron Man 3. Produk diplomasi budaya yang berkualitas kini mendapatkan penawaran tinggi di AS dan China. Faktanya, jumlah orang kelas menengah China terus bertambah dan berhasil mencapai 400 juta sejak 20 tahun terakhir.
China juga menjadi pasar film dengan pertumbuhan tercepat di dunia dan diramalkan akan mengalahkan Amerika Utara sebagai pasar dan jumlah penonton box office terbesar didunia pada 2020. Saat ini China memiliki 70.000 bioskop, naik dari 5.000 pada 2009, sedangkan AS hanya 40.000 bioskop.
Kelak AS dan China diharapkan dapat menjalin kerja sama yang lebih luas dan besar dalam membuat film untuk meraih kesuksesan global. “Jika rencana ini berhasil, sistemnya kemungkinan juga akan berhasil di tempat lain. Jadi saat ini kami semua sedang fokus menyukseskan rencana ini,” ujar Fenton.
Film lain yang menjadi bukti kedekatan AS dan China ialah Detective Chinatown 2 yang di -bintangi Liu Haoran. Meski budaya dan ciri khas China sangat kuat, sebagian besar pengambilan gambar film itu dilakukan di New York, tak terkecuali lokasi seperti Times Square, Fifth Avenue, dan Brooklyn Bridge.
Para ahli menilai film tersebut menarik dan dapat dikonsumsi masyarakat lokal kedua negara, juga internasional. Detective Chinatown 2 juga film berbahasa China pertama yang diambil di AS. Selain itu, film ini menarik banyak penonton saat ditayangkan di 115 bioskop di Amerika pada awal 2018.
Detective Chinatown 2 menghasilkan USD1,98 juta di Amerika Utara dan USD531,9 juta di seluruh dunia sampai 5 April2018. Atas capaian tersebut, film itu menjadi film keempat dengan pendapatan kotor tertinggi di China. Masyarakat AS juga mengakui Detective China town 2 merupakan film yang bagus. “Film itu sungguh lucu,” kata warga AS, David Li, dilansir Xinhua.net. “Saya kira para pembuat film di China telah mengambil banyak pelajaran dari industri film Hollywood danmulai membuat film bagus tanpa menghapus karakter dan identitas. Film ini juga menarik karena menggabungkan elemen AS dan China.”
Pada kuartal pertama 2018, film box office China untuk pertama kali menyalip AS sebagai film terlaris di dunia menyusul kesuksesan Detective Chinatown 2 dan Operation Red Sea .Total pendapatan China darifilm laris mereka dilaporkan mencapai USD3,1 miliar, bandingkan dengan AS yang senilai USD2,89 miliar. (Muh Shamil)
(nfl)