Kepemimpinan Politik Dilema Besar, Konflik Mahathir-Anwar Memanas
A
A
A
KUALA LUMPUR - Kepemimpinan politik Malaysia kini menghadapi dilema besar. Bisakah Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim bisa mempersatukan Pakatan Harapan? Kedua pemimpin politik tersebut bersitegang mengenai masalah suksesi yang pernah dijanjikan.
Kesepakatan antara Anwar dan Mahathir mengenai sukses awalnya akan dilaksanakan pada Mei 2020. Namun, Mahathir justru meminta pengunduran jadwal sukses hingga akhir tahun depan. Itu disebabkan dia ingin menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) APEC pada November mendatang.
Meskipun Anwar dan Mahathir sudah mencapai kesepakatan terbaru mengenai sukses, tetapi isu pertentangan antara keduanya masih memanas di publik Malaysia. Publik khawatir jika ketegangan kedua pemimpin itu berimbas pada ekonomi dan sosial di negara tersebut. Apalagi, kubu antara pendukung Anwar dan Mahathir juga kerap berseberangan pendapat mengenai sukses.
Ujian besar Pakatan Harapan ditunjukkan setelah kemenangan koalisi Barisan Nasional (BN) di Tanjung Piai. Itu menjadi refleksi bagi pendukung Anwar agar Mahathir segera menyerahkan kekuasaan kepada Anwar sebelum Pakatan Harapan terus terseok-seok. Apalagi, jajak pendapat juga menyebutkan pemerintahan Mahathir tidak menunjukkan pencapaian yang konkret seperti janji reformasi yang dikumandangkan saat pemilu lalu.
Melansir South China Morning Post, kekhawatir lainnya adalah spekulasi Menteri Ekonomi Azmin Ali dan Hishammudin Hussein yang dituding kubu pendukung Anwar, akan merebut posisi PM. Hadirnya Azmin dan Hisammudin memang mengkhawatirkan kubu Anwar karena keduanya memiliki kedekatan hubungan dengan PM Mahathir.
Anwar pun telah menurunkan ketegangan di antara dua kubu dengan menyatakan kalau dirinya dan Mahathir telah menyepakati transisi kekuasaan dengan damai dan dilaksanakan dengan kesepakatan. “Transisi kekuasaan tersebut dilaksanakan dengan kerangka waktu yang rasional dan pemahaman yang saling menguntungkan,” ujarnya.
Mahathir pun menyatakan bahwa dirinya dan Anwar sepakat menurunkan ketegangan. “Anwar memahami permasalahan yang dihadapi Pakatan Harapan. Tidak perlu ada ketegangan seperti tanggal transisi,” ujar Mahathir.
Dalam pertemuan di Doha, Mahathir juga mengungkapkan dirinya akan mengundurkan diri setelah menyelesaikan permasalahan besar yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya. “Saya berjanji akan mengundurkan diri dan menyerahkan kepemimpinan kepada kandidat yang disepakati koalisi,” katanya.
Analis politik Wong Chin Huat menyatakan, transisi kekuasaan tidak akan menyebabkan popularitas Pakatan Harapan menurun. Meskipun, ketidakpastian bisa melingkupi peristiwa tersebut. “Adanya kebingungan siapa yang memimpin Malaysia kedepannya,” ujar Wong.
Faktor rasial memang menjadi pengaruh penting karena oposisi Barisan Nasional pernah berkuasa selama 61 tahun. Meskipun pemerintahan Mahathir telah menunjukkan komposisi multiras dibandingkan pemerintahan Barisan Nasional sebelumnya. “Pemerintahan Mahathir justru mengalami penderitaan karena terlalu moderat,” papar Wong. Wong menjelaskan, menjadi moderat di Malaysia seperti susu rendah lemah atau pun bir tanpa alkohol, menyehatkan tetapi kehilangan autentisitas.
Sementara itu, Mohd Jamaludin Mohamed Shamsudin, Ketua Komite Koordinasi Aliansi Lembaga Nirlaba Islam, menyerukan perlunya suksesi kekuasaan secepatnya.
Dia memandang ketidakpastian kepemimpinan Malaysia menyebabkan banyak pengusaha menarik investasinya. Pembangunan ekonomi, pemberantasan korupsi, dan reformasi institusi di Malaysia juga berjalan lambat.
“PM (Mahathir) yang terlalu tua dan tidak memiliki kerangka waktu transisi yang jelas menciptakan ketidakstabilan politik,” ujar Shamsudin.
(Andika H Mustaqim)
Kesepakatan antara Anwar dan Mahathir mengenai sukses awalnya akan dilaksanakan pada Mei 2020. Namun, Mahathir justru meminta pengunduran jadwal sukses hingga akhir tahun depan. Itu disebabkan dia ingin menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) APEC pada November mendatang.
Meskipun Anwar dan Mahathir sudah mencapai kesepakatan terbaru mengenai sukses, tetapi isu pertentangan antara keduanya masih memanas di publik Malaysia. Publik khawatir jika ketegangan kedua pemimpin itu berimbas pada ekonomi dan sosial di negara tersebut. Apalagi, kubu antara pendukung Anwar dan Mahathir juga kerap berseberangan pendapat mengenai sukses.
Ujian besar Pakatan Harapan ditunjukkan setelah kemenangan koalisi Barisan Nasional (BN) di Tanjung Piai. Itu menjadi refleksi bagi pendukung Anwar agar Mahathir segera menyerahkan kekuasaan kepada Anwar sebelum Pakatan Harapan terus terseok-seok. Apalagi, jajak pendapat juga menyebutkan pemerintahan Mahathir tidak menunjukkan pencapaian yang konkret seperti janji reformasi yang dikumandangkan saat pemilu lalu.
Melansir South China Morning Post, kekhawatir lainnya adalah spekulasi Menteri Ekonomi Azmin Ali dan Hishammudin Hussein yang dituding kubu pendukung Anwar, akan merebut posisi PM. Hadirnya Azmin dan Hisammudin memang mengkhawatirkan kubu Anwar karena keduanya memiliki kedekatan hubungan dengan PM Mahathir.
Anwar pun telah menurunkan ketegangan di antara dua kubu dengan menyatakan kalau dirinya dan Mahathir telah menyepakati transisi kekuasaan dengan damai dan dilaksanakan dengan kesepakatan. “Transisi kekuasaan tersebut dilaksanakan dengan kerangka waktu yang rasional dan pemahaman yang saling menguntungkan,” ujarnya.
Mahathir pun menyatakan bahwa dirinya dan Anwar sepakat menurunkan ketegangan. “Anwar memahami permasalahan yang dihadapi Pakatan Harapan. Tidak perlu ada ketegangan seperti tanggal transisi,” ujar Mahathir.
Dalam pertemuan di Doha, Mahathir juga mengungkapkan dirinya akan mengundurkan diri setelah menyelesaikan permasalahan besar yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya. “Saya berjanji akan mengundurkan diri dan menyerahkan kepemimpinan kepada kandidat yang disepakati koalisi,” katanya.
Analis politik Wong Chin Huat menyatakan, transisi kekuasaan tidak akan menyebabkan popularitas Pakatan Harapan menurun. Meskipun, ketidakpastian bisa melingkupi peristiwa tersebut. “Adanya kebingungan siapa yang memimpin Malaysia kedepannya,” ujar Wong.
Faktor rasial memang menjadi pengaruh penting karena oposisi Barisan Nasional pernah berkuasa selama 61 tahun. Meskipun pemerintahan Mahathir telah menunjukkan komposisi multiras dibandingkan pemerintahan Barisan Nasional sebelumnya. “Pemerintahan Mahathir justru mengalami penderitaan karena terlalu moderat,” papar Wong. Wong menjelaskan, menjadi moderat di Malaysia seperti susu rendah lemah atau pun bir tanpa alkohol, menyehatkan tetapi kehilangan autentisitas.
Sementara itu, Mohd Jamaludin Mohamed Shamsudin, Ketua Komite Koordinasi Aliansi Lembaga Nirlaba Islam, menyerukan perlunya suksesi kekuasaan secepatnya.
Dia memandang ketidakpastian kepemimpinan Malaysia menyebabkan banyak pengusaha menarik investasinya. Pembangunan ekonomi, pemberantasan korupsi, dan reformasi institusi di Malaysia juga berjalan lambat.
“PM (Mahathir) yang terlalu tua dan tidak memiliki kerangka waktu transisi yang jelas menciptakan ketidakstabilan politik,” ujar Shamsudin.
(Andika H Mustaqim)
(nfl)