Menlu Retno: Kebebasan dan Inklusivitas Kunci Sukses Demokrasi
A
A
A
NUSA DUA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan kebebasan dan inklusivitas adalah kunci dari keberhasilan sebuah demokrasi. Menurutnya, demokrasi yang inklusif dapat menjamin stabilitas sebuah negara.
"Demokrasi adalah alat, itu bukan tujuan itu sendiri, itu adalah alat untuk menciptakan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bagi semua," katanya saat membuka Bali Democracy Forum (BDF) ke-12 di Nusa Dua pada Kamis (5/12/2019).
Retno, dalam pernyataannya juga mengungkap hasil penelitian yang dilakukan pihaknya yang melibatkan 209 negara/entitas, untuk mengukur korelasi antara kualitas kebebasan (demokrasi), inklusivitas, dan kerapuhan. Retno menyebutkan bahwa asumsi dasarnya adalah ketiga konsep tersebut saling terkait.
Dia mengatakan negara cenderung kurang rapuh jika memiliki lebih banyak kebebasan dan inklusivitas. Sebaliknya, negara cenderung lebih rapuh jika memiliki lebih sedikit kebebasan dan inklusivitas.
Berdasarkan hasil penelitian, 49 persennya menunjukkan kecenderungan ke arah korelasi antara kebebasan, inklusivitas, dan tingkat kerapuhan. Penelitian ini menunjukkan bahwa negara-negara yang lebih inklusif akan mengalami kerapuhan yang lebih sedikit.
"Dalam dua tahun terakhir kami menyaksikan ketidakpuasan lokal di banyak negara. Ketidakpuasan bahkan terjadi di negara-negara yang memiliki pemilihan terbuka, pemimpin yang dipilih secara demokratis," katanya.
Mayoritas negara dalam kekacauan, kata Retno, sekali lagi menunjukkan tingkat kebebasan dan inklusivitas yang rendah dan menyebabkan kerapuhan yang lebih tinggi.
"Oleh karena itu, keberhasilan demokrasi sangat terkait dengan tingkat inklusivitas, di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam proses demokrasi. Setiap orang dapat memperoleh manfaat dari buah demokrasi," paparnya.
"Demokrasi adalah alat, itu bukan tujuan itu sendiri, itu adalah alat untuk menciptakan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bagi semua," katanya saat membuka Bali Democracy Forum (BDF) ke-12 di Nusa Dua pada Kamis (5/12/2019).
Retno, dalam pernyataannya juga mengungkap hasil penelitian yang dilakukan pihaknya yang melibatkan 209 negara/entitas, untuk mengukur korelasi antara kualitas kebebasan (demokrasi), inklusivitas, dan kerapuhan. Retno menyebutkan bahwa asumsi dasarnya adalah ketiga konsep tersebut saling terkait.
Dia mengatakan negara cenderung kurang rapuh jika memiliki lebih banyak kebebasan dan inklusivitas. Sebaliknya, negara cenderung lebih rapuh jika memiliki lebih sedikit kebebasan dan inklusivitas.
Berdasarkan hasil penelitian, 49 persennya menunjukkan kecenderungan ke arah korelasi antara kebebasan, inklusivitas, dan tingkat kerapuhan. Penelitian ini menunjukkan bahwa negara-negara yang lebih inklusif akan mengalami kerapuhan yang lebih sedikit.
"Dalam dua tahun terakhir kami menyaksikan ketidakpuasan lokal di banyak negara. Ketidakpuasan bahkan terjadi di negara-negara yang memiliki pemilihan terbuka, pemimpin yang dipilih secara demokratis," katanya.
Mayoritas negara dalam kekacauan, kata Retno, sekali lagi menunjukkan tingkat kebebasan dan inklusivitas yang rendah dan menyebabkan kerapuhan yang lebih tinggi.
"Oleh karena itu, keberhasilan demokrasi sangat terkait dengan tingkat inklusivitas, di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam proses demokrasi. Setiap orang dapat memperoleh manfaat dari buah demokrasi," paparnya.
(mas)