Tiga Ilmuwan Pencipta Baterai Raih Nobel Kimia

Kamis, 10 Oktober 2019 - 07:35 WIB
Tiga Ilmuwan Pencipta...
Tiga Ilmuwan Pencipta Baterai Raih Nobel Kimia
A A A
STOCKHOLM - Tiga ilmuwan memenangkan Nobel bidang kimia karena mengembangkan baterai litium yang bisa diisi ulang. Penemuan itu mampu mendorong transformasi teknologi informasi global dan revolusi dunia bebas bahan bakar fosil. Ketiga ilmuwan itu yakni John Goodenough, 97, asal Amerika Serikat (AS) yang menjadi penerima Nobel tertua.

Dia akan berbagi hadiah senilai USD906.000 dengan Stanley Whittingham dari Inggris dan Akira Yoshino dari Jepang. “Baterai litium-ion mampu merevolusi kehidupan kita sejak pertama kali masuk ke pasaran pada 1991. Itu menjadi landasan untuk perkembangan wireless, masyarakat bebas bahan bakar fosil, dan menjadi salah satu penemuan yang paling menguntungkan bagi manusia,” demikian keterangan Komite Nobel, dilansir Reuters.

Whittingham pertama kali mengembangkan baterai litium awal 1970-an. Awal pembuatan baterai tersebut karena krisis minyak pada waktu itu. Whittingham pun mengembangkan teknologi energi agar manusia tidak terlalu bergantung pada bahan bakar fosil. Dia menemukan material yang kaya energi yang disebut dengan titanium disulphide yang digunakan sebagai katode atau terminal positif.

Pengajar di Universitas Binghampton di Vestal, AS, juga membuat anode atau terminal negatif pada baterai dari litium logam. Hasil baterai itu menghasilkan dua volt. Namun, baterai litium itu mudah meledak. Selanjutnya, Goodenough mengembangkan baterai tersebut satu dekade setelahnya.

Pria berkebangsaan AS yang lahir di Jerman itu, memprediksi bahwa katode bisa ditingkatkan jika dibuat dari metal oksida dibandingkan sulfat. Profesor di Universitas Texas, Austin itu menggunakan oksida untuk meningkatkan kemampuan baterai litium empat volt.

Dengan basis katode yang dikembangkan Goodenough, Akira Yoshino, 71, menciptakan baterai litium-ion secara komersial pada 1985. Yoshino mampu menghilangkan litium dari baterai sehingga menjadikan lebih aman. Pria kelahiran Osaka, Jepang itu bekerja untuk Asahi Kasei Corporation dan Universitas Meijo di Nagoya.

Komite Nobel Kimia mengungkapkan baterai litium-ion telah digunakan global dan menjadi energi bagi alat elektronik sehingga kita bisa berkomunikasi, bekerja, belajar, mendengarkan musik, dan mencari ilmu pengetahuan. "Perkembangan penemuan ketiga ilmuwan itu mampu menjadikan dunia lebih berkelanjutan," kata Goran K Hansson, sekjen Royal Swedish Academy of Sciences.

Berbicara kepada stasiun televisi Jepang setelah mendengar pengumuman kemenangannya, Yoshino mengungkapkan bahwa dirinya sangat senang bisa membantu lingkungan. “Saya sangat senang baterai litium-ion memenangkan hadiah Nobel,” katanya. Dia mengungkapkan bahwa itu juga bisa menginspirasi orang lain. “Saya berharap itu bisa mendorong para peneliti muda,” imbuhnya.

Gregory Offer, pakar teknik mesin dari Imperial College London, mengungkapkan bahwa kerja para ilmuwan itu menjadi salah satu kunci mendorong perkembangan teknologi pada abad ke-21. “Mereka telah meletakkan revolusi mobile dan sangat esensial membantu permasalahan perubahan iklim dan transportasi listrik,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan Peter Somfai, profesor kimia organik dan anggota komIte Nobel Kimia. Alasan yang sangat jelas kenapa ketiga ilmuwan tersebut meraih Nobel, kata Somfai, yakni mereka meletakkan fondasi utama teknologi yang digunakan manusia saat ini. “Semua orang menggunakan ponsel dan kendaraan listrik yang kini semakin populer. Itu semua berkat penemuan ketiga ilmuwan tersebut,” paparnya.

Nobel kimia merupakan penghargaan ketiga yang diumumkan pada pekan ini. Sebelumnya peraih Nobel kedokteran dan fisika telah diumumkan sebelumnya. Nobel kimia merupakan salah satu penghargaan bergengsi. Ernest Rutherford berhasil meraih penghargaan Nobel kimia pada 1908 atas karyanya substansi kimia radioaktif.

Marie Curie pada 1911 juga berhasil menemukan elemen radium dan polonium. Tahun lalu Frances H Arnold meraih Nobel kimia atas penemuan evolusi enzim, serta George P Smith dan Gregory P Winter dengan penemuan antibodi. Kalau Frederick Sanger pernah memenangkan Nobel kimia sebanyak dua kali pada 1958 dan 1980.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0994 seconds (0.1#10.140)