Gagal Cegah Bom Paskah, Eks Menhan dan Kepala Polisi Sri Lanka Ditangkap
A
A
A
KOLOMBO - Kepala polisi dan mantan Menteri Pertahanan Sri Lanka ditangkap dengan tuduhan gagal mencegah pemboman pada Minggu Paskah, Selasa (2/7/2019). Insiden yang terjadi pada Minggu (21/4/2019) itu menewaskan 258.
Penangkapan itu terjadi sehari setelah kepala kejaksaan Sri Lanka mengatakan bahwa dugaan kelalaian dua pejabat senior itu sama dengan kejahatan barat terhadap kemanusiaan, dan mereka juga harus menghadapi tuduhan pembunuhan.
Pujith Jayasundara adalah pejabat polisi paling senior yang ditangkap dalam sejarah pasukan selama 152 tahun, yang didirikan oleh penguasa kolonial Inggris pada tahun 1867.
"Baik Jayasundara dan mantan Menteri Pertahanan Hemasiri Fernando sedang menjalani perawatan di dua rumah sakit terpisah ketika mereka ditahan oleh petugas berpakaian sipil dari Departemen Investigasi Kriminal," kata jurubicara pemerintah Ruwan Gunasekera seperti dikutip dari AFP.
Keduanya akan tetap berada di rumah sakit, namun para detektif secara resmi akan melaporkan penangkapan mereka kepada hakim untuk memutuskan tindakan apa yang harus diambil.
Jaksa Agung Sri Lanka Dappula de Livera kemarin mengatakan keduanya gagal untuk bertindak setelah sebelumnya ada peringatan terkait serangan Minggu Paskah yang mematikan, yang disalahkan pada kelompok jihad lokal.
"Mereka harus dibawa ke hadapan hakim karena kelalaian kriminal," kata de Livera dalam suratnya kepada penjabat kepala polisi Chandana Wickramaratne.
"Kelalaian mereka sama dengan apa yang dikenal di bawah hukum internasional sebagai kejahatan berat terhadap kemanusiaan," tulisnya.
Sembilan perwira polisi senior lainnya telah ditunjuk oleh jaksa agung sebagai tersangka yang harus dituntut karena peran mereka dalam pelanggaran keamanan.
Informasi mengenai target serangan Minggu Paskah itu diberikan oleh para pejabat intelijen India yang diperoleh dari seorang jihadis dalam tahanan India. Namun pemerintah Sri Lanka gagal menanggapi ancaman itu dengan serius.
Peringatan India pertama diberikan pada 4 April, lebih dari dua minggu sebelum pemboman 21 April, yang kemudian diklaim oleh Kelompok Negara Islam (ISIS).
Sri Lanka berada dalam keadaan darurat sejak serangan itu.
Kelompok-kelompok Muslim lokal juga membuat polisi dan intelijen Sri Lanka bersiaga terhadap ancaman potensial yang ditimbulkan oleh ulama radikal Zahran Hashim, yang memimpin pemboman bunuh diri.
Jayasundara dan Fernando sebelumnya telah bersaksi di depan penyelidikan parlemen, di mana mereka menuduh Presiden Maithripala Sirisena gagal mengikuti protokol yang sudah ada dalam menilai ancaman terhadap keamanan nasional.
Mereka juga menuduh bahwa Sirisena - yang juga menteri pertahanan serta hukum dan ketertiban - tidak menganggap serius ancaman itu.
Sirisena, yang menegaskan dia tidak memiliki peringatan akan serangan itu, mengaku keberatan dengan penyelidikan parlemen dan memerintahkan polisi untuk tidak bekerja sama.
Penangkapan itu terjadi sehari setelah kepala kejaksaan Sri Lanka mengatakan bahwa dugaan kelalaian dua pejabat senior itu sama dengan kejahatan barat terhadap kemanusiaan, dan mereka juga harus menghadapi tuduhan pembunuhan.
Pujith Jayasundara adalah pejabat polisi paling senior yang ditangkap dalam sejarah pasukan selama 152 tahun, yang didirikan oleh penguasa kolonial Inggris pada tahun 1867.
"Baik Jayasundara dan mantan Menteri Pertahanan Hemasiri Fernando sedang menjalani perawatan di dua rumah sakit terpisah ketika mereka ditahan oleh petugas berpakaian sipil dari Departemen Investigasi Kriminal," kata jurubicara pemerintah Ruwan Gunasekera seperti dikutip dari AFP.
Keduanya akan tetap berada di rumah sakit, namun para detektif secara resmi akan melaporkan penangkapan mereka kepada hakim untuk memutuskan tindakan apa yang harus diambil.
Jaksa Agung Sri Lanka Dappula de Livera kemarin mengatakan keduanya gagal untuk bertindak setelah sebelumnya ada peringatan terkait serangan Minggu Paskah yang mematikan, yang disalahkan pada kelompok jihad lokal.
"Mereka harus dibawa ke hadapan hakim karena kelalaian kriminal," kata de Livera dalam suratnya kepada penjabat kepala polisi Chandana Wickramaratne.
"Kelalaian mereka sama dengan apa yang dikenal di bawah hukum internasional sebagai kejahatan berat terhadap kemanusiaan," tulisnya.
Sembilan perwira polisi senior lainnya telah ditunjuk oleh jaksa agung sebagai tersangka yang harus dituntut karena peran mereka dalam pelanggaran keamanan.
Informasi mengenai target serangan Minggu Paskah itu diberikan oleh para pejabat intelijen India yang diperoleh dari seorang jihadis dalam tahanan India. Namun pemerintah Sri Lanka gagal menanggapi ancaman itu dengan serius.
Peringatan India pertama diberikan pada 4 April, lebih dari dua minggu sebelum pemboman 21 April, yang kemudian diklaim oleh Kelompok Negara Islam (ISIS).
Sri Lanka berada dalam keadaan darurat sejak serangan itu.
Kelompok-kelompok Muslim lokal juga membuat polisi dan intelijen Sri Lanka bersiaga terhadap ancaman potensial yang ditimbulkan oleh ulama radikal Zahran Hashim, yang memimpin pemboman bunuh diri.
Jayasundara dan Fernando sebelumnya telah bersaksi di depan penyelidikan parlemen, di mana mereka menuduh Presiden Maithripala Sirisena gagal mengikuti protokol yang sudah ada dalam menilai ancaman terhadap keamanan nasional.
Mereka juga menuduh bahwa Sirisena - yang juga menteri pertahanan serta hukum dan ketertiban - tidak menganggap serius ancaman itu.
Sirisena, yang menegaskan dia tidak memiliki peringatan akan serangan itu, mengaku keberatan dengan penyelidikan parlemen dan memerintahkan polisi untuk tidak bekerja sama.
(ian)