Eks Tentara Elite Guatemala Divonis 5.100 Tahun Penjara
A
A
A
GUATEMALA - Seorang mantan tentara elite Guatemala dijatuhi vonis 5.160 tahun penjara karena terlibat dalam pembantaian warga lokal pada 1980-an. Santos Lopez Alonzo, sang terpidana, merupakan anggota Kaibiles, pasukan elite binaan Amerika Serikat (AS) yang membantai warga Kota Dos Erres pada era pemberontakan.
Pria berusia 66 tahun itu dideportasi dari AS pada 2016 untuk menghadapi dakwaan di Pengadilan Tinggi Guatemala. Saat itu dia dituduh sebagai dalang di balik pembantaian 171 warga tak bersalah di wilayah utara. Meski vonisnya melampaui usia, hukuman itu dinilai sebagai simbol karena batas penjara di sana hanya 50 tahun.
Apa yang dilakukan Alonzo memang terbilang sangat kejam. Ahli forensik International Justice Monitor mengungkapkan menemukan 171 tengkorak di sebuah sumur di wilayah utara. Mayoritas korban di bunuh dengan palu godam. Mantan Jenderal Peru Rodolfo Robles mengatakan unit khusus militer itu beroperasi secara terencana dan terkoordinasi.
“Sebanyak 40% dari tulang-belulang tersebut adalah anak-anak berusia di bawah 12 tahun,” ungkap International Justice Monitor, di kutip news.sky.com . Alonzo mengaku dirinya turut serta dalam intervensi militer di Dos Erres pada 1982.
Namun, dia menepis ikut membantai warga setempat atau kejahatan lainnya. Kaibiles diterjunkan untuk memburu anggota gerilyawan yang menyergap konvoi militer. Namun, operasi itu gagal. Mereka tak menemukan sepucuk senjata pun.
Pembantaian di Dos Erres terjadi selama era pemerintahan Jose Efrain Rios Montt, yang juga didakwa melakukan pembantaian. Dia meninggal dunia April tahun ini. Sekitar 200.000 orang tewas dibunuh dan 45.000 lainnya hilang dari muka umum selama perang sipil di Guatemala antara 1960- 1996.
Alonzo juga bukanlah anggota Kaibiles pertama yang dibawa ke meja hijau pada abad milenial dan didakwa melakukan pembantaian di Guatemala. Sebelumnya, beberapa mantan tentara elite lainnya juga dijatuhi vonis lebih dari 6.000 tahun penjara. Bagai mana pun, sejumlah anggota Kaibiles diyakini masih bebas di AS.
Warga Guatemala yang menentang pemerintahan Montt, termasuk Dos Erres, tidak hanya mengalami pembantaian, tapi juga penyiksaan. Human Rights Watch menyatakan aksi militer pada saat itu sangat keji, terutama kepada warga sipil tak bersenjata.
Ratusan ribu orang diyakini diteror agar tunduk terhadap pemerintah. Pembantaian terhadap suku Maya di kawasan utara terjadi sebelum perang berlangsung. Meski demikian, serangan teror secara terorganisir dilakukan sejak 1975 dan mencapai puncak pada 1980-an.
Tentara Guatemala dilaporkan melakukan 626 kali pembantaian dan menghancurkan 440 desa antara 1981-1983. Di sejumlah daerah seperti Rabinal dan Nebaj, sedikitnya 1/3 perkampungan hancur atau kosong karena ditinggalkan penduduknya.
Hasil studi Juvenile Division for the Supreme Court pada 1985 menunjukkan sekitar 200.000 anak-anak kehilangan satu orang tuanya dalam pembantaian dan 25% kehilangan kedua orang tuanya. Alonzo merupakan salah satu terdakwa yang dijatuhi vonis lebih dari 5.000 tahun penjara.
Saat ini terdakwa dengan vonis penjara terpanjang di pegang Chamoy Thipyaso asal Thailand. Dia divonis 141.675 tahun penjara pada 1989 karena menipu lebih dari 16.000 warga Thailand dengan total uang mencapai USD204 juta.
Terdakwa lainnya yang dijatuhi vonis di luar batas usia manusia ialah Otman el-Ghaoui (42.924 tahun), Jamal Zougam (42.922), dan Emilio Suarez (34.715) karena terlibat kasus pengeboman kereta di Spanyol pada 2004. Lalu, Charles Scott Robinson (30.000) di AS dengan rincian vonis 5.000 tahun penjara per kasus dari enam kasus.
Pria berusia 66 tahun itu dideportasi dari AS pada 2016 untuk menghadapi dakwaan di Pengadilan Tinggi Guatemala. Saat itu dia dituduh sebagai dalang di balik pembantaian 171 warga tak bersalah di wilayah utara. Meski vonisnya melampaui usia, hukuman itu dinilai sebagai simbol karena batas penjara di sana hanya 50 tahun.
Apa yang dilakukan Alonzo memang terbilang sangat kejam. Ahli forensik International Justice Monitor mengungkapkan menemukan 171 tengkorak di sebuah sumur di wilayah utara. Mayoritas korban di bunuh dengan palu godam. Mantan Jenderal Peru Rodolfo Robles mengatakan unit khusus militer itu beroperasi secara terencana dan terkoordinasi.
“Sebanyak 40% dari tulang-belulang tersebut adalah anak-anak berusia di bawah 12 tahun,” ungkap International Justice Monitor, di kutip news.sky.com . Alonzo mengaku dirinya turut serta dalam intervensi militer di Dos Erres pada 1982.
Namun, dia menepis ikut membantai warga setempat atau kejahatan lainnya. Kaibiles diterjunkan untuk memburu anggota gerilyawan yang menyergap konvoi militer. Namun, operasi itu gagal. Mereka tak menemukan sepucuk senjata pun.
Pembantaian di Dos Erres terjadi selama era pemerintahan Jose Efrain Rios Montt, yang juga didakwa melakukan pembantaian. Dia meninggal dunia April tahun ini. Sekitar 200.000 orang tewas dibunuh dan 45.000 lainnya hilang dari muka umum selama perang sipil di Guatemala antara 1960- 1996.
Alonzo juga bukanlah anggota Kaibiles pertama yang dibawa ke meja hijau pada abad milenial dan didakwa melakukan pembantaian di Guatemala. Sebelumnya, beberapa mantan tentara elite lainnya juga dijatuhi vonis lebih dari 6.000 tahun penjara. Bagai mana pun, sejumlah anggota Kaibiles diyakini masih bebas di AS.
Warga Guatemala yang menentang pemerintahan Montt, termasuk Dos Erres, tidak hanya mengalami pembantaian, tapi juga penyiksaan. Human Rights Watch menyatakan aksi militer pada saat itu sangat keji, terutama kepada warga sipil tak bersenjata.
Ratusan ribu orang diyakini diteror agar tunduk terhadap pemerintah. Pembantaian terhadap suku Maya di kawasan utara terjadi sebelum perang berlangsung. Meski demikian, serangan teror secara terorganisir dilakukan sejak 1975 dan mencapai puncak pada 1980-an.
Tentara Guatemala dilaporkan melakukan 626 kali pembantaian dan menghancurkan 440 desa antara 1981-1983. Di sejumlah daerah seperti Rabinal dan Nebaj, sedikitnya 1/3 perkampungan hancur atau kosong karena ditinggalkan penduduknya.
Hasil studi Juvenile Division for the Supreme Court pada 1985 menunjukkan sekitar 200.000 anak-anak kehilangan satu orang tuanya dalam pembantaian dan 25% kehilangan kedua orang tuanya. Alonzo merupakan salah satu terdakwa yang dijatuhi vonis lebih dari 5.000 tahun penjara.
Saat ini terdakwa dengan vonis penjara terpanjang di pegang Chamoy Thipyaso asal Thailand. Dia divonis 141.675 tahun penjara pada 1989 karena menipu lebih dari 16.000 warga Thailand dengan total uang mencapai USD204 juta.
Terdakwa lainnya yang dijatuhi vonis di luar batas usia manusia ialah Otman el-Ghaoui (42.924 tahun), Jamal Zougam (42.922), dan Emilio Suarez (34.715) karena terlibat kasus pengeboman kereta di Spanyol pada 2004. Lalu, Charles Scott Robinson (30.000) di AS dengan rincian vonis 5.000 tahun penjara per kasus dari enam kasus.
(don)