Secret Service Bilang Trump Hendak Dibunuh Jelang Forum ASEAN

Senin, 15 Oktober 2018 - 16:14 WIB
Secret Service Bilang...
Secret Service Bilang Trump Hendak Dibunuh Jelang Forum ASEAN
A A A
WASHINGTON - Secret Service atau Dinas Rahasia Amerika Serikat (AS) mengatakan Presiden Donald Trump hendak dibunuh saat kunjungan ke Filipina tahun 2017 untuk menghadiri forum ASEAN. Namun, upaya itu berhasil digagalkan dengan bantuan polisi Filipina.

Pengakuan Dinas Rahasia AS itu muncul dalam sebuah video dokumenter National Geographic yang diputar pada hari Minggu (14/10/2018). Dinas Rahasia adalah lembaga yang ditugaskan untuk menjaga keamanan presiden AS dan keluarganya. Di Indonesia, layanan seperti itu dikenal sebagai Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Menurut tayangan dokumenter itu, beberapa hari sebelum KTT ASEAN, aparat Manila meningkatkan status anacaman ke level kritis, karena kelompok yang terkait teroris ISIS atau Daesh sudah membuat ancaman.

Video-video yang dirilis oleh Daesh mendesak para penyerang "lone wolf" melakukan aksi "menunggu" dan "menyergap" Presiden Trump ketika dia mengunjungi Filipina.

Para penyerang yang menamai Trump dengan sebutan "Mogul" terdeteksi Secret Service yang menyisir media sosial. Dinas itu menemukan satu indikasi rencana serangan yang muncul dalam bentuk tweet.

"Akan berada di Manila pada waktu yang sama dengan Trump. Saya akan mengambil satu untuk tim," bunyi tweet, disertai dengan foto Lee Harvey Oswald, terduga pembunuh Presiden AS John F. Kennedy.

Menurut video dokumenter itu, perangkat lunak khusus digunakan Secret Service untuk mendeteksi posting media sosial yang mencurigakan dengan lebih cepat.

"Roti dan mentega dari apa yang kita lakukan adalah elemen manusia, dan orang-orang yang mengerjakan misi itu, dan itu tidak akan pernah berubah," kata seorang agen khusus AS kepada The Daily Beast.

Secret Service juga dilaporkan memantau akun Instagram pelaku, di mana mereka menemukan gambar buku berjudul "How to Kill: The Definitive History of the Assassin".

Dinas itu akhirnya menyimpulkan bahwa dua petunjuk sudah cukup untuk menetapkan ancaman yang kredibel. Mereka bergerak cepat dengan melacak pemilik komputer dan menemukannya di Manila, hanya beberapa kilometer jauhnya dari hotel di mana presiden dijadwalkan untuk menginap.

Dalam operasinya, Secret Service tidak tahu tentang lokasi tepat pemilik komputer, yang sebenarnya dekat dengan pendaratan pesawat kepresidenan AS, Air Force One, di Manila.

Setelah pendaratan Presiden Trump, dalam hitungan menit, para agen melacak tersangka ke Luneta Park, satu mil dari hotel tempat Trump dijadwalkan untuk menginap. Dengan bantuan kepolisian Manila, Secret Service menyisir taman dan menangkap tersangka.

Berbicara dalam sebuah wawancara, Agen Khusus Chad Ragan mengaitkan banyak keberhasilan operasi dengan teknologi.

"Kami dapat mengetahui bahwa dia (tersangka) bergerak dekat dengan kami, di mana dia, dan melacaknya. Itu adalah bagian besar dari (operasi) menghentikan ancaman," katanya.

Ragan mengakui bahwa tanpa bantuan kepolisian Filipina, misinya akan jauh lebih sulit.

"Itu adalah kunci penting yang tidak dapat diremehkan, itu adalah betapa hebatnya pemerintah asing ini, atau bahkan penduduk setempat," katanya mengacu pada otoritas Filipina.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6260 seconds (0.1#10.140)