India Deportasi Rohingya ke Myanmar
A
A
A
NEW DELHI - Mahkamah Agung (MA) India menolak petisi untuk menghentikan pemerintah mendeportasi tujuh pria Rohingya ke Myanmar. Keputusan MA itu membuat pemerintah India segera mendeportasi tujuh Rohingya ke Myanmar. Tindakan India itu pun dikritik banyak pihak.
Tujuh orang Rohingya itu ditahan di India timur sejak 2012 dengan tuduhan masuk negara itu secara ilegal. Kepolisian mengirim mereka ke perbatasan pada Rabu (3/10) untuk deportasi. Ini menjadi deportasi pertama oleh India terhadap komunitas Rohingya.
“Kami tidak ingin intervensi dengan keputusan pemerintah,” ungkap Ketua MA Ranjan Gogoi saat menolak petisi untuk menghentikan deportasi mereka.
Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan kondisi di Rakhine, Myanmar tidak aman untuk Rohingya. Komunitas minoritas itu tidak memiliki kewarganegaraan di Myanmar dan mengalami banyak kekerasan di negara mayoritas Buddha tersebut.
Menurut lembaga PBB, lebih dari 700.000 Rohingya telah meninggalkan Rakhine dan mengungsi di Bangladesh tahun lalu akibat operasi militer Myanmar. Laporan PBB menyatakan komunitas Rohingya mengalami pembunuhan massal, pembakaran rumah, dan pemerkosaan oleh militer Myanmar.
Sebanyak 40.000 Rohingya berada di India setelah berhasil mengungsi dari kekerasan di Myanmar.
Berbagai kelompok hak asasi manusia (HAM) mengecam keputusan pemerintah India memaksa Rohingya kembali ke Myanmar. “Mendeportasi pria ini akan menempatkan mereka pada risiko penyiksaan dan pelecehan,” tegas pernyataan Human Rights Watch, dikutip Reuters.
“Deportasi mereka melanggar hukum internasional,” ungkap Amnesti International.
Prashant Bhuhan, pengacara yang mengajukan petisi pengadilan itu meminta penghentian deportasi Rohingya. “Tujuh pria itu mungkin disiksa dan bahkan mungkin dibunuh di sana. Ini jelas kasus pelanggaran HAM,” ujar dia.
Pemerintahan India menyatakan dalam keterangan di MA bahwa deportasi itu merupakan keputusan administratif yang melibatkan pertimbangan diplomatik dan lainnya, termasuk pertimbangan kepentingan nasional.
MA India juga memeriksa kasus terhadap keputusan pemerintah tahun lalu bahwa setiap negara bagian di India harus mengidentifikasi dan mendeportasi semua Rohingya. Pemerintah India menganggap Rohingya sebagai imigran ilegal yang memiliki risiko keamanan nasional.
“Itu adalah warga Myanmar yang identitasnya telah dikonfirmasi pemerintah mereka. Pemerintah memberi mereka izin perjalanan,” kata LS Changsan, pejabat senior di Negara Bagian Assam, India kepada BBC.
Pelapor Khusus PBB untuk Rasisme Tendayi Achiume menyatakan India berisiko melanggar kewajiban hukum internasional dengan mengembalikan pria Rohingya untuk kemungkinan disiksa. “Dengan identitas etnik pria itu, ini jelas penyangkalan mencolok tentang hak mereka untuk perlindungan,” papar dia.
Pejabat di India menyatakan dua pria Rohingya dikirim kembali pada Agustus, tapi laporan ini tidak dikonfirmasi oleh pemerintah Myanmar. Tahun lalu India mengumumkan akan mendeportasi seluruh populasi Rohingya di negaranya yang mencapai 40.000 jiwa. Jumlah ini termasuk sekitar 18.000 Rohingya yang terdaftar sebagai pengungsi oleh PBB.
Meski ada tekanan internasional terhadap Myanmar, India secara aktif mendorong hubungan baik dengan para pejabat militer Myanmar. India berharap tindakan mereka dapat membantu memerangi militan di timur laut India yang sebagian besar berbasis di hutan-hutan Myanmar.
Sebelumnya, para menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara mendesak Myanmar memberi mandat penuh pada komisi penyelidikan untuk mengusut pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap Rohingya di Rakhine.
Para menlu itu bertemu secara informal di sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pekan lalu. Menlu Singapura Vivian Balakrishnan menyatakan pada parlemen bahwa dalam pertemuan itu para menlu mengungkapkan kekhawatiran tentang kekerasan di Rakhine. “Ini bencana kemanusiaan buatan manusia,” papar Balakrishnan, dikutip Reuters.
“Kami ungkapkan kekhawatiran kami dengan dugaan aksi-aksi kekerasan. Ini sesuatu yang seharusnya tidak terjadi jaman dan hari ini,” papar Balakrishnan merujuk pada pertemuan para menlu 10 negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar.
Para menlu, imbuh Balakrishnan, mendesak pemerintah Myanmar bahwa komisi penyelidikan independen harus diberi mandat penuh untuk investigasi dan menahan semua yang bertanggung jawab penuh untuk diadili.
Tujuh orang Rohingya itu ditahan di India timur sejak 2012 dengan tuduhan masuk negara itu secara ilegal. Kepolisian mengirim mereka ke perbatasan pada Rabu (3/10) untuk deportasi. Ini menjadi deportasi pertama oleh India terhadap komunitas Rohingya.
“Kami tidak ingin intervensi dengan keputusan pemerintah,” ungkap Ketua MA Ranjan Gogoi saat menolak petisi untuk menghentikan deportasi mereka.
Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan kondisi di Rakhine, Myanmar tidak aman untuk Rohingya. Komunitas minoritas itu tidak memiliki kewarganegaraan di Myanmar dan mengalami banyak kekerasan di negara mayoritas Buddha tersebut.
Menurut lembaga PBB, lebih dari 700.000 Rohingya telah meninggalkan Rakhine dan mengungsi di Bangladesh tahun lalu akibat operasi militer Myanmar. Laporan PBB menyatakan komunitas Rohingya mengalami pembunuhan massal, pembakaran rumah, dan pemerkosaan oleh militer Myanmar.
Sebanyak 40.000 Rohingya berada di India setelah berhasil mengungsi dari kekerasan di Myanmar.
Berbagai kelompok hak asasi manusia (HAM) mengecam keputusan pemerintah India memaksa Rohingya kembali ke Myanmar. “Mendeportasi pria ini akan menempatkan mereka pada risiko penyiksaan dan pelecehan,” tegas pernyataan Human Rights Watch, dikutip Reuters.
“Deportasi mereka melanggar hukum internasional,” ungkap Amnesti International.
Prashant Bhuhan, pengacara yang mengajukan petisi pengadilan itu meminta penghentian deportasi Rohingya. “Tujuh pria itu mungkin disiksa dan bahkan mungkin dibunuh di sana. Ini jelas kasus pelanggaran HAM,” ujar dia.
Pemerintahan India menyatakan dalam keterangan di MA bahwa deportasi itu merupakan keputusan administratif yang melibatkan pertimbangan diplomatik dan lainnya, termasuk pertimbangan kepentingan nasional.
MA India juga memeriksa kasus terhadap keputusan pemerintah tahun lalu bahwa setiap negara bagian di India harus mengidentifikasi dan mendeportasi semua Rohingya. Pemerintah India menganggap Rohingya sebagai imigran ilegal yang memiliki risiko keamanan nasional.
“Itu adalah warga Myanmar yang identitasnya telah dikonfirmasi pemerintah mereka. Pemerintah memberi mereka izin perjalanan,” kata LS Changsan, pejabat senior di Negara Bagian Assam, India kepada BBC.
Pelapor Khusus PBB untuk Rasisme Tendayi Achiume menyatakan India berisiko melanggar kewajiban hukum internasional dengan mengembalikan pria Rohingya untuk kemungkinan disiksa. “Dengan identitas etnik pria itu, ini jelas penyangkalan mencolok tentang hak mereka untuk perlindungan,” papar dia.
Pejabat di India menyatakan dua pria Rohingya dikirim kembali pada Agustus, tapi laporan ini tidak dikonfirmasi oleh pemerintah Myanmar. Tahun lalu India mengumumkan akan mendeportasi seluruh populasi Rohingya di negaranya yang mencapai 40.000 jiwa. Jumlah ini termasuk sekitar 18.000 Rohingya yang terdaftar sebagai pengungsi oleh PBB.
Meski ada tekanan internasional terhadap Myanmar, India secara aktif mendorong hubungan baik dengan para pejabat militer Myanmar. India berharap tindakan mereka dapat membantu memerangi militan di timur laut India yang sebagian besar berbasis di hutan-hutan Myanmar.
Sebelumnya, para menteri luar negeri negara-negara Asia Tenggara mendesak Myanmar memberi mandat penuh pada komisi penyelidikan untuk mengusut pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap Rohingya di Rakhine.
Para menlu itu bertemu secara informal di sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pekan lalu. Menlu Singapura Vivian Balakrishnan menyatakan pada parlemen bahwa dalam pertemuan itu para menlu mengungkapkan kekhawatiran tentang kekerasan di Rakhine. “Ini bencana kemanusiaan buatan manusia,” papar Balakrishnan, dikutip Reuters.
“Kami ungkapkan kekhawatiran kami dengan dugaan aksi-aksi kekerasan. Ini sesuatu yang seharusnya tidak terjadi jaman dan hari ini,” papar Balakrishnan merujuk pada pertemuan para menlu 10 negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar.
Para menlu, imbuh Balakrishnan, mendesak pemerintah Myanmar bahwa komisi penyelidikan independen harus diberi mandat penuh untuk investigasi dan menahan semua yang bertanggung jawab penuh untuk diadili.
(don)