Ilmuwan Berhasil Temukan Warna Tertua di Dunia
A
A
A
CANBERRA - Para ilmuwan telah menemukan apa yang mereka katakan sebagai warna biologis tertua di dunia. Warna tersebut berasal dari bebatuan kuno di bawah gurun Sahara.
Pigmen berumur 1,1 miliar tahun itu memiliki warna merah muda yang cerah, namun bentuk konsentrasi mereka berkisar dari warna merah darah hingga ungu.
Para ilmuwan Australia mengatakan pigmen itu berasal dari molekul fosil klorofil yang dihasilkan oleh organisme laut. Para peneliti menggiling batu serpih menjadi serbuk untuk mengekstrak pigmen tersebut.
"Bayangkan Anda bisa menemukan fosil kulit dinosaurus yang masih memiliki warna asli, hijau atau biru ... itulah jenis penemuan yang kami buat," kata Prof Jochen Brocks dari Australian National University (ANU) seperti dikutip dari BBC, Selasa (10/7/2018).
"Ini adalah molekul yang sebenarnya, molekul berwarna tertua di dunia. Ketika dipegang dihadapkan pada sinar matahari, mereka sebenarnya adalah neon pink," jelasnya.
Mahasiswa PhD ANU, Dr Nur Gueneli, menemukan pigmen tersebut setelah menjalankan pelarut organik melalui bubuk batu. Brocks mengatakan proses ekstraksinya mirip dengan mesin kopi.
"Saya mendengar dia berteriak di lab ketika keluar, dan dia berlari ke kantor saya," kata asisten Prof Brocks.
"Pada awalnya saya pikir itu telah terkontaminasi. Sungguh menakjubkan bahwa sesuatu dengan warna biologis dapat bertahan untuk waktu yang lama," imbuhnya.
Sebuah perusahaan pertambangan telah menemukan bebatuan dalam deposit serpih laut di Cekungan Taoudeni di Mauritania, Afrika Barat sekitar 10 tahun yang lalu, setelah pengeboran lubang beberapa ratus meter, katanya.
Analisis pigmen menemukan mereka telah diproduksi oleh cyanobacteria di laut pada saat itu. Profesor Brocks mengatakan temuan ini berkontribusi pada pemahaman tentang evolusi bentuk kehidupan di Bumi.
"Cyanobacteria kecil mendominasi dasar rantai makanan di lautan satu miliar tahun yang lalu, yang membantu menjelaskan mengapa hewan tidak ada pada saat itu," katanya.
"Hidup hanya menjadi lebih besar sekitar 600 juta tahun yang lalu karena sebelumnya tidak ada sumber makanan yang cukup," imbuhnya.
Penelitian ini, yang juga melibatkan para ilmuwan di AS dan Jepang, telah diterbitkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Science, Amerika Serikat.
Pigmen berumur 1,1 miliar tahun itu memiliki warna merah muda yang cerah, namun bentuk konsentrasi mereka berkisar dari warna merah darah hingga ungu.
Para ilmuwan Australia mengatakan pigmen itu berasal dari molekul fosil klorofil yang dihasilkan oleh organisme laut. Para peneliti menggiling batu serpih menjadi serbuk untuk mengekstrak pigmen tersebut.
"Bayangkan Anda bisa menemukan fosil kulit dinosaurus yang masih memiliki warna asli, hijau atau biru ... itulah jenis penemuan yang kami buat," kata Prof Jochen Brocks dari Australian National University (ANU) seperti dikutip dari BBC, Selasa (10/7/2018).
"Ini adalah molekul yang sebenarnya, molekul berwarna tertua di dunia. Ketika dipegang dihadapkan pada sinar matahari, mereka sebenarnya adalah neon pink," jelasnya.
Mahasiswa PhD ANU, Dr Nur Gueneli, menemukan pigmen tersebut setelah menjalankan pelarut organik melalui bubuk batu. Brocks mengatakan proses ekstraksinya mirip dengan mesin kopi.
"Saya mendengar dia berteriak di lab ketika keluar, dan dia berlari ke kantor saya," kata asisten Prof Brocks.
"Pada awalnya saya pikir itu telah terkontaminasi. Sungguh menakjubkan bahwa sesuatu dengan warna biologis dapat bertahan untuk waktu yang lama," imbuhnya.
Sebuah perusahaan pertambangan telah menemukan bebatuan dalam deposit serpih laut di Cekungan Taoudeni di Mauritania, Afrika Barat sekitar 10 tahun yang lalu, setelah pengeboran lubang beberapa ratus meter, katanya.
Analisis pigmen menemukan mereka telah diproduksi oleh cyanobacteria di laut pada saat itu. Profesor Brocks mengatakan temuan ini berkontribusi pada pemahaman tentang evolusi bentuk kehidupan di Bumi.
"Cyanobacteria kecil mendominasi dasar rantai makanan di lautan satu miliar tahun yang lalu, yang membantu menjelaskan mengapa hewan tidak ada pada saat itu," katanya.
"Hidup hanya menjadi lebih besar sekitar 600 juta tahun yang lalu karena sebelumnya tidak ada sumber makanan yang cukup," imbuhnya.
Penelitian ini, yang juga melibatkan para ilmuwan di AS dan Jepang, telah diterbitkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Science, Amerika Serikat.
(ian)