Menlu Retno: Pasukan Penjaga Perdamaian PBB Harus Dilatih dengan Baik
A
A
A
NEW YORK - Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menyatakan, pasukan penjaga perdamaian PBB bukanlah pekerjaan biasa, mereka harus mendapatkan pelatihan yang memadai dan mendapatkan peralatan yang baik.
Berbicara dalam Debat Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB dengan tema “Collective Action to Improve UN Peacekeeping Operations”, Retno menyampaikan sejumlah hal dalam kerangka ASEAN dan juga Indonesia.
Dalam pidatonya untuk mewakili ASEAN, Retno menyampaikan pentingnya reformasi DK PBB yang harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja dan kapasitas serta proses pengambilan keputusan di lapangan. Kedua, diamenekankan agar sumber pendanaan PKO harus memadai. Terakhir, dia juga menegaskan bahwa keamanan dan keselamatan pasukan perdamaian menjadi tanggung jawab bersama negara anggota PBB, sehingga harus selalu diperhatikan.
Sedangkan inti pidato Menlu yang mewakili kepentingan nasional antara lain, menekankan pentingnya membuat terobosan baru dalam memastikan keamanan dan keselamatan Peacekeepers di lapangan.
“Pasukan Keamanan PBB tidak bisa lagi bekerja Business as usual , Peacekeepers harus well-trained, well-equipped dan adequately-resourced," kata Retno, seperti dikutip dalam laman resmi Kementerian Luar Negeri RI pada Kamis (29/3).
Oleh karena itu, Retno menyatakan pengembangan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan menjadi keharusan. Lebih lanjut dirinya menyampaikan agar adanya inovasi dalam pembelian peralatan untuk misi Pemeliharaan Perdamaian PBB termasuk pengunaan industri strategis dari negara berkembang.
Selain hal di atas, isu lain yang menjadi perhatian Indonesia terkait pasukan perdamaian PBB adalah mengenai pentingnya untuk meningkatkan keterlibatan perempuan. Menurut Retno, perempuan lebih mudah untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal dan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksplotasi seksual dan tindakan kekerasan.
“Jumlah Peacekeepers perempuan dalam misi Pemeliharaan Keamanan PBB harus ditingkatkan, mengingat lebih mudah bagi perempuan untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal dan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksplotasi seksual dan tindakan kekerasan,” tukasnya.
Berbicara dalam Debat Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB dengan tema “Collective Action to Improve UN Peacekeeping Operations”, Retno menyampaikan sejumlah hal dalam kerangka ASEAN dan juga Indonesia.
Dalam pidatonya untuk mewakili ASEAN, Retno menyampaikan pentingnya reformasi DK PBB yang harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja dan kapasitas serta proses pengambilan keputusan di lapangan. Kedua, diamenekankan agar sumber pendanaan PKO harus memadai. Terakhir, dia juga menegaskan bahwa keamanan dan keselamatan pasukan perdamaian menjadi tanggung jawab bersama negara anggota PBB, sehingga harus selalu diperhatikan.
Sedangkan inti pidato Menlu yang mewakili kepentingan nasional antara lain, menekankan pentingnya membuat terobosan baru dalam memastikan keamanan dan keselamatan Peacekeepers di lapangan.
“Pasukan Keamanan PBB tidak bisa lagi bekerja Business as usual , Peacekeepers harus well-trained, well-equipped dan adequately-resourced," kata Retno, seperti dikutip dalam laman resmi Kementerian Luar Negeri RI pada Kamis (29/3).
Oleh karena itu, Retno menyatakan pengembangan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan menjadi keharusan. Lebih lanjut dirinya menyampaikan agar adanya inovasi dalam pembelian peralatan untuk misi Pemeliharaan Perdamaian PBB termasuk pengunaan industri strategis dari negara berkembang.
Selain hal di atas, isu lain yang menjadi perhatian Indonesia terkait pasukan perdamaian PBB adalah mengenai pentingnya untuk meningkatkan keterlibatan perempuan. Menurut Retno, perempuan lebih mudah untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal dan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksplotasi seksual dan tindakan kekerasan.
“Jumlah Peacekeepers perempuan dalam misi Pemeliharaan Keamanan PBB harus ditingkatkan, mengingat lebih mudah bagi perempuan untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal dan lebih efektif dalam melindungi masyarakat sipil dari eksplotasi seksual dan tindakan kekerasan,” tukasnya.
(esn)