Ikut Pelatihan di KBRI KL, Nasib Eks TKI Ilegal Ini Berubah
A
A
A
JAKARTA - Nur Arif Hidayati bisa tersenyum lepas saat ini, karena telah mendapatkan pekerjaan yang baik di Tanah Air. Nur, wanita asal Kediri berusia 21 tahun, adalah mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang sempat mendapatkan pelatihan dari Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur.
Ditemui di tempat ia bekerja saat ini di Bandara International Hotel, Cengkareng, Nur mengungkapkan bahwa tahun lalu berangkat ke Malaysia untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga. Tiga bulan bekerja di Negeri Jiran, Nur tidak pernah mendapatkan gaji sepeser pun. Semua jerih payahnya disedot oleh agensi yang menempatkan ia di Malaysia.
"Saya ditipu oleh agensi, ada masalah pada potongan (gaji) dan kerja dengan kontrak kerjanya tidak sama. Perjanjian di kontrak kerja itu dua tahun kerja, potongan tiga bulan, tapi harusnya masih ada sisa gaji untuk saya. Sementara saya kerja di majikan tiga bulan, saya tidak mendapatkan gaji sama sekali," tutur Nur pada kepada Sindonews, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Jengah dengan keadaan, Nur akhirnya memutuskan untuk kabur ke KBRI Kuala Lumpur. "Saat majikan wanita saya tidur dan majikan pria saya berangkat kerja, saya akhirnya kabur. Saya naik taksi ke KBRI tanpa membawa uang sepeser pun, taksi pun yang membayar KBRI," ungkapnya.
Di KBRI, Nur ditempatkan di penampungan para TKI. Di sana, ia mengaku mengikuti program KBRI KL yang bernama "Saya Ingin Sukses" bersama dengan 35 TKI lainnya yang berada di tempat penampungan. Nur menjalani pelatihan untuk menjadi seorang terapis profesional.
"Menjalani pelatihan selama tiga bulan dari kedutaan, dilatih di tempat spa yang berada di sana (Kuala Lumpur)," ujarnya.
Terkait dengan statusnya, Nur mengaku tidak tahu jika dirinya bekerja secara ilegal di Malaysia. Ia baru mengetahui hal itu setelah tiba di KBRI. Pasalnya, visa yang digunakannya adalah visa kunjungan.
"Saya tahu ketika dijelaskan oleh pihak kedutaan," ucapnya.
Wanita berambut panjang ini juga mengatakan tidak pernah mendapatkan pelatihan dari agensi yang mengirimkannya ke Malaysia. "Kita hanya ditempatkan selama beberapa hari di satu lokasi, kemudian langsung dikirim. Tidak ada pelatihan," katanya.
Pada Oktober 2017, setelah masalahnya dianggap selesai, dia dipulangkan ke Kediri. Dirinya mengaku sempat menganggur selama kurang lebih dua bulan, sebelum akhirnya ditawari pekerjaan untuk menjadi terapis di spa yang berada di salah satu hotel mewah di kawasan bandara itu.
Disinggung bagaimana ia mendapatkan pekerjaan ditempatnya saat ini, Nur menyatakan pemilik spa di hotel mendapatkan rekomendasi dari pemilik spa di Malaysia tempat ia mendapatkan pelatihan dahulu.
Ketika ditanya apakah kapok untuk bekerja di luar negeri lagi, Nur menyatakan jika menjadi asisten rumah tangga lagi tidak mau. Namun jika di sektor formal, seperti menjadi terapis di hotel yang mumpuni, maka ia bersedia untuk kembali merantau.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Rusdy Kirana menuturkan program "Saya Ingin Sukses" sendiri memang ditujukan untuk mencegah TKI yang sempat bermasalah di Malaysia untuk kembali. Selain itu program ini juga untuk menunjukan bahwa jika memiliki kemampuan, peluang kerja di Indonesia masih cukup banyak sehingga tidak perlu mengadu nasib hingga ke luar negeri.
Ditemui di tempat ia bekerja saat ini di Bandara International Hotel, Cengkareng, Nur mengungkapkan bahwa tahun lalu berangkat ke Malaysia untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga. Tiga bulan bekerja di Negeri Jiran, Nur tidak pernah mendapatkan gaji sepeser pun. Semua jerih payahnya disedot oleh agensi yang menempatkan ia di Malaysia.
"Saya ditipu oleh agensi, ada masalah pada potongan (gaji) dan kerja dengan kontrak kerjanya tidak sama. Perjanjian di kontrak kerja itu dua tahun kerja, potongan tiga bulan, tapi harusnya masih ada sisa gaji untuk saya. Sementara saya kerja di majikan tiga bulan, saya tidak mendapatkan gaji sama sekali," tutur Nur pada kepada Sindonews, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Jengah dengan keadaan, Nur akhirnya memutuskan untuk kabur ke KBRI Kuala Lumpur. "Saat majikan wanita saya tidur dan majikan pria saya berangkat kerja, saya akhirnya kabur. Saya naik taksi ke KBRI tanpa membawa uang sepeser pun, taksi pun yang membayar KBRI," ungkapnya.
Di KBRI, Nur ditempatkan di penampungan para TKI. Di sana, ia mengaku mengikuti program KBRI KL yang bernama "Saya Ingin Sukses" bersama dengan 35 TKI lainnya yang berada di tempat penampungan. Nur menjalani pelatihan untuk menjadi seorang terapis profesional.
"Menjalani pelatihan selama tiga bulan dari kedutaan, dilatih di tempat spa yang berada di sana (Kuala Lumpur)," ujarnya.
Terkait dengan statusnya, Nur mengaku tidak tahu jika dirinya bekerja secara ilegal di Malaysia. Ia baru mengetahui hal itu setelah tiba di KBRI. Pasalnya, visa yang digunakannya adalah visa kunjungan.
"Saya tahu ketika dijelaskan oleh pihak kedutaan," ucapnya.
Wanita berambut panjang ini juga mengatakan tidak pernah mendapatkan pelatihan dari agensi yang mengirimkannya ke Malaysia. "Kita hanya ditempatkan selama beberapa hari di satu lokasi, kemudian langsung dikirim. Tidak ada pelatihan," katanya.
Pada Oktober 2017, setelah masalahnya dianggap selesai, dia dipulangkan ke Kediri. Dirinya mengaku sempat menganggur selama kurang lebih dua bulan, sebelum akhirnya ditawari pekerjaan untuk menjadi terapis di spa yang berada di salah satu hotel mewah di kawasan bandara itu.
Disinggung bagaimana ia mendapatkan pekerjaan ditempatnya saat ini, Nur menyatakan pemilik spa di hotel mendapatkan rekomendasi dari pemilik spa di Malaysia tempat ia mendapatkan pelatihan dahulu.
Ketika ditanya apakah kapok untuk bekerja di luar negeri lagi, Nur menyatakan jika menjadi asisten rumah tangga lagi tidak mau. Namun jika di sektor formal, seperti menjadi terapis di hotel yang mumpuni, maka ia bersedia untuk kembali merantau.
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Rusdy Kirana menuturkan program "Saya Ingin Sukses" sendiri memang ditujukan untuk mencegah TKI yang sempat bermasalah di Malaysia untuk kembali. Selain itu program ini juga untuk menunjukan bahwa jika memiliki kemampuan, peluang kerja di Indonesia masih cukup banyak sehingga tidak perlu mengadu nasib hingga ke luar negeri.
(ian)