Sekolah di Inggris akan Larang Anak-anak Berjilbab dan Puasa
A
A
A
LONDON - Sebuah sekolah top di Inggris yang didanai negara akan melarang anak-anak di sekolah tersebut untuk mengenakan jilbab dan puasa Ramadan. Siswi yang akan dilarang berjijab adalah anak gadis di bawah usia delapan tahun.
Sedangkan anak sekolah yang akan dilarang puasa Ramadan adalah mereka yang berusia di bawah 11 tahun. Larangan itu sudah diajukan ke pemerintah Inggris.
Sekolah yang membuat larangan seperti itu adalah St Stephen's School di Newham, London Timur.
Khusus untuk larangan puasa Ramadan, pertimbangannya adalah durasi waktu puasa yang berlangsung sekitar 18 jam sehari pada musim panas.
Sekolah tersebut mayoritas pelajarnya didiominasi anak-anak keturunan India, Pakistan atau Bangladesh. Kepala sekolahnya; Neena Lall, asal India, telah meminta pemerintah Inggris mengeluarkan panduan yang jelas mengenai larangan itu untuk mencegah reaksi balasan dari para orang tua siswa.
”Departemen harus melangkah dan membebaskannya dari tangan kita dan mengatakan kepada setiap sekolah bahwa ini adalah bagaimana seharusnya puasa,” kata Arif Qawi, Kepala Gubernur di St Stephen's School kepada The Sunday Times.
“Sama halnya dengan jilbab, seharusnya bukan keputusan kita. Tidak adil bagi guru dan sangat tidak adil bagi gubernur. Kami tidak dibayar. Mengapa kita harus mendapat reaksi balik?,” ujar Qawi, yang dikutip Senin (15/1/2018).
Meski mendapat kritik dari beberapa keluarga, kata Qawi, beberapa orang tua senang dengan sikap sekolah saat puasa Ramadan.
”Kami tidak melarang berpuasa sama sekali, tapi kami mendorong mereka (anak-anak) untuk berpuasa pada hari libur, di akhir pekan dan tidak di kampus sekolah. Di sini kita bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan mereka jika mereka pingsan di kampus. Ini tidak adil bagi kita,” ujar Qawi, yang berkonsultasi dengan ulama Muslim untuk memastikan bahwa puasa harus dimulai dari usia pubertas.
Berdasarkan pedoman Departemen Pendidikan di Inggris, kebijakan seragam adalah urusan pihak kepala sekolah dan badan pemerintahannya.
”Ini adalah masalah bagi masing-masing sekolah untuk memutuskan bagaimana mengakomodasi anak-anak yang menjalani bulan Ramadhan, dan untuk menetapkan kebijakan yang seragam. Kami mengeluarkan panduan yang jelas tentang seragam dan untuk membantu sekolah memahami tugas hukum mereka berdasarkan Undang-Undang Kesetaraan,” bunyi pernyataan Departemen Pendidikan.
Pada bulan November 2017, St Stephen's School telah menduduki puncak liga sekolah bergengsi yang diterbitkan oleh The Sunday Times setiap tahunnya.
Sedangkan anak sekolah yang akan dilarang puasa Ramadan adalah mereka yang berusia di bawah 11 tahun. Larangan itu sudah diajukan ke pemerintah Inggris.
Sekolah yang membuat larangan seperti itu adalah St Stephen's School di Newham, London Timur.
Khusus untuk larangan puasa Ramadan, pertimbangannya adalah durasi waktu puasa yang berlangsung sekitar 18 jam sehari pada musim panas.
Sekolah tersebut mayoritas pelajarnya didiominasi anak-anak keturunan India, Pakistan atau Bangladesh. Kepala sekolahnya; Neena Lall, asal India, telah meminta pemerintah Inggris mengeluarkan panduan yang jelas mengenai larangan itu untuk mencegah reaksi balasan dari para orang tua siswa.
”Departemen harus melangkah dan membebaskannya dari tangan kita dan mengatakan kepada setiap sekolah bahwa ini adalah bagaimana seharusnya puasa,” kata Arif Qawi, Kepala Gubernur di St Stephen's School kepada The Sunday Times.
“Sama halnya dengan jilbab, seharusnya bukan keputusan kita. Tidak adil bagi guru dan sangat tidak adil bagi gubernur. Kami tidak dibayar. Mengapa kita harus mendapat reaksi balik?,” ujar Qawi, yang dikutip Senin (15/1/2018).
Meski mendapat kritik dari beberapa keluarga, kata Qawi, beberapa orang tua senang dengan sikap sekolah saat puasa Ramadan.
”Kami tidak melarang berpuasa sama sekali, tapi kami mendorong mereka (anak-anak) untuk berpuasa pada hari libur, di akhir pekan dan tidak di kampus sekolah. Di sini kita bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan mereka jika mereka pingsan di kampus. Ini tidak adil bagi kita,” ujar Qawi, yang berkonsultasi dengan ulama Muslim untuk memastikan bahwa puasa harus dimulai dari usia pubertas.
Berdasarkan pedoman Departemen Pendidikan di Inggris, kebijakan seragam adalah urusan pihak kepala sekolah dan badan pemerintahannya.
”Ini adalah masalah bagi masing-masing sekolah untuk memutuskan bagaimana mengakomodasi anak-anak yang menjalani bulan Ramadhan, dan untuk menetapkan kebijakan yang seragam. Kami mengeluarkan panduan yang jelas tentang seragam dan untuk membantu sekolah memahami tugas hukum mereka berdasarkan Undang-Undang Kesetaraan,” bunyi pernyataan Departemen Pendidikan.
Pada bulan November 2017, St Stephen's School telah menduduki puncak liga sekolah bergengsi yang diterbitkan oleh The Sunday Times setiap tahunnya.
(mas)