Tolak Kritik, Guatemala Bersikukuh Pindahkan Kedubes ke Yerusalem
A
A
A
GUATEMALA CITY - Diplomat tertinggi Guatemala membela keputusan Presiden Jimmy Morales untuk memindahkan kedutaan besar (Kedubes) ke Yerusalem. Pemerintah Guatemala menolak kritik internasional dan domestik setelah mengikuti langkah Washington yang telah terlebih dahulu mengumumkan hal itu.
Menteri Luar Negeri Guatemala, Sandra Jovel mengatakan, keputusan untuk memindahkan kedubes adalah kebijakan luar negeri oleh karena itu berdaulat dan tidak ada niat untuk merubahnya.
"Apa yang kita lakukan adalah bersikap koheren dengan kebijakan luar negeri kita dan sekutu kita untuk Israel," katanya seperti dikutip dari Fox News, Rabu (27/12/2017).
Morales mengumumkan pemindahan kedubes Guatemala pada Malam Natal lalu. Ia menjadi orang pertama yang mengikuti Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memindahkan kedubes dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Baca Juga: Guatemala Umumkan Pemindahan Kedutaan di Israel ke Yerusalem
Langkah Morales ini pun mendapat tanggapan dari Qatar. Qatar melemparkan kecaman keras atas keputusan Guatemala untuk mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan memindahkan Kedutaan Besarnya ke Yerusalem. Doha kemudian mendesak Guatemala untuk segera membatalkan keputusan tersebut.
Baca Juga: Qatar Desak Guatemala Batalkan Pemindahan Kedutaan ke Yerusalem
Israel mengklaim bahwa seluruh Yerusalem sebagai ibukotanya, sementara Palestina mengklaim sektor timur kota itu sebagai Ibu Kota Palestina merdeka di masa datang. Israel merebut Yerusalem pada tahun 1967 dan merupakan rumah bagi situs-situs keagamaan Yahudi, Muslim dan Kristen yang sensitif. Banyak pemerintah telah lama mengatakan bahwa nasib Yerusalem harus diselesaikan melalui negosiasi.
Israel menyambut baik pengumuman Guatemala, sementara pihak berwenang Palestina mengkritiknya.
Pemerintah Guatemala tidak memberikan batas waktu untuk mewujudkan langkah tersebut, dan Trump juga tidak mengatakan kapan sebuah pemindahan kedubes A.S. dapat dilakukan.
Jovel mengecilkan kemungkinan kejatuhan perdagangan kapulaga Guatemala, dimana negara-negara Arab dan Islam adalah pembeli terbesar. Ia mencatat komoditas itu hanya mewakili 0,37 persen dari PDB negara tersebut.
"Ini bukan masalah yang benar-benar harus membuat kita khawatir terlalu banyak," ujar Jovel.
Guatemala dan Israel telah lama memiliki hubungan dekat, terutama dalam masalah keamanan dan penjualan senjata Israel ke negara Amerika Tengah.
Pengumuman Trump pada 6 Desember merubah kebijakan AS selama beberapa dekade. Pengumuman ini juga memicu bentrokan antara pemrotes Palestina dan pasukan keamanan Israel yang menyebabkan setidaknya belasan orang Palestina tewas.
Majelis Umum PBB pada hari Kamis memilih pada hari Kamis untuk mengutuk keputusan AS dalam resolusi yang tidak mengikat. Guatemala adalah satu dari sembilan negara yang berpihak pada AS.
Menteri Luar Negeri Guatemala, Sandra Jovel mengatakan, keputusan untuk memindahkan kedubes adalah kebijakan luar negeri oleh karena itu berdaulat dan tidak ada niat untuk merubahnya.
"Apa yang kita lakukan adalah bersikap koheren dengan kebijakan luar negeri kita dan sekutu kita untuk Israel," katanya seperti dikutip dari Fox News, Rabu (27/12/2017).
Morales mengumumkan pemindahan kedubes Guatemala pada Malam Natal lalu. Ia menjadi orang pertama yang mengikuti Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memindahkan kedubes dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Baca Juga: Guatemala Umumkan Pemindahan Kedutaan di Israel ke Yerusalem
Langkah Morales ini pun mendapat tanggapan dari Qatar. Qatar melemparkan kecaman keras atas keputusan Guatemala untuk mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan memindahkan Kedutaan Besarnya ke Yerusalem. Doha kemudian mendesak Guatemala untuk segera membatalkan keputusan tersebut.
Baca Juga: Qatar Desak Guatemala Batalkan Pemindahan Kedutaan ke Yerusalem
Israel mengklaim bahwa seluruh Yerusalem sebagai ibukotanya, sementara Palestina mengklaim sektor timur kota itu sebagai Ibu Kota Palestina merdeka di masa datang. Israel merebut Yerusalem pada tahun 1967 dan merupakan rumah bagi situs-situs keagamaan Yahudi, Muslim dan Kristen yang sensitif. Banyak pemerintah telah lama mengatakan bahwa nasib Yerusalem harus diselesaikan melalui negosiasi.
Israel menyambut baik pengumuman Guatemala, sementara pihak berwenang Palestina mengkritiknya.
Pemerintah Guatemala tidak memberikan batas waktu untuk mewujudkan langkah tersebut, dan Trump juga tidak mengatakan kapan sebuah pemindahan kedubes A.S. dapat dilakukan.
Jovel mengecilkan kemungkinan kejatuhan perdagangan kapulaga Guatemala, dimana negara-negara Arab dan Islam adalah pembeli terbesar. Ia mencatat komoditas itu hanya mewakili 0,37 persen dari PDB negara tersebut.
"Ini bukan masalah yang benar-benar harus membuat kita khawatir terlalu banyak," ujar Jovel.
Guatemala dan Israel telah lama memiliki hubungan dekat, terutama dalam masalah keamanan dan penjualan senjata Israel ke negara Amerika Tengah.
Pengumuman Trump pada 6 Desember merubah kebijakan AS selama beberapa dekade. Pengumuman ini juga memicu bentrokan antara pemrotes Palestina dan pasukan keamanan Israel yang menyebabkan setidaknya belasan orang Palestina tewas.
Majelis Umum PBB pada hari Kamis memilih pada hari Kamis untuk mengutuk keputusan AS dalam resolusi yang tidak mengikat. Guatemala adalah satu dari sembilan negara yang berpihak pada AS.
(ian)