Viral, ABG Palestina dengan Mata Ditutup dan Diseret Banyak Tentara Israel

Rabu, 13 Desember 2017 - 01:40 WIB
Viral, ABG Palestina dengan Mata Ditutup dan Diseret Banyak Tentara Israel
Viral, ABG Palestina dengan Mata Ditutup dan Diseret Banyak Tentara Israel
A A A
YERUSALEM - Foto demonstran Palestina berusia 16 tahun bernama Fawzi al-Junaidi ini viral di media sosial. Matanya ditutup kain layaknya penjahat berbahaya dan dikelilingi lebih dari 20 tentara Israel yang menenteng senjata.

Al-Junadi, anak baru gede (ABG) Palestina ini ditangkap hari Kamis pekan lalu di tengah berlangsungnya demo di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza. Demo itu untuk memprotes pengakuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal status Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Dia ditangkap atas tuduhan melempari sekelompok tentara Israel bersenjata dengan batu. Namun, remaja lelaki ini menyangkal tuduhan tersebut.

Foto itu membuat militer Israel menuai kecaman yang meluas karena dianggap menggunakan kekuatan yang berlebihan terhadap remaja belasan tahun yang tak berdaya.

Dalam foto itu, al-Junaidi terlihat bingung dengan mata ditutup kain. Beberapa bagian tubuhnya memar akibat dipukuli dengan senapan militer.

Dia mengenakan kemeja abu-abu dan celana jins robek saat dibawa paksa oleh banyak tentara negara Yahudi tersebut. Pemandangan bertolak belakang dengan para personel militer Israel yang dilengkapi senjata, helm pelindung dan bantalan lutut.

Dalam enam hari, setidaknya 16 warga Palestina lainnya telah ditangkap karena melakukan demonstrasi. Sedikitnya empat orang terbunuh dalam kekerasan sejak deklarasi AS soal Yerusalem. Lebih dari 700 demonstran lainnya cedera.

Parahnya, al-Junaidi juga membantah tuduhan bahwa dia berpartisipasi dalam demonstrasi. Tuduhan militer Israel itu hanya bersumber dari saksi mata.

”Dia mengatakan bahwa dia takut dan melarikan diri saat tabung gas air mata dilempar,” kata pengacara al-Junaidi, Farah Bayadsi, kepada Al Jazeera, semalam (12/12/2017).

”Fawzi (al-Junaidi) mengatakan bahwa dia dipukuli dengan sebuah senapan dan dia muncul dengan memar di leher, dada dan punggung.”

Remaja tersebut akan menghadapi tuntutan formal di depan pengadilan militer Israel pada hari Rabu (13/12/2017), setelah sebuah hearing awal pada hari Senin lalu.

”Polisi telah meminta perpanjangan (waktu penahanan) terkait penangkapan Fawzi selama persidangan awal,” kata Bayadsi, yang bekerja di Defence for Children International - Palestine (DCIP).

”Jaksa menuntut perpanjangan tujuh hari terkait penangkapan tersebut sehingga mereka dapat menyiapkan daftar dakwaan, namun kami menolaknya. Daftar tuntutan resmi akan diumumkan pada persidangan kedua,” katanya.

Menurut Bayadsi, hakim tertegun dengan kekuatan yang berlebihan terhadap al-Junaidi. Remaja itu kini dimasukkan ke penjara di Israel.

”Dia muncul dengan sandal besar dari penjara, dia telah kehilangan sepatunya dan berbicara tentang cara dimana diaa disalahgunakan saat dipindahkan ke penjara,” katanya.

”Jaksa bahkan tidak mengatakan apakah tentara akan diselidiki karena menggunakan kekuatan yang berlebihan. Seluruh kasus sejauh ini telah ditangani dengan kelalaian,” ujar Bayadsi.

Meski tidak mungkin, Bayadsi mengatakan bahwa tim pembela akan berusaha membebaskan al-Junaidi saat kasusnya terus berlanjut.

”Akan lebih mudah untuk berbicara dengan dia (dan) saksi lainnya, dan untuk mengumpulkan lebih banyak bukti,” katanya.

Remaja itu menjadi tulang punggung bagi keluarganya karena ayahnya mengalami cedera kaki dan ibunya sedang sakit.

Pamannya, Rashad, mengatakan bahwa dia berada di tempat yang salah pada waktu yang salah. ”Dia meninggalkan rumahnya untuk membeli beberapa belanjaan. Sayangnya, saat mencari toko, dia bertemu dengan sebuah serangan militer dan dihadapkan dengan pasukan Israel,” ujarnya.

”Mereka memukulinya, menutup matanya, menangkapnya, dan pertama membawanya ke pusat penahanan di pemukiman terdekat. Malam itu, pukul 02.00, dia dipindahkan ke pusat penahanan lain,” katanya kepada Al Jazeera.

”Sehari setelah itu, mereka membawanya ke penjara Ofer.”

Ofer ada di Israel dan kebanyakan dihuni tahanan administratif. Penjara di Israel jarang memberi narapidana dengan hak kunjungan, dan keluarga seringkali ditolak izinnya untuk menyeberang ke Israel sama sekali.

”Dia tidak melakukan demonstrasi atau apapun,” kata Rashad. ”Sayangnya, sama sekali tidak ada bentuk komunikasi, kita belum berbicara dengannya sejak penangkapannya.”
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3396 seconds (0.1#10.140)