Emmerson Mnangagwa: Awal Demokrasi Baru di Zimbabwe

Kamis, 23 November 2017 - 06:12 WIB
Emmerson Mnangagwa:...
Emmerson Mnangagwa: Awal Demokrasi Baru di Zimbabwe
A A A
HARARE - Wakil presiden Zimbabwe mengatakan negara tersebut sedang menyaksikan sebuah demokrasi baru dan berkembang. Ia mengatakan hal itu saat kembali ke Zimbabwe setelah dua minggu melarikan diri ke Afrika Selatan setelah dipecat oleh Robert Mugabe.

Emmerson Mnangagwa, veteran perang kemerdekaan 75 tahun dan pendukung partai Zanu-PF yang berkuasa akan dilantik sebagai presiden pada hari Jumat. Pemecatannya memicu krisis politik yang memuncak dalam pengunduran diri Mugabe yang berusia 93 tahun pada hari Selasa kemarin.

Mnangagwa tiba dari Johannesburg di sebuah pangkalan udara militer di Harare pada hari Rabu sore. Ia lantas melakukan perjalanan langsung ke markas ZANU-PF di mana kerumunan beberapa ratus orang telah berkumpul untuk mendengar pidato pertamanya sebagai calon presiden.

"Orang-orang telah berbicara. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Hari ini kita menyaksikan awal dari sebuah demokrasi baru dan terus berlanjut," katanya kepada pendukungnya seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (23/11/2017).

Prajurit mengamakan jalur masuk ke kompleks kantor ZANU-PF, namun mengizinkan pedagang asongan menjual es krim, pisang dan minuman ringan. Di luar, sebuah kios darurat yang menjual kaos ZANU-PF dengan slogan "Era Baru" dan bendera partai dalam warna nasional.

Banyak pendukung membawa plakat yang berterima kasih pada Mnangagwa atas kegigihannya dan kesabarannya.

Dijuluki "Buaya" atas reputasinya yang menakutkan, Mnangagwa telah dituduh memimpin gelombang represi brutal terhadap lawan ZANU-PF dan Mugabe.

Popularitasnya saat ini, meski tidak diragukan lagi, jelas lebih bergantung pada kejadian luar biasa minggu lalu daripada pengetahuan mendalam dari mantan kepala mata-mata tersebut.

"Saya di sini untuk menyambut pemimpin saya, pemimpin kami," kata Nicky Chihwa, seorang siswa berusia 28 tahun yang melambai-lambaikan bendera nasional.

"Kami berharap dia akan menjadi seseorang yang akan membawa kita berubah. Kami tidak terlalu peduli dengan siapa. Kami hanya ingin Mugabe pergi," imbuhnya.

Jennifer Mhlanga, anggota dewan ZANU-PF dan anggota komite utama partai tersebut, mengatakan bahwa penting bagi Mnangagwa merasa mendapat dukungan dari partai tersebut.

"Dia perlu tahu bahwa semua pekerjaan ini, untuk memenuhi semua harapan tinggi ini, tidak akan jatuh begitu saja di bahunya. Dia memiliki semua orang ini bersamanya. Keluarga ZANU-PF akan membantunya, keluarga Zimbabwe akan membantunya," katanya.

Pengasingan Mnangagwa di Afrika Selatan menggarisbawahi peran penting yang dimilikinya selama krisis. Meskipun upaya mediasi diplomatik gagal, Pretoria menawarkan tempat yang sangat penting bagi Mnangagwa dan sekutu dekat ketika mereka terpaksa melarikan diri tiga minggu yang lalu.

Mnangagwa, yang pernah menjadi salah satu pembantu terdekat Mugabe, dapat mengandalkan dukungan angkatan bersenjata, kelompok pengikut ZANU-PF yang bermarkas di seluruh negeri, dan pengikutnya sendiri di bagian timur Zimbabwe yang merupakan tempat asalnya.

Keputusan untuk memecat Mnangagwa adalah kesalahan taktis yang jarang terjadi oleh Mugabe. Mugabe tampaknya ingin menghapus kerikil untuk mendapatkan kekuatan bagi istrinya yang ambisius namun tidak populer dan fraksi G40-nya.

Meskipun ada rasa hormat yang luas terhadap Mugabe atas kepemimpinannya selama perang kemerdekaan yang brutal pada tahun 1960-an dan 70-an, namun sang istri mendapat pandangan yang berbeda, dengan banyak orang menuntut pengadilan dan pemenjaraan terhadapnya.

Terlepas dari jaminan yang ditawarkan oleh Mnangagwa dan militer, mantan pemimpin yang berkuasa selama 37 tahun ini mungkin lebih memilih pengasingan. Dubai, Singapura atau Malaysia dianggap sebagai tujuan yang paling mungkin. Keluarga tersebut dipercaya memiliki portofolio properti yang cukup besar di luar negeri.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0912 seconds (0.1#10.140)