Turki Panggil Dubes Belanda Tiga Kali
A
A
A
ANKARA - Turki kemarin memanggil Duta Besar Belanda Daan Feddo Huisinga untuk yang ketiga kali. Pemanggilan ini menunjukkan memanasnya hubungan antara dua aliansi NATO tersebut.
Turki dan Belanda terlibat konflik diplomatik setelah Den Haag melarang menteri asal Turki berpidato di depan peserta pawai untuk mendukung referendum konstitusi baru pada 16 April yang akan menambah wewenang Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Beberapa sumber menyebutkan charge d’affaires Daan Feddo Huisinga mendapat dua catatan untuk pemerintah Belanda yakni Ankara meminta Belanda meminta maaf secara tertulis dan Turki menuduh Den Haag melanggar Konvensi Wina tentang diplomasi.
“Pagi ini dua catatan diberikan pada charge d’affaires Huisinga setelah dia dipanggil lagi ke kementerian untuk ketiga kali pagi ini,” ungkap sumber pemerintah Turki, dikutip kantor berita AFP.
Huisinga pertama kali dipanggil pada Sabtu (11/3) siang, beberapa saat setelah pemerintah Belanda menolak mengizinkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu mendarat di Belanda. Sebelumnya, Cavusoglu mengancam menerapkan sanksi pada Belanda jika dia tidak diizinkan masuk negara itu.
Huisinga dipanggil lagi pada Minggu (12/3) setelah Menteri Sosial dan Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya diusir dari Belanda dan diterbangkan kembali ke Jerman oleh polisi Belanda. Dalam catatan itu, Turki menyebut perlakuan otoritas Belanda terhadap Kaya dan delegasinya melanggar Konvensi Wina.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Turki menyatakan, pihaknya menunggu permintaan maaf tertulis dari otoritas Belanda terkait tindakan yang tidak sesuai kesopanan diplomatik dan kebiasaan internasional. Kemlu Turki juga menyatakan pihaknya memiliki hak meminta kompensasi serta menyeru investigasi atas berbagai pelanggaran itu.
Turki juga menuntut penyelidikan atas pihak yang bertanggung jawab dalam insiden itu. Catatan kedua pemerintah Turki mengkritik perlakuan berlebihan oleh pasukan keamanan terhadap orang yang menggunakan haknya untuk berkumpul bersama secara damai. Catatan itu merujuk para unjuk rasa di depan konsulat Turki di Rotterdam pada Sabtu (11/3) lalu.
Setelah beberapa jam unjuk rasa damai, aparat kepolisian membubarkan lebih 1.000 orang yang berkumpul di dekat konsulat Turki. Petugas mengendarai kuda dan menggunakan anjing untuk membubarkan para demonstran. Presiden Erdogan pada akhir pekan lalu menuduh Belanda bertindak seperti Nazi. Komentar itu pun memicu kemarahan Belanda.
Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte menjelaskan, komentar Erdogan itu tak dapat diterima dan Ankara harus meminta maaf. Pemerintah Belanda, kemarin, juga mengeluarkan peringatan perjalanan pada warga Belanda di Turki.
Mereka meminta warga Belanda tetap waspada di penjuru wilayah Turki. Rutte saat ini mendapat tekanan untuk mengambil sikap keras terhadap Erdogan saat dia menghadapi kubu populis sayap kanan-jauh Geert Wilders.
Dia pun menegaskan tidak akan meminta maaf pada Turki. “Mereka (Turki) harus meminta maaf atas apa yang mereka lakukan kemarin,” katanya. Rutte juga menunjukkan kemarahannya atas komentar Erdogan tentang perilaku Belanda yang seperti Nazi. “Negara ini dibom selama Perang Dunia Kedua oleh Nazi. Sangat tidak dapat diterima mengatakan dengan cara ini,” tuturnya.
Denmark juga meminta PM Turki Binali Yildirim untuk menunda kunjungannya pada akhir bulan ini. Isu tersebut berisiko menjadi krisis baru antara Turki dan Uni Eropa (UE) secara keseluruhan. Turki selama lebih setengah abad meminta bergabung dengan UE tapi tetap tidak mendapat keanggotaan hingga sekarang.
Erdogan juga mengindikasikan dia mungkin akan ikut berkampanye di negara-negara UE sehingga dapat memperburuk konflik yang ada sekarang. Dia pun menuding Barat menunjukkan wajah aslinya terhadap Turki.
Menteri Uni Eropa Turki Omer Celik memperingatkan, Turki akan menerapkan sanksi terhadap Belanda terkait insiden itu. Celik tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang bentuk sanksi tersebut.
Turki dan Belanda terlibat konflik diplomatik setelah Den Haag melarang menteri asal Turki berpidato di depan peserta pawai untuk mendukung referendum konstitusi baru pada 16 April yang akan menambah wewenang Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Beberapa sumber menyebutkan charge d’affaires Daan Feddo Huisinga mendapat dua catatan untuk pemerintah Belanda yakni Ankara meminta Belanda meminta maaf secara tertulis dan Turki menuduh Den Haag melanggar Konvensi Wina tentang diplomasi.
“Pagi ini dua catatan diberikan pada charge d’affaires Huisinga setelah dia dipanggil lagi ke kementerian untuk ketiga kali pagi ini,” ungkap sumber pemerintah Turki, dikutip kantor berita AFP.
Huisinga pertama kali dipanggil pada Sabtu (11/3) siang, beberapa saat setelah pemerintah Belanda menolak mengizinkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu mendarat di Belanda. Sebelumnya, Cavusoglu mengancam menerapkan sanksi pada Belanda jika dia tidak diizinkan masuk negara itu.
Huisinga dipanggil lagi pada Minggu (12/3) setelah Menteri Sosial dan Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya diusir dari Belanda dan diterbangkan kembali ke Jerman oleh polisi Belanda. Dalam catatan itu, Turki menyebut perlakuan otoritas Belanda terhadap Kaya dan delegasinya melanggar Konvensi Wina.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Turki menyatakan, pihaknya menunggu permintaan maaf tertulis dari otoritas Belanda terkait tindakan yang tidak sesuai kesopanan diplomatik dan kebiasaan internasional. Kemlu Turki juga menyatakan pihaknya memiliki hak meminta kompensasi serta menyeru investigasi atas berbagai pelanggaran itu.
Turki juga menuntut penyelidikan atas pihak yang bertanggung jawab dalam insiden itu. Catatan kedua pemerintah Turki mengkritik perlakuan berlebihan oleh pasukan keamanan terhadap orang yang menggunakan haknya untuk berkumpul bersama secara damai. Catatan itu merujuk para unjuk rasa di depan konsulat Turki di Rotterdam pada Sabtu (11/3) lalu.
Setelah beberapa jam unjuk rasa damai, aparat kepolisian membubarkan lebih 1.000 orang yang berkumpul di dekat konsulat Turki. Petugas mengendarai kuda dan menggunakan anjing untuk membubarkan para demonstran. Presiden Erdogan pada akhir pekan lalu menuduh Belanda bertindak seperti Nazi. Komentar itu pun memicu kemarahan Belanda.
Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte menjelaskan, komentar Erdogan itu tak dapat diterima dan Ankara harus meminta maaf. Pemerintah Belanda, kemarin, juga mengeluarkan peringatan perjalanan pada warga Belanda di Turki.
Mereka meminta warga Belanda tetap waspada di penjuru wilayah Turki. Rutte saat ini mendapat tekanan untuk mengambil sikap keras terhadap Erdogan saat dia menghadapi kubu populis sayap kanan-jauh Geert Wilders.
Dia pun menegaskan tidak akan meminta maaf pada Turki. “Mereka (Turki) harus meminta maaf atas apa yang mereka lakukan kemarin,” katanya. Rutte juga menunjukkan kemarahannya atas komentar Erdogan tentang perilaku Belanda yang seperti Nazi. “Negara ini dibom selama Perang Dunia Kedua oleh Nazi. Sangat tidak dapat diterima mengatakan dengan cara ini,” tuturnya.
Denmark juga meminta PM Turki Binali Yildirim untuk menunda kunjungannya pada akhir bulan ini. Isu tersebut berisiko menjadi krisis baru antara Turki dan Uni Eropa (UE) secara keseluruhan. Turki selama lebih setengah abad meminta bergabung dengan UE tapi tetap tidak mendapat keanggotaan hingga sekarang.
Erdogan juga mengindikasikan dia mungkin akan ikut berkampanye di negara-negara UE sehingga dapat memperburuk konflik yang ada sekarang. Dia pun menuding Barat menunjukkan wajah aslinya terhadap Turki.
Menteri Uni Eropa Turki Omer Celik memperingatkan, Turki akan menerapkan sanksi terhadap Belanda terkait insiden itu. Celik tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang bentuk sanksi tersebut.
(esn)