RI Menanti Raja Salman setelah 47 Tahun Raja Faisal Mendarat di Kemayoran
A
A
A
JAKARTA - Raja Kerajaan Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud dipastikan berkunjung ke Indonesia awal Maret 2017. Kunjungan Raja Salman ini merupakan kunjungan bersejarah setelah pendahulunya, Raja Faisal bin Abdulaziz mendarat di Kemayoran, Jakarta, 47 tahun silam.
Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, mengaku sudah seminggu terakhir ini sibuk di Royal Court Riyadh. Dia secara maraton mengadakan pertemuan dengan Rais al-Marasim al-Malakiyyah atau Kepala Protokol Istana Raja terkait langkah-langkah persiapan dan pengaturan rencana kunjungan Raja Salman ke Indonesia.
Dubes Maftuh mengatakan, kunjungan Raja Saudi yang memiliki sebutan resmi Khadimul Haramain as-Syarifain (Pelayan Dua Kota Suci) merupakan “Ziarah Tarikhiyyah” atau kunjungan bersejarah yang sangat dinanti oleh pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. “Sejak lama, sejak kunjungan historis Raja Faisal bin Abdulaziz ke Indonesia sekitar 47 tahun silam, tepatnya pada Juni 1970 yang mendarat di Kemayoran ketika itu,” katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews.com, Kamis (26/1/2017).
Dubes Maftuh menyampaikan bahwa Kepala Protokol Istana Kerajaan Arab Saudi telah menyampaikan konfirmasi terkait rencana kunjungan Raja Salman ke Indonesia. “Pada pertemuan kami dengan Kepala Protokol Kerajaan, Dr Khaled bin Saleh al-Abbad telah disampaikan secara langsung konfirmasi dan kepastian kunjungan Raja Salman ke Indonesia pada awal Maret 2017 lengkap dengan susunan agendanya,” ujarnya.
Diplomat Indonesia ini dalam sebulan terakhir keluar-masuk Diwan Malaki (Royal Court) tempat Raja Salman berkantor dan tempat mematangkan semua kebijakan-kebijakan Raja Salman, termasuk kebijakan penambahan kuota haji untuk Indonesia.
Maftuh yang bertugas di Riyadh sejak 14 Maret 2016, pada dua bulan pertama langsung berinisiatif “tancap gas” untuk mengawal surat undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Raja Salman agar berkunjung ke Indonesia. Menurutnya, dinamika rencana kunjungan Raja Salman ini mulai dirancang sejak 18 Mei 2016, yaitu ketika dia bertemu dengan Kepala Protokol Kerajaan di Istana Raja As-Salam Jeddah.
”Saya merasa mendapatkan ‘privilege’ keistimewaan bisa masuk Istana Raja, padahal waktu itu belum ‘Dubes sah’ karena belum menyerahkan ‘credential letter’ ( Surat Kepercayaan) Kepada Yang Mulia Raja Salman. Saya yakin ini adalah berkat sentuhan ‘Tangan Halus’ Allah yang mengantarkan kepada takdir diplomatik saya,” kenang Maftuh yang rajin mengampanyekan jargon diplomatik Poros Saunesia (Saudi-Indonesia) di setiap event diplomatiknya di Arab Saudi.
Diplomat Indonesia yang 27 tahun berkarir sebagai dosen di UIN Sunan Kalijaga tersebut masih ingat penggalan pidato Raja Faisal ketika berkunjung ke Indonesia, 47 tahun silam.
”Dalam pidato, Raja Faisal menegaskan bahwa persahabatan tulus antara Saudi dan Indonesia adalah sebuah kenyataan sejarah yang tidak bisa dimungkiri. Pengingkaran terhadap kenyataan ini adalah bagaikan mengingkari adanya matahari di siang bolong,” katanya mengutip pidato Raja Faisal.
Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, mengaku sudah seminggu terakhir ini sibuk di Royal Court Riyadh. Dia secara maraton mengadakan pertemuan dengan Rais al-Marasim al-Malakiyyah atau Kepala Protokol Istana Raja terkait langkah-langkah persiapan dan pengaturan rencana kunjungan Raja Salman ke Indonesia.
Dubes Maftuh mengatakan, kunjungan Raja Saudi yang memiliki sebutan resmi Khadimul Haramain as-Syarifain (Pelayan Dua Kota Suci) merupakan “Ziarah Tarikhiyyah” atau kunjungan bersejarah yang sangat dinanti oleh pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. “Sejak lama, sejak kunjungan historis Raja Faisal bin Abdulaziz ke Indonesia sekitar 47 tahun silam, tepatnya pada Juni 1970 yang mendarat di Kemayoran ketika itu,” katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews.com, Kamis (26/1/2017).
Dubes Maftuh menyampaikan bahwa Kepala Protokol Istana Kerajaan Arab Saudi telah menyampaikan konfirmasi terkait rencana kunjungan Raja Salman ke Indonesia. “Pada pertemuan kami dengan Kepala Protokol Kerajaan, Dr Khaled bin Saleh al-Abbad telah disampaikan secara langsung konfirmasi dan kepastian kunjungan Raja Salman ke Indonesia pada awal Maret 2017 lengkap dengan susunan agendanya,” ujarnya.
Diplomat Indonesia ini dalam sebulan terakhir keluar-masuk Diwan Malaki (Royal Court) tempat Raja Salman berkantor dan tempat mematangkan semua kebijakan-kebijakan Raja Salman, termasuk kebijakan penambahan kuota haji untuk Indonesia.
Maftuh yang bertugas di Riyadh sejak 14 Maret 2016, pada dua bulan pertama langsung berinisiatif “tancap gas” untuk mengawal surat undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Raja Salman agar berkunjung ke Indonesia. Menurutnya, dinamika rencana kunjungan Raja Salman ini mulai dirancang sejak 18 Mei 2016, yaitu ketika dia bertemu dengan Kepala Protokol Kerajaan di Istana Raja As-Salam Jeddah.
”Saya merasa mendapatkan ‘privilege’ keistimewaan bisa masuk Istana Raja, padahal waktu itu belum ‘Dubes sah’ karena belum menyerahkan ‘credential letter’ ( Surat Kepercayaan) Kepada Yang Mulia Raja Salman. Saya yakin ini adalah berkat sentuhan ‘Tangan Halus’ Allah yang mengantarkan kepada takdir diplomatik saya,” kenang Maftuh yang rajin mengampanyekan jargon diplomatik Poros Saunesia (Saudi-Indonesia) di setiap event diplomatiknya di Arab Saudi.
Diplomat Indonesia yang 27 tahun berkarir sebagai dosen di UIN Sunan Kalijaga tersebut masih ingat penggalan pidato Raja Faisal ketika berkunjung ke Indonesia, 47 tahun silam.
”Dalam pidato, Raja Faisal menegaskan bahwa persahabatan tulus antara Saudi dan Indonesia adalah sebuah kenyataan sejarah yang tidak bisa dimungkiri. Pengingkaran terhadap kenyataan ini adalah bagaikan mengingkari adanya matahari di siang bolong,” katanya mengutip pidato Raja Faisal.
(mas)