Soal Pengadilan Arbitrase Terkait LCS, RI Belum Tentukan Sikap
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia sejauh ini belum menentukan sikap terkait dengan pengadilan arbitrase Laut China Selatan, yang diajukan oleh pemeritah Filipina. Pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda ini disebut dalam waktu dekat akan mengeluarkan putusan terkait hal ini.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menuturkan, Indonesia pada dasarnya sudah memiliki bayangan terkait dengan posisinya soal pengadilan. Namun, posisi itu baru akan disampaikan Indonesia saat pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri antara ASEAN dan China pada bulan Juli mendatang.
"Akan kita sampaikan di pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri antara ASEAN dan China pada tanggal 14 Juli di Kumning, nanti di situ akan kita buka. Kita sudah punya bayangan, tapi kita belum akan keluarkan sampai saat itu," kata Retno pada Senin (6/6).
Sementara itu, ketika disinggung apakah negara lain akan turut menyampaikan pandangan mereka dalam pertemuan itu terkait dengan masalah ini, Retnoa menuturkan hal itu mungkin saja dilakukan.
"Ya, kita mencoba untuk melihat satu sama lain mengenai posisi kita soal hal ini, dan menentukan solusi terbaik," ucapnya.
China sendiri telah menegaskan akan menolak dan tidak mengakui putusan yang gugatannya diajukan Filipina sejak 2013 lalu tersebut.
"Kebebasan navigasi untuk melakukan patroli di Laut China Selatan adalah tampilan "otot militer" dan bahwa China sedang dipaksa untuk menerima dan menghormati putusan pengadilan itu. China dengan tegas menentang perilaku tersebut. Kami tidak akan membuat masalah, tapi kami tidak pernah takut untuk menghadapi sebuah masalah," ucap Wakil Kepala Staf Tentara Pembebasan Rakyat China, Laksaman Sun Jianguo.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menuturkan, Indonesia pada dasarnya sudah memiliki bayangan terkait dengan posisinya soal pengadilan. Namun, posisi itu baru akan disampaikan Indonesia saat pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri antara ASEAN dan China pada bulan Juli mendatang.
"Akan kita sampaikan di pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri antara ASEAN dan China pada tanggal 14 Juli di Kumning, nanti di situ akan kita buka. Kita sudah punya bayangan, tapi kita belum akan keluarkan sampai saat itu," kata Retno pada Senin (6/6).
Sementara itu, ketika disinggung apakah negara lain akan turut menyampaikan pandangan mereka dalam pertemuan itu terkait dengan masalah ini, Retnoa menuturkan hal itu mungkin saja dilakukan.
"Ya, kita mencoba untuk melihat satu sama lain mengenai posisi kita soal hal ini, dan menentukan solusi terbaik," ucapnya.
China sendiri telah menegaskan akan menolak dan tidak mengakui putusan yang gugatannya diajukan Filipina sejak 2013 lalu tersebut.
"Kebebasan navigasi untuk melakukan patroli di Laut China Selatan adalah tampilan "otot militer" dan bahwa China sedang dipaksa untuk menerima dan menghormati putusan pengadilan itu. China dengan tegas menentang perilaku tersebut. Kami tidak akan membuat masalah, tapi kami tidak pernah takut untuk menghadapi sebuah masalah," ucap Wakil Kepala Staf Tentara Pembebasan Rakyat China, Laksaman Sun Jianguo.
(esn)