Kasus Australia, Antara Presiden Jokowi dan Panglima TNI

Senin, 09 Januari 2017 - 17:18 WIB
Kasus Australia, Antara Presiden Jokowi dan Panglima TNI
Kasus Australia, Antara Presiden Jokowi dan Panglima TNI
A A A
JAKARTA - Insiden materi ajar kursus pelatihan bahasa di pangkalan militer Perth, Australia, yang memuat penghinaan terhadap Pancasila menunjukkan ketidakwajaran dalam bersikap antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Belum genap 24 jam, keputusan penghentian kerja sama militer oleh Jenderal Gatot direvisi oleh Presiden Jokowi melalui menter-menteri terkaitnya.

Semula Panglima TNI memebuat keputusan untuk menghentikan semua kerja sama militer Indonesia dan Australia. Tapi, pemerintah Jokowi merevisi dengan menegaskan bahwa hanya pelatihan bahasa yang ditangguhkan.

Baik Presiden Jokowi maupun Panglima TNI tidak mengungkap masalah di antara mereka. Namun, sejumlah sumber yang hadir dalam sebuah pertemuan yang dihadiri Jokowi, sang presiden disebut mencela keputusan sepihak Jenderal Gatot soal pemutusan kerja sama militer. Sumber-sumber di pemerintahan Jokowi kepada media asing mengungkap kekhawatiran bahwa Panglima TNI sudah “di luar kendali”.

Baca:
Militernya Lecehkan Lambang Indonesia, Australia Mengaku Menyesal

Presiden Jokowi, menurut sumber-sumber tersebut, melakukan intervensi soal anggapan Indonesia sudah dikepung “perang proxy” yang melibatkan negara-negara asing. Anggapan itu, menurut mereka disuarakan Jenderal Gatot. Orang-orang dekat Jokowi juga curiga retorika itu sebagai ambisi politik Jenderal Gatot.

Perang Proxy

Seorang pejabat senior di pemerintahan Jokowi kepada Reuters, mengatakan bahwa Jokowi merupakan presiden pertama yang berasal dari luar militer dan politik, yang diperlukan untuk bergerak cepat guna menunjukkan kekuasaannya sebagai Panglima Tertinggi Negara. ”Dengan Gatot, ada perasaan sepertinya dia keluar sedikit dari kontrol,” kata pejabat senior yang jadi salah satu sumber itu.

Dalam kasus Australia, Jenderal Gatot telah menunjukkan sikap emosionalnya. Kepada media, dia terang-terangan menyatakan bahwa penghinaan Pancasila dalam materi ajar di pangkalan militer Perth “terlalu menyakitkan”.

Baca:
Profesor Australia: Menghina Pancasila Berpotensi Berbahaya


Materi ajar itu disampaikan pada akhir November 2016. Materi tersebut memelesetkan Pancasila menjadi “Pancagila”. Selain itu, materi juga menyerukan kemerdekaan Papua dan mengusik masalah Timor Leste—bekas provinsi Timor Timur—yang disebut sebagai korban pendudukan Indonesia.

Dalam sebuah rapat di Istana Bogor, Jokowi disebut tidak menegur secara langsung Jenderal Gatot yang secara sepihak memutuskan kerja sama militer dengan Australia. Tapi, Presiden Jokowi melalui menteri-menteri terkait mengambil keputusan sendiri untuk merevisi keputusan sang Panglima TNI.

Baik Jenderal Gatot maupun juru bicara militer Indonesia menolak permintaan wawancara oleh media perihal revisi keputusan penghentian kerja sama militer Indonesia dan Australia.

“Kami menduga bahwa Gatot mengeksploitasi insiden ini untuk agenda politik sendiri, (untuk) ambisi politiknya sendiri,” kata seorang pejabat yang hadir dalam rapat di Istana Bogor.

”Dia telah membuat banyak penampilan publik dan pidato akhir-akhir ini,” lanjut pejabat itu. ”Terus terang, kami pikir tentang perang proxy dan ancaman terhadap Indonesia itu benar-benar konyol,” ujar pejabat yang diwawancarai Reuters dengan syarat anonim, yang dilansir Senin (9/1/2017).

Jabatan Panglima TNI Aman

Pejabat itu mencontohkan satu pidato Jenderal Gatot yang dianggap menggelikan. Yakni, dia meramalkan krisis makanan di China yang bisa memicu banjir pengungsi via perahu. Jika itu terjadi, Jenderal Gatot akan menyembelih 10 ekor sapi dan membuangnya ke laut untuk menarik hiu yang akan melahap para pengungsi China.

Meski ada “keanehan” bersikap antara pemerintah Jokowi dan Panglima TNI, para pejabat mengabaikan spekulasi bahwa Jenderal Gatot akan dibebastugaskan. Posisi Panglima TNI dianggap masih aman.

”Untuk saat ini, kami yakin bahwa dia tidak akan mengkhianati presiden atau pemerintah sipil,” kata pejabat lain yang jadi sumber soal rapat di Istana Bogor.

Baca:
Australia Sangkal Rekrut TNI Jadi Mata-mata

Australian Broadcasting Corporation, pada pekan lalu melaporkan bahwa Jenderal Gatot percaya adanya perekrutan tentara terbaik Indonesia oleh militer Australia untuk dijadikan mata-mata. Menteri Pertahanan Australia Marise Payne menolak tuduhan itu.

Menurut Al Araf, direktur kelompok advokasi hak asasi manusia Imparsial, tujuan Jenderal Gatot ada dua. Yakni, mempromosikan ambisi politiknya sendiri dan untuk menggalang dukungan bagi perannya di militer.

Menurut Araf, ada narasi perang proxy yang mengidentifikasi kekuatan asing di belakang sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia, mulai dari terorisme, narkoba, hingga homoseksualitas. Menurut Araf, militer kemudian muncul sebagai solusinya.

”Ini semua adalah masalah akibat perang proxy sehingga militer harus terlibat dalam semua masalah ini,” katanya.

RI-Australia Saling Menghormati

Setelah "ribut" materi penghinaan Pancasila, pemerintah Indonesia dan Australia sepakat untuk saling menghormati. Presiden Jokowi memerintahkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatasi masalah itu.

”Indonesia dan Australia sepakat untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain dan tidak terlibat dalam urusan internal masing-masing,” kata Jokowi. ”Saya percaya kami sepakat untuk itu,” katanya lagi.

Baca juga:
Pascapenghinaan Pancasila, RI dan Australia Sepakat Saling Menghormati

Jokowi mengklaim hubungan antara kedua negara masih dalam kondisi baik. Meski demikian, Jokowi minta kasus penghinaan dasar negara Indonesia diselesaikan sebelum kerja sama militer kedua negara dipulihkan.”Hal ini perlu di-clear-kan terlebih dahulu karena pada tingkat operasional itu adalah masalah prinsip,” ujarnya.

Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menyambut pernyataan Jokowi, dalam sebuah pernyataan. ”Presiden dan saya berbagi komitmen yang kuat untuk terus membangun hubungan erat antara negara kami, berdasarkan kepentingan bersama dan saling menghormati,” bunyi pernyataan Turnbull, yang dikutip Sydney Morning Herald, Jumat pekan lalu.

”Saya mengakui dan menghargai komitmen Presiden (Joko) Widodo untuk kemitraan strategis antara kedua negara kita dan menghargai persahabatan pribadi kita,” imbuh Turnbull.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3053 seconds (0.1#10.140)