Ini Bayi Pertama di Dunia yang Lahir dari 3 DNA Orang Tua

Kamis, 29 September 2016 - 10:15 WIB
Ini Bayi Pertama di Dunia yang Lahir dari 3 DNA Orang Tua
Ini Bayi Pertama di Dunia yang Lahir dari 3 DNA Orang Tua
A A A
NEW YORK - Para ilmuwan menyatakan bayi pertama telah lahir dari teknik baru yang kontroversial, yakni menggabungkan DNA dari tiga orang tua, yakni ibu dan ayah kandung dan wanita yang mendonorkan sel telurnya.

Tujuan teknik itu untuk mencegah bayi mewarisi penyakit genetik fatal dari ibunya, yang sebelumnya telah kehilangan dua anak dari penyakit turunan itu.

Kelahiran bayi dari tiga DNA orang tua ini terungkap dalam ringkasan penelitian yang dipublikasikan oleh jurnal Fertility and Sterility. Para ilmuwan dijadwalkan untuk menyajikan rinciannya pada pertemuan bulan depan di Salt Lake City.

Majalah New Scientist, yang pertama kali melaporkan kelahiran bayi tersebut, menyatakan bahwa si bayi lahir lima bulan lalu dari pasangan Yordania. Mereka dirawat di Meksiko oleh tim yang dipimpin oleh John Zhang dari New Hope Fertility Centre di New York. Lokasi kelahiran bayi tidak disebut.

Bayi laki-laki itu dikandung dengan menggunakan teknik yang dikenal sebagai “spindle nuclear transfer”. DNA yang sehat tergelincir ke dalam telur donor, yang kemudian dibuahi. Akibatnya, bayi mewarisi DNA dari kedua orang tua kandung dan pendonor telur.

Teknik ini kadang-kadang dianggap sebagai teknik untuk menghasilkan “bayi dari tiga orang tua”. Meski demikian, kontribusi DNA dari pendonor telur sangat kecil.

Cegah Penyakit Turunan

Teknik ini digunakan untuk mencoba dan menghentikan bayi dari potensi mengidap penyakit mitokondria yang dikenal sebagai Leigh Syndrome. Menurut ringkasan penelitian, penyakit ini telah membunuh kedua anak dari ibu kandung bayi itu, saat usianya delapan bulan dan enam tahun.

Dr Zhang mengatakan, teknik ini tidak disetujui di Amerika Serikat atau di Australia di bawah undang-undang yang berlaku saat ini.”(Teknik) untuk menyelamatkan nyawa adalah hal yang etis untuk dilakukan,” katanya.

Profesor Carolyn Sue, Direktur Kolling Institute of Neurogenetics di University of Sydney, berharap informasi ini akan memberi harapan kepada keluarga tentang reproduksi di masa depan.

”Ini adalah kasus tengara bagi pasien dan keluarga yang menderita penyakit mitokondria,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dilansir news.com.au, semalam (28/9/2016).

”Mudah-mudahan informasi ini akan memberikan harapan bagi keluarga-keluarga yang harus membuat keputusan sulit untuk merangkul teknologi baru seperti ‘spindle nuclear transfer’ dalam pencarian mereka untuk memiliki kesehatan yang lebih baik bagi anak-anak mereka,” lanjut dia.

”Ini adalah langkah berani maju dan informasi lebih lanjut tentang kemajuan anak ini dan orang-orang yang mengikuti akan menjadi kunci untuk pemahaman kita tentang apakah terapi ini harus ditawarkan dalam jangka panjang (atau tidak).”
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6883 seconds (0.1#10.140)