Rusia Ikut Tampil, Isyarat Babak Baru Seteru Laut China Selatan

Minggu, 31 Juli 2016 - 02:10 WIB
Rusia Ikut Tampil, Isyarat Babak Baru Seteru Laut China Selatan
Rusia Ikut Tampil, Isyarat Babak Baru Seteru Laut China Selatan
A A A
SYDNEY - Rencana latihan perang Rusia dan China di Laut China Selatan pada awal September 2016, menjadi isyarat perseteruan sengketa maritim di kawasan itu akan memasuki babak baru.

Media Pemerintah China, Global Times, dalam editorialnya hari Sabtu (30/7/2016), menyebut manuver Rusia dan China itu akan jadi “balas dendam” setelah Amerika Serikat (AS), Jepang dan Australia desak China hormati hukum internasional soal sengketa.

”Jika Australia melangkah ke perairan Laut China Selatan, itu akan menjadi target ideal bagi China untuk memperingatkan dan penyerangan,” bunyi editorial media itu.

”Australia bahkan bukan 'macan’ itu hanya ‘kucing’,” lanjut bunyi editorial.

Ikut tampilnya Rusia dalam polemik sengketa Laut China Selatan diyakini akan membuat konflik maritim di kawasan itu akan menjadi lebih rumit.

Marina Tsirbas dari National Security College di Canberra berpendapat bahwa Rusia sedang mencari alasan untuk “menyodok” mata AS.

Menurut Marina, Putin sudah sukses membuat jengkel Gedung Putih dengan meluncurkan intervensi dramatis dalam konflik Suriah, di mana jet-jet tempur Moskow sukses menolong Presiden Suriah Bashar al-Assad yang nyaris kalah oleh pemberontak yang didukung Barat.

Penyebaran kapal-kapal perang Rusia untuk manuver bersama China di Laut China Selatan juga bisa berubah menjadi kejutan.

Sekadar diketahui, Rusia telah melakukan latihan perang Angkatan Laut dengan China di tempat lain, dan membuat titik pengiriman armada kecil kapal perang yang kuat di lepas pantai Australia ketika Putin datang ke Brisbane beberapa hari setelah pesawat Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh di Ukraina.

”China dan Rusia semakin menemukan diri mereka mendukung satu sama lain ketika salah satu dari mereka terlibat konfrontasi dengan Barat,” kata Michael Wesley, pakar urusan luar negeri pada Australian National University, seperti dikutip Sydney Morning Herald.

Meski demikian, Wesley meragukan dua kekuatan itu akan membentuk sebuah aliansi. ”Mereka tidak akan pergi berperang satu sama lain,” ujarnya.

Menteri Pertahanan Marise Payne, melalui seorang juru bicara telah membuat komentar diplomatis terkait situasi Laut China yang kian memanas.”kami berharap bahwa semua pihak akan melakukannya sesuai dengan hukum internasional,” katanya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4115 seconds (0.1#10.140)