Pengadilan Rakyat di Belanda: AS dan Australia Terlibat Operasi 1965

Rabu, 20 Juli 2016 - 17:50 WIB
Pengadilan Rakyat di Belanda: AS dan Australia Terlibat Operasi 1965
Pengadilan Rakyat di Belanda: AS dan Australia Terlibat Operasi 1965
A A A
JAKARTA - International People’s Tribunal (IPT) atau Pengadilan Rakyat untuk kasus pembantaian 1965 yang digelar di Den Haag, Belanda, menyatakan bahwa Australia terlibat dalam operasi pembersihan anti-komunis di Indonesia. Meski demikian, IPT tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena bukan pengadilan pidana.

IPT digelar selama empat hari pada November tahun lalu. Sebuah panel yang terdiri dari tujuh hakim internasional menyatakan bahwa Australia, Inggris dan Amerika Serikat (AS) terlibat dalam “komisi” kejahatan tersebut.

Para hakim, termasuk Dr Helen Jarvis dari Australia, telah meneliti kesaksian dari saksi ahli dan korban. Hakim juga mempelajari dakwaan yang diajukan oleh enam jaksa internasional berdasarkan laporan lebih dari 40 peneliti.

Mereka menemukan bahwa AS menyediakan daftar nama-nama pejabat dari Partai Komunis Indonesia (PKI)—yang kini terlarang di Indonesia. Daftar yang disuguhkan AS ini yang diduga kuat menyebabkan penangkapan dan atau eksekusi terhadap mereka.

”Inggris dan Australia melakukan kampanye berkelanjutan, mengulangi propaganda palsu dari tentara Indonesia, dan bahwa mereka melanjutkan dengan kebijakan ini, bahkan setelah itu telah menjadi jelas bahwa pembunuhan dan kejahatan lainnya terhadap kemanusiaan yang terjadi terhadap massa dan secara sembarangan,” demikian temuan yang dirilis IPT pada Rabu (20/7/2016).

Menurut temuan IPT, propaganda terhadap orang-orang yang dituduh terkait dengan PKI turut membantu untuk membenarkan penganiayaan ekstra-legal, penahanan dan pembunuhan terhadap tersangka, melegitimasi kekerasan seksual dan perilaku tidak manusiawi lainnya.

Para hakim di IPT menyesalkan Indonesia yang tidak menerima undangan untuk berpartisipasi dalam Pengadilan Rakyat itu. IPT juga mencatat bahwa AS, Inggris dan Australia juga gagal melakukannya.

Mereka lantas merekomendasikan kepada Pemerintah Indonesia untuk meminta maaf kepada para korban dan keluarga korban kasus 1965. Indonesia juga direkomendasikan untuk menyelidiki kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dr Jarvis melanjutkan, bahwa pengadilan berharap laporan itu akan menjadi suara tambahan dalam pencarian keadilan yang sudah lama tertunda di Indonesia.

”(Kami berharap) bahwa mungkin ini membantu dalam mendesak pemerintah untuk mengambil rekomendasi yang dibuat oleh organisasi hak asasi manusia, mengakui bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan itu terjadi dan bahwa para korban yang masih hidup layak rehabilitasi,” katanya kepada Fairfax Media.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4855 seconds (0.1#10.140)